6. Memulai Babak Baru

2249 Kata
Nyi Rontek yang penasaran dengan wanita yang bernama Kamini, berusaha untuk menemuinya menggunakan ilmu raga Sukma. Nyi Rontek dan Kliwon berdiri tidak jauh dari rumah gubuk itu. Mereka berada di tepi jalan di bawah pohon randu. Rontek bersiap untuk menggunakan ilmu raga Sukma yang dia miliki. Sehingga wanita pertapa itu berdiri mematung sembari menatap ke arah rumah yang menjadi tempat tinggal Kamini. “Nyai! Lebih baik tidak usah! Kamini itu sakit jiwa! Apa nantinya tidak akan jadi masalah?” Kliwon kembali memperingatkan Nyi Rontek untuk tidak menemui Kamini. Lantaran Kamini yang dianggap mengalami depresi oleh semua penduduk di desa Kuncen. Setelah wanita itu kehilangan bayi dan juga suaminya secara mendadak dalam kurun waktu yang hanya berjarak tiga hari. Ucapan Kliwon tidak direspons oleh Nyi Rontek karena saat itu jiwanya sudah mulai melangkah keluar dari raganya menuju rumah yang menjadi tempat tinggal Kamini. Nyi Rontek berjalan menembus gubuk bambu yang mulai lapuk dimakan usia. Di sana Kamini hanya tinggal dengan ibunya yang bersedih melihat keadaan putrinya. Nyi Rontek tidak melihat siapa pun lagi kecuali wanita tua yang kini tengah duduk sembari menitikkan air mata di antara netranya yang mulai kelabu. Wanita tua itu merasa sangat tersayat hatinya ketika mendengar jeritan Kamini yang tiada henti. “Kakang! Jangan pergi membawa anak kita! Kalau kalian pergi ... bawalah aku ikut bersama kalian!” “Aaarrrggghhh! Kembalilah!!!” jeritan Kamini membahana hingga penjuru desa. Setiap malam dia selalu kumat berteriak-teriak memecah kesunyian. Jiwa Nyi Rontek yang merasakan kepedihan yang dirasakan Kamini, membuat dirinya segera melangkah masuk menembus pintu yang terbuat dari kayu. Saat ini, Nyi Rontek berdiri tepat di belakang Kamini yang tengah meratapi nasibnya sembari memegang kayu jendela yang berbentuk seperti jeruji. “Kamini!” Nyi Rontek berusaha untuk berinteraksi dengan Kamini. Suaranya terdengar hingga menggetarkan sanubari kami ini. Tak butuh waktu lama, Kamini langsung terdiam dari tangisannya. Dia mencoba untuk memahami apa yang tengah terjadi pada dirinya. Dia menyadari tidak ada orang yang di rumah itu kecuali ibu dan dirinya sendiri. Kamini mendengar suara seorang wanita yang agak serak menggema sangat jelas di telinganya. Dia melihat seluruh sudut ruangan kecil itu. Hanya ada sebuah dipan dan lemari lusuh dari kayu yang mulai digerogoti oleh rayap, karena lantainya terbuat dari tanah yang sedikit lembap. Kamini masih terlihat bingung. Bahkan dirinya menduga kalau suara yang baru saja dia dengar adalah suara demit yang sedang mengganggunya. Kepanikan mulai terlihat pada raut wajah Kamini. Ia mulai berusaha untuk melangkah keluar dari kamarnya, karena rasa takut yang mulai menyelimuti perasaannya. “Tunggu, Kamini! Tidak perlu takut! Dengarkan Aku! Jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihanmu! Takdir sudah menggariskan bagaimana kehidupanmu selama berada di dunia ini. Memang, rasa sedih dan menyakitkan itu sangat manusiawi jika kita kehilangan seseorang yang sangat kita cintai! Tapi ingat! Sang Hyang Widhi memberikanmu umur yang panjang bukan berarti tidak memiliki arti apa-apa. Melainkan masih ada tugas mulia yang bisa kau lakukan selama di dunia. Kau kehilangan anak dan suamimu secara bersamaan. Kepedihan yang dirasa sangat wajar bagi semua umat manusia yang mengalaminya. Tapi sesuatu yang salah adalah ketika berlarut-larut dalam kesedihan itu. Banyak hal yang harus kau kerjakan! Hal yang harus kau selesaikan! Betapa sedihnya ibumu yang saat ini tengah menangis di depan kamarmu! Bangkitlah, Kamini! Buang rasa sedihmu! Carilah kegiatan yang baik untuk mengisi kembali hari-harimu!” Nyi Rontek kembali memberikan petuah kepada Kamini. Wanita itu terdiam sejenak meresapi semua kalimat yang terlontar dari mulut Nyi Rontek. “Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kau tidak takut mengajakku berbicara? Semua penduduk di desa ini begitu takut padaku. Mendekat pun mereka tidak berani. Mereka semua menganggapku wanita gila karena kehilangan anak dan suamiku secara bersamaan, padahal aku bersedih, aku tidak tahu apalagi yang harus aku lakukan tanpa mereka. Bagiku, duniaku sudah selesai, kenapa aku masih dibiarkan untuk hidup?” Kamini kembali meratapi nasibnya. “Seperti yang aku katakan! Takdir membiarkanmu memiliki usia yang panjang bukan tanpa alasan! Sudah barang tentu, dalam kehidupanmu sekarang ini, masih ada tugas yang belum terselesaikan! Masih ada amanat yang mungkin saja harus kau selesaikan! Kau tidak patut mengatakan bahwa hidupmu sudah hancur setelah kehilangan dua orang yang kau cintai ... lihatlah! Betapa hancurnya perasaan ibumu melihat anaknya terus menderita seperti yang kau rasakan saat ini? Kau masih memiliki seseorang yang rela memberikan seluruh hidupnya untukmu, dialah ibumu! Wanita yang saat ini tengah menitikkan air mata karena sikapmu yang terus meratapi kesedihanmu!” ucapan Nyi Rontek seketika membuka hati dan pikiran Kamini. “Peluklah ibumu! meminta maaf kepadanya dan tidak usah lagi meratapi kepedihan yang pernah kau alami! Bangkit dan tegarlah dalam menjalani kehidupanmu!” Nyi Rontek kembali memberikan petuah yang sangat menampar Kamini . “Ibu?” Kamini mulai menitikkan air mata ketika dirinya mengingat sang ibu. Dia lupa bahwa masih ada orang yang mencintainya dengan tulus yang masih ada di dunia ini. Dia juga lupa bahwa apa yang dia perbuat selama meratapi kepedihannya justru menyakiti hati sang ibu. “Maafkan aku, Ibu!” Kamini tersadar setelah Nyi Rontek menasihatinya. Ia keluar dari kamar mungil itu dan langsung memeluk ibunya yang tengah berderai air mata di depan kamar Kamini. Ibunya terkejut karena selama Kamini meratapi kesedihannya, lalu ia dianggap depresi oleh penduduk desa, dia sama sekali tidak pernah menyapa ibunya. Namun, malam ini dia datang merentangkan kedua tangannya untuk merengkuh tubuh rentan sang ibu yang sudah tua dimakan usia. Kamini menyadari kesalahannya setelah suara seseorang yang baru saja didengarnya, memberikannya kesadaran tentang arti sebuah ketegaran dalam menjalani kehidupan. Kamini meminta maaf kepada ibunya karena dia merasa bersalah telah terlarut dalam kepedihan. Seharusnya Kamini tidak berlarut-larut meratapi nasib dan kepedihannya itu. Hingga pada akhirnya Kamini kembali masuk ke dalam kamar dan menanyakan tentang identitas di balik suara tanpa rupa yang dia dengar di dalam kamarnya. “Wahai suara yang memberikanku petuah, siapakah dirimu yang sebenarnya? Lalu mengapa kau datang kepadaku di saat semua orang pergi meninggalkanku kecuali Ibuku.” Kamini yang penasaran, berharap bahwa dia kembali mendapatkan sebuah jawaban. “Keluarlah! temui aku di bawah pohon randu yang tidak jauh dari rumahmu! Aku datang bersama dengan seorang pemuda yang mengantarkanku mendatangi rumahmu.” Mendengar ucapan Nyi Rontek Kamini langsung bergegas keluar dari rumah dan berlari ke arah pohon randu yang tidak jauh di depan rumahnya. Sungguh sesuatu yang begitu mengejutkan bagi Kamini. Setelah dirinya melihat sosok yang kini berdiri tepat di hadapannya. Kamini tidak memungkiri kalau bulu kuduknya merinding melihat sosok beraura magis dengan pakaian yang menjuntai berwarna hitam dan seluruh rambutnya berwarna putih, dengan wajah yang masih terlihat awet muda bergincu merah delima di hadapannya. “Si—siapa, kamu?” Kamini masih mematung menatap sosok beraura manggis itu. Kemudian pandangannya beralih ke arah pemuda bertubuh gempal yang berada di belakang sosok wanita misterius yang tidak lain adalah Nyi Rontek. “Aku bukanlah siapa-siapa, aku hanya wanita biasa sepertimu. Panggil saja aku Nyi Rontek!” Rontek menatap dengan wajah yang menyeringai senyuman hangat kepada Kamini. “Bukankah itu sosok yang sangat melegenda di desa ini? Bahkan aku pernah mendengar cerita tentang Nyi Rontek dari Nenek buyutku. Apakah benar itu adalah kau?” Kamini masih tidak percaya bahwa yang kini ada di hadapannya adalah Nyi Rontek, wanita pertapa yang sangat melegenda penghuni alas Nggaranggati. “Ha ... Ha ... Ha ... Apakah begitu terkenalnya aku? Atau karena usiaku sudah sangat tua dan masih hidup sampai sekarang? Ya! Aku adalah wanita pertapa itu!” Nyi Rontek kembali tertawa seperti ciri khasnya. “Ampun, Nyi! Saya tidak tahu kalau suara tadi adalah suara dari Nyai. Lalu apa yang membuat Nyai malam-malam seperti ini menemuiku? Sampai keluar dari tempat persembunyianmu selama ini.” Kamini merasa ada sesuatu yang sangat penting sampai sosok yang sangat melegenda menemuinya. “Ikutlah bersamaku! Jika kau mau! Ada sebuah tugas untukmu! Mungkin dengan menjadi seorang ibu s**u untuk seorang bayi yang malang yang tidak memiliki kedua orang tua bisa menjadi pelipur lara untukmu. Jika kau mau ikutlah bersamaku malam ini! Tenang saja kau dan Kliwon akan tetap mendapatkan upah, jika kalian mau bekerja sama denganku membantuku untuk merawat anakku.” Rontek sudah menganggap Arsakha sebagai putranya. Namun, dia tidak bisa memberikan ASI kepada Arsakha. Sehingga dirinya membutuhkan seorang ibu s**u demi Arsakha yang saat ini kelaparan di dalam hutan. “Bukankah kau wanita suci? Tidak pernah menikah, tidak mempunyai anak?” ada sesuatu yang masih mengganjal di dalam hati seorang Kamini. “Kalau kau ingin mengetahui jawabannya, ikutlah bersamaku dan rahasiakan apa yang kau kerjakan bersama kami! Pamitlah kepada ibumu dan esok hari kau boleh kembali ke rumahmu! Lalu kau kembali lagi ke hutan ke tempat tinggalku untuk menyusui anakku!” Nyi Rontek kembali memberikan tawaran kepada Kamini. “Baiklah, jika itu bisa membantumu. Karena nasihatmu sudah menyadarkanku akan kesalahanku yang terlalu meratapi kesedihanku, setelah kehilangan anak dan suamiku.” Kamini bersedia menjadi Ibu s**u untuk anak dari Nyi Rontek. Dia sama sekali tidak mengerti dan tidak mengetahui bagaimana asal-usul anak tersebut. Satu hal yang pasti, Kamini tulus menolong Nyi Rontek dan juga bayi itu. Kamini berpamitan kepada ibunya untuk menjalankan sebuah tugas. Ia menceritakan kepada ibunya, kalau dia akan pergi bekerja ke luar desa untuk mencari kesibukan, karena pekerjaan itu dimulai sesaat setelah ayam berkokok, maka Kamini akan berangkat malam ini. Ibunya tidak menaruh curiga kepada Kamini karena dia baru saja berbahagia, melihat kembali senyuman Kamini yang menghangatkan hatinya. Namun, beliau berpesan kepada Kamini untuk tetap menjaga harga dirinya, menjaga keselamatannya, dan kembali ke rumahnya ketika pekerjaannya sudah selesai. Malam itu mereka bertiga kembali ke Alas Nggaranggati menuju ke gua tempat tinggal Nyi Rontek. Bukan tanpa sebab, Nyi Rontek justru lebih memilih Kamini dibanding dengan wanita lainnya sebagai ibu s**u untuk Arsakha. Rontek melihat ketulusan yang dimiliki oleh seorang Kamini, sikap Kamini keibuan dan kebaikan hatinya terpancar dari auranya. Walau Kamini berasal dari keluarga yang sederhana, tetapi dia memiliki budi pekerti yang luhur dibanding empat kandidat lainnya. Nyi Rontek yakin bahwa Kamini bisa menjadi seorang ibu s**u yang baik untuk Arsakha. *** Malam itu, mereka berjalan menyusuri alas Nggaranggati yang terkenal akan keangkeran dan kesungilannya. Namun, Kliwon dan Kamini tidak merasa takut, lantaran mereka berjalan bersama dengan sesepuh penghuni alas Nggaranggati. Bahkan siluman yang hendak mengincar Kamini dan Kliwon pun pergi menjauh setelah mencium aroma Nyi Rontek. Sesungguhnya memasuki alas Nggaranggati, bukanlah hal yang mudah dan tidak juga memakan waktu yang sebentar. Namun, malam itu mereka merasa bahwa alas Nggaranggati begitu mudah ditempuh dan dalam waktu yang cukup singkat. Akhirnya mereka sampai di pintu gua tempat tinggal Nyi Rontek selama ini. Gua yang tidak jauh dari Segara Lintang yang terbentang luas ke Samudera. Dari depan pintu gua, kembali terdengar suara tangisan seorang bayi yang sudah merasakan rasa yang sangat lapar dan haus luar biasa. Nyi Rontek segera berlari untuk melihat keadaan Arsakha yang hanya ditemani oleh Mindu. Awalnya Kliwon dan Kamini terkejut melihat seekor harimau yang tengah berdiri di samping bayi itu. Mereka berdua berteriak hingga mengejutkan Mindu yang sedang menjaga Arsakha. Lantaran mereka mengira kalau harimau itu hendak memangsa bayi yang tengah menangis sendirian. “Tenanglah! kalian tidak usah takut! Mindu adalah harimau kesayanganku! dia sudah aku anggap sebagai saudaraku! Jadi kalian tidak perlu takut dengannya! Mindu, wanita ini bernama Kamini dan pemuda ini bernama Kliwon! Mereka akan bekerja padaku untuk membantuku mengasuh Arsakha! Kau harus bersikap baik kepada mereka!” Nyi Rontek kembali memberikan arahan kepada Mindu untuk tidak menyerang Kliwon dan Kamini. Setelah mendengar penjelasan dari Nyi Rontek, Kamini berlari dengan cepat untuk meraih bayi itu dan langsung memberikannya ASI. Nyi Rontek merasa sangat lega karena bayi Arsakha dengan lahap meminum ASI yang diberikan oleh Kamini. Begitu juga dengan Kaminj yang terlihat sangat bahagia menimang sekaligus memberikan ASI kepada bayi malang itu. Sedangkan Kliwon berusaha untuk tidak melihat kegiatan yang dilakukan oleh Kamini. Karena dia sadar bahwa dirinya adalah seorang perjaka yang bingung harus bersikap seperti apa. Sehingga dia berbalik arah menghadap ke pintu gua. “Ha ... Ha ... Ha ...” Nyi Rontek yang menyadari hal itu tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Mindu membaringkan tubuhnya di salah satu sudut gua. “Kliwon, terima kasih sudah mau bekerja kepadaku, lebih tepatnya membantuku! Aku membutuhkan seseorang yang mau menemani Arsakha dan membantuku sebagai orang suruhan yang mau bolak-balik ke Pasar Kuncen demi mencukupi keperluan lainnya. Karena aku sendiri tidak akan bisa untuk berlama-lama meninggalkan bayi Arsakha di dalam gua, juga tidak ingin penduduk desa menyadari kehadiranku di sana. Kamini, terima kasih sudah mau menjadi Ibu s**u untuk bayi malang ini. Rahasia ini hanya kalian yang tahu! Arsakha adalah bayi yang ditakdirkan datang menemuiku. Dia datang tanpa ada seorang pun yang tahu. Dia mengapung di atas air Segara Lintang dan tertiup angin bergerak ke arahku. Tentu saja takdir yang mempertemukan kami, pasti memiliki pesan dan tujuan di dalamnya. Aku membutuhkanmu menjadi seorang ibu s**u dan juga pendamping untuk Arsakha. Kami membutuhkan bantuan Kliwon sebagai asistenku yang bisa bolak-balik ke desa dan ke sini untuk memenuhi semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh Arsakha. Apa kalian mengerti maksudku?” Nyi Rontek memberikan penjelasan kepada mereka berdua tentang tujuannya mengajak mereka datang ke tempat tinggalnya di dalam gua. “Kami mengerti Nyai!” “Saya akan membantu apa yang Nyai butuhkan dan apa yang bisa saya kerjakan untuk membantu Nyai.” Kliwon menyanggupi hal itu karena dia merasa bahwa Rontek adalah sosok yang baik hati. “Saya juga mau menjalankan tugas ini, yang pertama karena saya butuh pelipur lara setelah saya kehilangan anak dan suami saya. Lalu setelah melihat bayi ini, ada perasaan ingin melindunginya. Terima kasih Nyai sudah memilih saya sebagai ibu s**u dari Arsakha. Juga akan merahasiakan keberadaannya dari siapa pun.” Kamini pun menyanggupinya dengan setulus hati. *** Bagaimana kisah Arsakha semasa kecil hingga dewasa, sebelum dia berkelana? Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN