2

1019 Kata
Hari Senin tiba, Risa sudah bersiap pagi-pagi sekali. Berpakaian Serapi mungkin, tak mau mempermalukan diri sendiri. Berangkat menuju kantor pusat, Risa naik taksi dari apartemen mewah yang sengaja disediakan pihak kantor untuknya. Apartemen yang pasti memiliki harga fantastis. Di dalam taksi, Risa tak bisa untuk tak gugup. Dia berbeda gelisah, takut dan khawatir. Jantungnya berdegup kencang, dengan perasaan yang tak menentu. Menjadi sekretaris direktur utama jelas menjadi sebuah impian besar baginya. Tapi, ada yang mengganggu pikiran Risa. Membuat Risa tak bisa tenang dan rileks. Beberapa menit di jalan, akhirnya Risa sampai di kantor pusat. Kantor yang memiliki puluhan lantai, yang sangat tinggi. Saat di lobi, Risa sempat kebingungan harus pergi ke mana. Beruntung, seorang pria berbadan tegap datang menghampirinya. Memberikan senyuman yang super ramah. "Marisa Adriana? Sekretaris pindahan dari kantor cabang Surabaya?" Pria dengan name-tag Keanu itu bertanya ramah pada Risa. Membuat kegugupan Risa sedikit berkurang. "Iya, Pak." Risa menjawab singkat disertai anggukan kepala. "Kalau begitu, mari ikuti saya." Keanu, mengajak Risa untuk mengikutinya. Tak mau berpikir macam-macam dulu, Risa pun langsung mengikuti langkah Keanu menuju lift. Setelah menaiki lift, akhirnya mereka sampai di lantai 27, lantai tempat direktur utama bekerja. Di depan ruangan direktur utama, ada sebuah meja yang cukup luas dengan segala macam alat elektronik yang akan dibutuhkan. Tanpa sadar, Risa tersenyum. Ah, lengkap sekali. "Kami harap, Anda seperti yang di deskripsikan oleh Pak Hendra. Karena setahun belakangan ini, banyak yang kinerjanya kurang bagus hingga Pak Direktur memecatnya langsung." Keanu berbicara, dengan nada penuh harapan. Seolah dia ikut pusing karena salah merekrut sekretaris. "Saya akan berusaha sebaik mungkin," balas Risa yang sudah kebingungan ingin bicara apa. Sampai di meja kerjanya, Keanu menjelaskan semua yang mungkin belum diketahui oleh Risa. Risa pun menerima semua penjelasan dari Keanu dengan baik. "Ah, sudah jam delapan. Sebentar lagi Pak Andra datang," ucap Keanu seraya melihat jam tangannya yang mewah. Mendengar ucapan Keanu, Risa terbelalak kaget. Menatap Keanu dengan tatapan yang sulit diartikan. "A-andra?" tanya Risa tergagap. Keanu menatap Risa dan tersenyum. Kemudian mengangguk. "Iya. Direktur utama kita namanya Andra Pratama. Masih tergolong muda untuk seorang direktur. Namun, ketekunannya tak bisa disepelekan," jawab Keanu. Mendengar itu, Risa terdiam. Tahu nama lengkap direktur utama yang akan menjadi atasannya, rasanya Risa langsung lemas. 'Andra Pratama? Tidak, tidak. Tak mungkin dia.' Batin Risa terus berbicara gelisah. Lirikan matanya memperlihatkan bagaimana perasaannya sekarang. Di dekat meja kerja barunya, Risa berdiri menunggu kedatangan atasannya ditemani oleh Keanu. Berdiri dengan perasaan gelisah yang tak kunjung hilang. Beberapa menit menunggu, orang yang ditunggu mereka berdua pun datang, keluar dari dalam lift. Langkah sepatunya menggema di sana. Membuat jantung Risa berdetak semakin cepat setiap detiknya. "Selamat pagi, Pak." Keanu menyapa, seraya membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat. Risa mengikuti gerakan Keanu dengan kepala yang terus menunduk. Rasanya tak sanggup untuk mendongak, dan menatap orang di hadapannya. Walaupun bisa saja, orang di hadapannya kini bukanlah orang yang sama dengan yang Risa kenal. "Ini sekretaris yang direkomendasikan oleh Pak Hendra tempo hari. Namanya Marisa Adriana." Keanu mengenalkan Risa pada sang direktur. Perlahan dengan rasa takut, Risa pun mendongak. Hatinya mencelos, melihat orang di depannya kini. Ah, kegelisahannya ternyata benar terjadi. "Bekerjalah dengan baik." Singkat, padat dan jelas. Tanpa bicara banyak lagi, sang direktur utama langsung masuk ke ruangannya. Keanu yang melihat itu menatap punggung atasannya dengan heran. Biasanya, atasannya itu akan bertanya secara detail tentang sekretaris barunya. Tapi sekarang, tidak. "Mulailah bekerja. Semoga Anda betah di sini," ucap Keanu. Setelah itu, Keanu pergi meninggalkan Risa. Pekerjaannya di lantai lain sudah menunggu. *** Di ruangan kantornya, Andra terdiam dengan mata menatap kosong meja kerjanya. Dia masih tak percaya, kalau yang menjadi sekretarisnya adalah Risa, mantan istrinya. Ah, kenapa juga harus dia? Andra menghembuskan nafas pelan, dan memijit keningnya sendiri. Rasanya, jadi beban tersendiri bagi Andra jika yang menjadi sekretarisnya adalah mantan istrinya sendiri. Memang, dulu dia dan Risa menikah karena dijodohkan, bukan karena saling mencintai. Pernikahan mereka pun terhitung singkat, hanya berjalan selama satu bulan saja. Tak ada yang perlu jadi pikiran sebenarnya. Tetapi, tetap saja suasananya akan jadi canggung. "Kau harus bisa profesional Andra." Andra bergumam pada dirinya sendiri. Setelah memantapkan hati, Andra pun berjalan mendekati pintu ruangannya. Membukanya, kemudian berjalan mendekati meja kerja Risa. Risa yang melihat kedatangan Andra langsung berdiri dan membungkukkan badan. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Risa bertanya. Tatapan matanya fokus ke bawah, enggan menatap wajah Andra secara langsung. "Tolong atur jadwal rapat dengan benar. Dan, aku mohon bersikap lah profesional. Aku harap, status kita tidak membawa pengaruh negatif pada pekerjaanmu," ucap Andra. Secara tak sadar, dia berbicara non-formal terhadap Risa. Mendengar itu, Risa langsung mengangguk. Andra tak bicara lagi dan kembali masuk ke ruangannya. Sementara Risa, berusaha menetralkan degup jantungnya yang menggila. Ini bukan karena dia malu berhadapan dengan Andra. Tapi, karena mungkin tak nyaman saja bekerja menjadi sekretaris mantan suaminya sendiri. Menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Memejamkan mata, Risa berusaha menenangkan dirinya sendiri. Membuat tubuhnya rileks dan tidak tegang di hari pertama bekerja. "Oke, Risa. Kamu bisa. Tak ada hal spesial antara kamu dan dia. Jadi, kamu harus bersikap biasa saja dan profesional." Setelah mengucapkan itu, Risa kembali berkutat dengan komputernya. *** Malam hari, seperti biasanya. Keluarga besar Pratama melaksanakan makan malam keluarga. Andra yang suasana hatinya kurang baik terus saja ditanyai oleh keluarganya. "Bagaimana sekretaris barumu, Ndra? Tak modal tampang saja kan?" Yudha, sang kakak bertanya penasaran. Sukma, Irwan, dan Briana ikut menatap Andra, menanti jawaban. "Hm." "Kerjanya bagus kan? Masa iya mau kamu pecat lagi." Sukma menimpali. Andra hanya diam dan berusaha fokus pada makanannya. Ah, bagaimana respon keluarganya saat tahu kalau sekretaris barunya adalah Risa? "Siapa namanya? Cantik nggak?" Briana bertanya, dengan senyuman menggoda. Sukma ikut terkikik melihat wajah masam Andra. "Jangan pasang wajah gitu dong, Ndra. Ya, bisa aja kan nanti cinlok," goda Briana. Andra mendengus dan membuang wajah kesal. Nafsu makannya hilang seketika karena godaan kakak iparnya itu. Tak mau terus ditanyai, Andra pun segera minum dan pergi meninggalkan ruang makan. "Dia kenapa sih? Biasanya dia tak susah menjelaskan watak sekretarisnya. Mau buruk atau baik," ucap Sukma keheranan melihat kelakuan anak bungsunya. "Mungkin Andra sedang kelelahan," timpal Irwan. Setelahnya, tak ada pembicaraan lagi. Mereka kembali fokus pada makanannya masing-masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN