Bab 10. Kemarahan Kakek

1138 Kata
Pintu rumah kediaman Adiwijaya terbuka dari dalam. Bi Sumi membukanya dan melihat ada Mutiara sedang berdiri di depan pintu. Mutiara sedang memakai baju handuk kimono dan rambutnya basah. Tentu saja bi Sumi terkejut melihat mereka. "Nona Mutia?! Kenapa ada di sini?!" sapa bi Sumi. Kebetulan sang kakek ada di ruang tamu. Sang kakek pun mendengar bi Sumi mengatakan nama Mutia. Kakek Elfan akhirnya berjalan mendekat ke arah pintu. Kakeknya juga terkejut melihat Mutiara yang sudah ada di pintu malam ini, padahal tadi pagi dia sudah berangkat bulan madu. Bi Sumi membantu Mutiara berjalan masuk. "Mutia? Kenapa kamu kembali lagi? Bukankah kamu seharusnya pergi bulan madu?" tanya sang kakek saat sudah ada di samping Mutiara. "Tadi kata pak Elfan, dia sedang ada urusan mendadak di kantor. Jadi, kita terpaksa kembali lagi ke sini, Kek," jawab Mutiara. "Lalu sekarang di mana Elfan?" "Dia langsung ke kantor setelah mengantarku, Kek." "Dasar! Keterlaluan! Membatalkan rencanaku begitu saja! Dia juga membiarkan istrinya sendiri!" ungkap sang kakek kesal. "Ya sudah, kalau begitu masuklah dan istirahat," tambah kakeknya. "Baik, Kek. Tapi ... sebelum itu, apa saya boleh makan dulu?" tanya Mutiara ragu-ragu. "Memangnya kamu belum makan?!" tanya kakeknya lagi. Mutiara hanya menggelengkan kepala menjawab sang Kakek. Kakeknya pun kembali menghela nafas geramnya. Tidak habis pikir dengan cucunya itu. Sang kakek kembali melihat Mutiara. "Kamu kenapa memakai baju handuk begitu? Kamu Juga kelihatan seperti kedinginan begitu?" tanya Kakeknya lagi. "Sebenarnya tadi saya sempat tenggelam di kolam. Untungnya pak Elfan segera menolong saya, Kek," jawab Mutiara bicara jujur. "Tetap saja! Dia tidak bertanggung jawab! Meninggalkan istrinya dalam keadaan seperti ini! Dia bukan cucuku kalau lalai dari tanggung jawab seperti ini!" ujar kakeknya yang marah. *** Elfan berjalan cepat setelah turun dari mobilnya. Ketika sudah sampai di depan MF Group, alias Mega Food Group perusahaannya, Sam sudah berdiri untuk menunggunya datang. Elfan mendekati Sam. "Maaf, mengganggu waktu Anda, Tuan," kata Sam pada Elfan. "Mana Kevin?!" tanya Elfan setengah panik. "Tuan Kevin sudah menunggu Anda di dalam klinik, Tuan." Tanpa perlu berkata apa pun lagi, Elfan segera berjalan melewati Sam. Ia menuju ke arah klinik yang ada di dekat ruang produksi. Sam dengan sergap mengikuti Elfan di belakangnya. Sekitar beberapa detik, mereka sudah sampai di depan klinik. Elfan berjalan dengan langkah lebar membuka pintunya dengan setengah tergesa. Setelah membuka pintu, Elfan melihat salah seorang karyawannya sedang duduk di sofa dan kepalanya sedang berbalut kain kasa. Kevin juga ada di sana. Elfan menautkan kedua alis cemas melihat karyawannya itu. Ia berjalan mendekat. "Kau tidak apa-apa?!" tanya Elfan pada karyawan tersebut. "Tidak, Pak. Saya tadi hanya tidak hati-hati mengatur suhu. Jadi entah kenapa open yang saya gunakan tiba-tiba saja meledak. Untung saja yang ada di sana hanya saya," jawab karyawan tersebut. "Tadi dia langsung ditangani oleh dokter klinik. Untungnya tidak ada cidera yang serius. Kata dokternya setelah ini, ada tim yang akan membawanya ke rumah sakit," jelas Kevin. Elfan menghela nafas lega mendengar penjelasan Kevin. "Maafkan saya, Pak," kata karyawan tersebut. "Tidak apa-apa. Yang penting kau selamat," ujar Elfan. "Ya sudah. Kalau begitu, aku tinggal dulu, ya. Tunggu saja orang klinik yang akan membawamu ke rumah sakit setelah ini," kata Elfan pada karyawan yang terluka itu tadi. "Baik, Pak," jawab karyawan itu. "Jangan khawatir. Aku akan menjamin semuanya baik-baik saja!" tegas Elfan lagi. Karyawan tersebut hanya menganggukkan kepala pelan. Setelah itu, Elfan keluar dari ruangan klinik tadi. Kevin dan Samuel juga mengikutinya. Setelah mereka berada di luar klinik, mereka bertiga saling berhadapan. "Vin, maaf aku tidak bisa menemanimu sendiri hari ini," ujar Elfan pada Kevin. "Tidak apa-apa. Aku tahu kau sedang bulan madu?" balas Kevin dengan menaik-naikkan kedua alis menggoda Elfan. "Sudahlah! Kau tahu kalau aku hanya dipaksa kakekku!" sanggah Elfan. "Oh, iya! Ngomong-ngomong, maaf waktu pernikahanmu aku tidak sempat datang waktu itu. Kau tahu kalau aku masih di Paris waktu itu." "Jangan terlalu dipikirkan. Lagi pula, pernikahanku tidak penting." "Jujur saja, aku kaget mendengar kabar kalau kau menikah. Aku pikir Mirna sudah kembali dan ...." Kevin menghentikan kalimatnya sendiri karena melihat Elfan yang menatapnya kesal. Kevin kembali tersenyum melihatnya. "Maaf ... maaf. Jadi, bagaimana istrimu? Dia pasti sangat cantik." "Dia hanya bocah kecil yang tidak tahu apa-apa! Entahlah? Karena kakekku, aku jadi terjebak di antara semua ini!" "Nikmati saja. Aku bahkan iri kau sudah menikah." "Sudahlah! Jangan bahas pernikahan lagi!" Elfan mengibaskan tangannya pelan. "Jadi bagaimana kabar restoranmu yang ada di Paris?" tanya Elfan lagi yang kembali fokus. "Sudah membaik. Kemarin oknum yang mencoba menjelekkan nama restoranku sudah ditangkap. Dia juga sudah melakukan klarifikasi," jawab Kevin. "Baguslah." Elfan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau begitu, sekarang aku akan memeriksa kerusakan yang ada di ruang produksi," ujar Elfan lagi. "Aku ikut denganmu," ujar Kevin. Baru mah melangkah, tiba-tiba ponsel Elfan berdering. Elfan pun terhenti dan mengambilnya dari saku. Ia melihat layar ponselnya ada nomor resepsionis vila yang sedang menghubunginya. Membuat Elfan menautkan kedua alis sejenak. Elfan lalu memberi kode pada Kevin untuk mengangkat panggilan sebentar. Kevin pun menyetujuinya. "Halo?" sapa Elfan setelah ponsel menempel di telinga. "Tuan, Elfan? Kami sudah mengantar makanan yang anda pesan dari tadi. Tapi, Anda tidak ada di vila. Kami sudah menunggu sekitar dua jam di sini, tapi Anda belum juga kembali. Jadi, bagaimana ini?" tanya resepsionis tersebut. Elfan pun memejamkan mata dan menghela nafas berat. Ia sampai lupa soal itu. "Bawa kembali saja makanannya. Bagikan pada pegawai lain. Aku akan membayar semuanya," pinta Elfan. Setelah itu, Elfan menjauhkan ponsel sebelum sempat resepsionis tadi bertanya atau tidak. Kemudian, Elfan kembali menghela nafas beratnya sembari memegangi pelipisnya. Kevin memperhatikannya. "Ada apa?" tanya Kevin penasaran. "Tidak ada apa-apa. Hanya sedikit masalah kecil. Ayo! Aku harus segera melihat mesin pemanas yang meledak itu," kata Elfan lagi. "Elfan!" Belum sempat melangkah, lagi-lagi Elfan dihadang oleh seseorang. Dari arah belakang, kakek Elfan tiba-tiba datang. Otomatis, semuanya menoleh ke arah sang kakek. Kevin pun sama, melihat sang kakek yang berjalan mendekat dengan tatapan marahnya itu. "Kau mau ke mana?!" tanya sang kakek saat sudah berada di dekat Elfan. "Kakek, kenapa ada di sini?" Elfan balik bertanya. "Kau! Kenapa kau meninggalkan istrimu begitu saja! Lihat! Mutia sekarang masih kebasahan di rumah dan dia belum makan dari tadi siang!" keluh sang kakek. Kevin dan Sam yang mendengar kakeknya itu menautkan kedua alisnya heran. "Kakek tidak tahu apa yang sudah terjadi di sini!" sanggah Elfan melakukan pembelaan. "Sudah! Karena kau tidak bertanggung jawab pada istrimu, aku akan menghukummu! Batalkan acara rapat dengan dewan direksi lusa nanti!" tegas sang kakek. Elfan pun langsung membelalakkan kedua mata terkejut. "Tapi, Kek! Mana bisa?! Itu adalah rapat penting yang sudah aku rancang berbulan-bulan!" "Kakek tidak peduli! Tanggung jawab keluarga lebih penting! Kakek ingin kau belajar lagi soal ini!" pinta kakeknya kembali. Setelah itu, sang kakek membalikkan badan. Beliau kembali berjalan menjauh meninggalkan ketiga pria matang yang sama-sama berdiri di sana dengan keheranan. Mendadak, Elfan merasa kesal sendiri. "Apa sebenarnya yang gadis kecil itu adukan pada kakek?!" lirih Elfan berbicara pelan dengan nada kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN