8. Sebelum Berkelana Mencari Jati Diri

1754 Kata
Arsakha bergeming untuk beberapa saat. Dalam hatinya seakan disambar petir ketika Nyi Rontek mengatakan kenyataan yang sebenarnya tentang dirinya. Dia mematung berharap kalau semua yang dialaminya malam itu hanya lah sebuah mimpi. Dia berharap bisa terbangun dari mimpi itu dan mendekap sang ibu untuk mengatakan kalau baru saja dia bermimpi buruk. Namun semua angan-angan Arsakha hanya lah ilusi belaka. Karena kenyataannya seperti apa yang Nyi Rontek ceritakan kepada dirinya. Jaka melihat wajah Arsakha yang begitu mendung. Merasa tidak percaya dengan semua yang baru saja dikatakan oleh Nyi Rontek tentang saudaranya itu. Jaka pun terkejut karena secara tidak langsung Arsakha dan Jaka adalah saudara sepersusuan. Nyi Rontek mengatakan hal itu bukan tanpa alasan. Karena dia berpikir bahwa sudah saatnya Arskha berhak mengetahui siapa kedua orang tua kandungnya. Lantaran sebuah tragedi yang Nyi Rontek sendiri tidak tahu, tetapi takdir mengantarkan bayi itu bertemu dengannya. Suasana menghening sesaat. Setelah Nyi Rontek mengatakan sebuah fakta yang begitu mengejutkan kepada Arsakha. Hati Nyi Rontek pun bergetar. Hampir saja dia urungkan niatnya untuk mengatakan rahasia yang sudah dia simpan selama dua puluh tahun. Namun, sekali lagi Nyi Rontek merasa bahwa Arsakha berhak mengetahui yang sesungguhnya. “Ngger! Maafkan Ibu yang sudah menyimpan rahasia ini selama dua puluh tahun. Ibu pun merasa sangat dilema dengan apa yang terjadi. Di satu sisi Ibu ingin selalu kamu berada di samping Ibu untuk selalu menemani hingga akhir hayat. Tetapi di sisi yang lainnya, Ibu merasa kalau kamu berhak mengetahui jati dirimu yang sebenarnya.” Nyi Rontek berusaha tersenyum di depan Arsakha. Walau pada kenyataannya hatinya begitu teriris, terluka, jika Arsakha akan pergi meninggalkannya. ‘Ibu pun merasakan kepedihan. Tak akan mungkin kenangan ini, begitu mudah untuk ibu lupakan. Ibu memang sudah terbiasa hidup sendiri karena itu sudah menjadi pilihan hidup Ibu. Tapi kehadiranmu mengubah segalanya. Hidup Ibu menjadi semakin berwarna. Terima kasih, karena sudah hadir dalam kehidupan Ibu. Duh Gusti ... Maafkan hamba yang berharap diberi umur yang panjang untuk diberi kesempatan melihat kebahagiaan Arsakha yang bertemu dengan orang tua kandungnya,' batin Nyi Rontek begitu meronta menghadapi sesuatu yang membuatnya kelabu. “Ibu, Aku berharap semua ini adalah mimpi. Aku ingin terbangun dari mimpi itu dan Ibu memelukku. Tapi sepertinya, ini bukan mimpi. Apa salahku sampai orang tua kandungku membuangku sangat jauh ke muara?” hati Arsakha merasa sangat kecil dan kecewa berat. Dia mencoba menerka alasan kedua orang tuanya tidak menerimanya di dunia ini, hingga membuang jauh ke muara. “Dengarkan, Ibu! takdir itu memang sulit untuk ditebak. Sulit untuk dijalani dan sulit untuk diterima. Terkadang apa yang kita pikir itu baik, belum tentu Sang Hyang Widhi mengatakan kalau itu baik untuk kita. Seperti kisahmu yang tiba-tiba ditakdirkan bertemu denganku di Segara Lintang. Bukan tanpa alasan, Justru kau harus bisa mengungkap kebenarannya! Berkelanalah, Ngger! Ungkap semua misteri yang ada dalam hidupmu! Temukan kedua orang tuamu! Tanyakan kepada mereka tentang sebuah fakta yang kamu alami! Tanyakan alasan mengapa kau tiba-tiba berada di Segara Lintang.” Nyi Rontek memberikan sebuah nasehat yang begitu menyejukkan hati Arsakha. “Bagaimana aku bisa mencari mereka? Sedangkan yang aku kenal di dunia ini hanyalah Ibu, Bibi Kamini, Paman Kliwon, dan Jaka. Bahkan aku tidak tahu ke mana aku harus pergi? Bukankah dunia ini sangat luas, Bu? Biarlah masa laluku tetap menjadi sebuah misteri dalam hidupku. Biarlah aku raih masa depanku bersama kalian di sini!” Arsakha tidak mau pergi berkelana meninggalkan Rontek beserta keluarga kecilnya, Kamini, Kliwon, dan Jaka. “Itu tidak benar!” rontek meninggikan nada suaranya untuk yang pertama kali di depan Arsakha. Seketika Arsakha menunduk dan mencerna apa yang dimaksud oleh ibunya. “Kau tidak boleh menyerah begitu saja! Kau tidak boleh takut menghadapi kenyataan yang ada, Ngger! Kamu ini seorang pria yang harus siap menerima apa pun kenyataannya! Pahit sekalipun harus kamu jalani! Bukan terus pasrah dan tidak berbuat apa-apa demi sesuatu hal yang menurutmu aman! Tapi coba renungkanlah! Ungkap semua masa lalumu! Itulah alasan mengapa kamu di pertemukan denganku, Ngger! Supaya suatu hari nanti aku bisa menceritakan tentang kenyataan pahit dalam hidupmu sebagai tonggak untukmu melompat lebih tinggi! Jadilah pemuda yang kuat, tegar, dan tangguh! Ungkap semua masa lalumu! Karena kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam masa lalumu! Apa orang tuamu tengah mencarimu ke seluruh penjuru Negeri? Atau mereka tidak pernah menemukanmu? bisa saja mereka masih menunggumu kembali sampai detik ini! Ataupun mereka sudah tiada?” Rontek menatap dalam dan penuh makna kepada Arsakha. Pergilah! temukan jati dirimu! Setelah kau mengetahui fakta yang sebenarnya dan semua rahasiamu telah terungkap, kembalilah ke sini dan ceritakan kepadaku! Aku akan tenang setelah mengetahui kau sudah berbahagia dan mengetahui rahasia masa lalumu, Ngger!” Nyi Rontek kembali memberikan nasihat yang begitu berharga kepada Arsakha. Sedangkan Jaka hanya bergeming menatap Nyi Rontek dan Arsakha secara bergantian. Dia merasakan adanya kepedihan di dalam hati Arsakha. Namun ia berusaha untuk menutupinya dengan wajah yang tetap tegar menerima kenyataan ini. “Baiklah, Ibu ... jika itu yang menjadi perintahmu! Maka aku tidak bisa menolak untuk menjalankan semua perintah yang kau berikan kepadaku! Aku ingin menjadi anak yang selalu berbakti kepadamu! Aku akan kembali ke sini suatu hari nanti setelah aku mengetahui masa laluku dan siapa kedua orang tuaku.” Mau tidak mau, siap tidak siap, Arsakha memutuskan untuk berkelana mencari jati dirinya. “Aku ikut!” celetuk Jaka kepada Arsakha. “Kalau kamu ikut, nanti Paman Kliwon akan sedih, Bibi Kaminj akan kehilangan kamu, siapa yang akan menjaga mereka?” Arsakha berusaha untuk menenangkan Jaka yang terlihat ingin sekali ikut berkelana. “Tidak apa-apa, aku berkelana sendiri, untuk menemukan jati diriku yang sesungguhnya.” Arsakha mencoba tersenyum menatap Jaka yang merasa sangat kehilangan sosok Kakak baginya. Jaka hanya terdiam sembari menunduk. Dia merasa takut kalau Arsakha akan menemui kesulitan dan tidak akan kembali lagi ke hutan itu. Jika hal itu terjadi, dia akan bingung untuk mencari ke mana perginya Arsakha. “Jaka, kalau kamu ikut, kasihan ibumu! Dia pasti sangat kesepian! Biarlah Arsakha pergi mencari jati dirinya! Agar dia mengetahui siapa orang tua kandungnya! Kau tetap di sini bersama kami!” Nyi Rontek melarang Jaka untuk ikut pergi bersama Arsakha. Karena Rontek takut kalau Kamini akan kehilangan Jaka. Mengingat bahwa masa lalu Kamini pernah mengalami depresi akibat kehilangan anaknya. “Tapi ....” Jaka sangat berkeinginan untuk ikut berkelana bersama Arsakha. “Jaka! Yakinlah! Aku akan kembali Suatu hari nanti, setelah mengetahui siapa jati diriku yang sebenarnya! Tugasmu, menjaga Bibi Kamini dan Paman Kliwon! Tak lupa kau harus sering mengunjungi Ibuku di sini. Aku janji akan kembali!” sejak awal ketik Jaka dalam kandungan, Arsakha sudah menganggap Jaka seperti adik kandungnya sendiri. Memang mereka berdua adalah adik sepersusuan. Jaka hanya menunduk dia merasa kehilangan sosok seorang kakak yang sedari kecil sudah menemaninya dan memberikan banyak wawasan kepada Jaka. “Baiklah, saudaraku! Tapi berjanjilah! Kau akan kembali ke alas Nggaranggati ini!” Jaka mendukung untuk mencari jati dirinya. Jaka mengangguk untuk meyakinkan Arsakha yang masih bingung harus memulainya dari mana. setelah obrolan itu, mereka semua kembali ke dalam gua. Jaka sudah terlelap tidur ditemani Mindu. Sedangkan Arsakha masih terjaga dan duduk bersandar pada dinding gua. Nyi Rontek yang menyadari hal itu kembali mendekat kepada putranya. “Anakku! Besok pagi, ketika fajar mulai menyingsing, kau harusnya segera pergi meninggalkan hutan ini. Pergilah, Ngger! tidak usah resah! Yakinlah, kau akan menemukan jati dirimu yang sesungguhnya!” Nyi Rontek tersenyum kepada putra kesayangannya. “Tapi ... Aku bingung harus memulainya dari mana, Bu? Dunia ini sangat luas, bahkan aku tidak sanggup untuk membayangkannya.” Arsakha terus akan merasa galau karena dirinya tidak memiliki petunjuk apa pun, hingga Nyi Rontek mengeluarkan suatu benda yang hanya diketahui oleh dirinya. “Ngger! Lihat ini! Ibu menemukannya saat pertama kali mengganti selimut yang membalut tubuh mungilmu yang basah terkena air Segara. Bukalah! Tidak ada orang lain yang mengetahui hal ini kecuali aku dan kau!” Nyi Rontek memberikan kotak kecil yang berisi sebuah keris pusaka dan gelang berukir burung garuda. “Keris pusaka dan sebuah gelang berukir burung garuda yang mengepakkan kedua sayapnya?” Arsakha mengernyitkan dahinya sembari berpikir makna yang tersirat di dalam dua benda itu. “Benda itu bisa dijadikan sebuah petunjuk. Benda pusaka seperti itu biasanya hanya dimiliki oleh orang yang berdarah biru atau keturunan kerajaan. Namun, Ibu tidak mengetahui kerajaan mana tempatmu berasal. Mulailah melangkah menuju pegunungan Batur yang berada di Timur Laut. Setahu Ibu, di sana terdapat 5 kerajaan yang tunduk pada Majapahit, pergilah ke sana anakku! Semoga dua benda yang ada pada selimut bayimu ketika engkau pertama kali Ibu temukan, bisa menjadi petunjuk untuk menemukan siapa jadi dirimu yang sesungguhnya!” Nyi Rontek tersenyum kepada putra kesayangannya. Ia memiliki firasat kalau jawaban atas pertanyaan Arsakha berada di kerajaan Arundapati. Namun, Nyi Rontek berharap bahwa Arsakha memaknai setiap langkah dan perjalanan hidupnya. “Benda ini akan sangat membantuku menemukan keluargaku! Doakan aku ibu! Suatu hari nanti, aku janji akan kembali ke tempat ini setelah menemukan jati diriku yang sesungguhnya.” Arsakha membalas senyuman ibunya. “Jika kau sudah menemukan jati dirimu, ingatlah! Tetap rendah hati, menerima setiap takdir dan menikmati sebuah proses kehidupan. Inilah kenyataan yang harus Kau jalani. Bantulah orang-orang yang tengah dilanda kesusahan, selama kamu mampu! Hormatilah orang yang lebih tua! Selalu berbuat baik dan menjaga budi pekerti luhur! Jika ada yang menyerangmu bertahanlah! Jika mereka membahayakan nyawamu maka lawanlah dan pertahankan keselamatanmu! Jadilah kesatria yang penuh rasa tanggung jawab! Jadilah kesatria yang tetap membela kebenaran juga keadilan! Basmi semua kebatilan yang kau temui selama perjalananmu! Kembalilah ke sini setelah kamu mengetahui jati dirimu! Ceritakan kepada Ibu tentang perjalanan hidupmu kepada Ibu, agar ibu bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang setelah kau berhasil menaklukkan setiap ujian hidupmu!” Nyi Rontek sang pertapa wanita terlihat menahan derai air matanya yang tidak dapat dibendung lagi. Dia tetap tersenyum untuk memberikan dukungan kepada Arsakha. “Bu, terima kasih sudah merawatku dan mengajarkanku banyak hal. Tanpa Ibu, mungkin saat itu aku sudah menjadi buruan hewan laut. Terima kasih sudah menjadi panutan dalam kehidupanku! Tanpa Ibu, aku hanyalah selembar pelepah kayu yang kosong tanpa ada ukiran di dalamnya. Berkat Ibu, aku memiliki wawasan dan ilmu kanuragan sebagai bekal perjalananku untuk mencari jati diri dan keluarga kandungku. Selalu doakan aku, Bu! Agar aku selalu dilindungi oleh Sang Hyang Widhi di setiap langkahku!” Arsakha mencium punggung tangan Nyi Rontek. Saat itu untuk pertama kalinya tangisan Rontek pecah. air matanya berderai menganak sungai, mengantar kepergian Arsakha yang sebentar lagi akan mengarungi perjalanan panjang berkelana menuju pegunungan Batur. *** Bagaimana kisah perjalanan Arsakha dalam mencari jati dirinya? Halangan dan rintangan apa yang akan dia temui di luar sana? Mampukah dia bertahan dan menemukan masa lalunya? Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN