Bab 2. Kalian Harus Menikah

1477 Kata
Mutiara berjalan linglung. Dari tadi isi kepalanya terasa penuh dengan kejadian tadi malam yang samar-samar melintas di memori. Benar-benar tidak bisa dimengerti. "Apa yang aku lakukan tadi malam? Kenapa aku bisa seperti itu?" gumam Mutiara dalam hati. "Tapi bagaimana ini? Aku sudah tidak perawan lagi. Aku saja belum pernah merasakan pacaran. Kenapa aku malah berakhir satu ranjang dengan om-om sombong seperti pak Elfan?!" Masih berbicara dalam hati. Mutiara yang berjalan lalu terhenti sebentar. Ia sudah sampai di depan tempat tinggalnya. Ketika akan masuk, mendadak hatinya merasa sesak. Air matanya menggenang di kelopak mata karena merasa kebingungan sendiri dan tidak ada tempat untuk mengadu. Mutiara lalu menyeka bulir air mata yang hampir jatuh di pipi. Untuk sementara waktu, ia harus melupakan kesedihannya dulu. Ia harus segera pergi bekerja hari ini. Mutiara lalu melanjutkan jalannya masuk ke dalam sebuah rumah dan langkah kakinya amat lemas. "Mutia?! Kamu baru pulang?!" Seorang perempuan tengah baya segera berlari ke arah Mutiara saat tahu Mutiara baru memasuki rumah. Perempuan itu memasang wajah antuasias. Mutiara melihat perempuan itu dan langsung mengkerutkan kening. "Kamu baru datang?! Bagaimana?! Apa kamu sudah menghabiskan malam dengan Pak Elfan?" tanya perempuan tadi. "Apa yang Tante bicarakan?" Mutiara ganti bertanya. Tante Mutiara pun jadi bingung mendengar ekspresi Mutiara itu. "Loh?! Apa mungkin obatnya tidak bekerja ya? Padahal kemarin aku melihat sendiri kamu masuk ke kamar Pak Elfan," gumam sang Tante berbicara sendiri dengan pelan. "Kamu yakin sudah memberikan minuman itu pada pak Elfan, kan?" tanya Tante lagi. Mutiara menautkan kedua alisnya geram. "Jadi benar Tante mencampurkan sesuatu ke minuman itu?!" Mutiara setengah menaikkan nada bicaranya. "Tentu saja! Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menggoda pak Elfan? Kamu tetap tidak mau! Aku terpaksa memberikan obat perangsang pada minuman yang kamu berikan itu!" jelas tantenya. Mutiara terdiam membeku sejenak. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap tantenya tersebut. "Bagaimana bisa Tante sejahat itu padaku?! Pantas saja aku tidak sadar tadi malam!" "Jadi benar kamu sudah menghabiskan malam bersama pak Elfan, ya?!" tanya tantenya dengan ekspresi girang. Mutiara semakin tidak habis pikir. "Kenapa Tante tega sekali?! Aku harus kehilangan keperawananku!" "Hei! Dengar, ya! Hutang orang tuamu itu sangat banyak sekali! Bahkan keperawananmu saja tidak bisa membayarnya!" Mutiara terdiam sembari mengepalkan tangannya erat-erat. Ia benar-benar merasa sangat kesal dan marah. Ia ingin sekali mencakar habis wajah tantenya itu! Namun, ia masih harus menahannya. "Sudah! Sekarang begini saja! Kamu sudah bermalam dengan pak Elfan. Kita harus minta tanggung jawabnya agar dia mau menikahimu!" pinta tantenya. "Tidak akan! Sampai mati pun, aku tidak akan melakukannya!" Mutiara lalu melanjutkan jalannya dan ia melewati tantenya untuk masuk ke dalam kamarnya. "Tunggu!" Tantenya mencengkeram lengan tangannya mencegahnya masuk. "Lancang sekali kamu pergi sebelum aku selesai bicara?! Kamu mau ke mana, hah?!" "Ke mana lagi? Restoran akan segera buka. Aku harus siap-siap untuk bekerja, kan?" "Sudahlah! Kamu tidak perlu bekerja hari ini." "Apa? Kenapa? Apa hari ini Tante tidak membuka restorannya?" "Tentu saja hari ini kita tutup. Kita akan ke suatu tempat," kata tantenya dengan senyum seringai liciknya. Ia lalu kembali berfokus pada Mutiara. "Mutia! Setelah ini berdandanlah yang cantik! Tante akan membawamu ke suatu tempat!" "Ke mana?" "Sudah! Jangan banyak tanya! Cepat persiapkan dirimu!" *** Mutiara bersama keluarga Harimurti sudah tiba di depan sebuah rumah mewah yang sangat besar. Ia datang dengan tantenya, Nining dan omnya yang bernama Farid Harimurti. Mereka bertiga berdiri di depan rumah megah itu sembari memandanginya. "Rumah siapa ini?" tanya Mutiara pada om dan tantenya. "Ini rumah orang besar," jawab om Mutiara. "Memangnya om kenal?" "Tentu saja! Kita juga akan semakin kenal dekat setelah kita masuk," jawab omnya. Tante Mutiara lalu melihat ke arah Mutiara. "Mutia! Saat kamu ada di dalam nanti, kamu diam saja dan kamu harus menuruti apa pun perintah Om dan Tantemu ini. Mengerti!" Mutiara mengkerutkan kening curiga. Pasti ada yang tidak beres dengan kelakuan om dan tantenya itu. Mendadak mereka menutup restoran lebih awal dan menyuruh Mutiara ke sini. Pasti mereka sedang merencanakan hal yang buruk lagi. Kali ini apa lagi? Apakah Mutiara disuruh untuk merayu bos besar yang ada di dalam rumah ini lagi? Mutiara ingin memberontak. Namun, apa daya? Karena orang tuanya yang sudah tiada dan meninggalkan banyak hutang pada om dan tantenya, membuat Mutiara harus menyerahkan hidupnya pada mereka. "Ayo cepat masuk!" ajak omnya. Mereka bertiga pun berjalan mendekati pagar dan akan masuk ke rumah megah tersebut. Namun, mereka dihadang oleh security yang berjaga di sana. Menghentikan langkah ketiga orang tadi. "Siapa kalian?" tanya satpam tersebut. "Perkenalkan. Kamu dari keluarga Harimurti. Kami ingin menemui Pak Adiwijaya," jawab om Mutiara. "Apa sudah membuat janji?" Om dan Tante Mutiara pun terdiam. Tentu saja mereka tidak membuat janji sebelumnya. Tepat saat itu, seorang laki-laki tua pemilik rumah ini mengetahui kejadian di pagar. Laki-laki tua yang sedang berjalan di taman, melihat ada tiga orang asing di pagar mereka. Tunggu! Laki-laki tua itu menyadari sesuatu. Ia melihat Mutiara, perempuan yang tidur bersama cucunya pagi tadi. Ya! Laki-laki tua itu adalah kakek Elfan, sang pemilik rumah ini. Beliau bernama Agung Adiwijaya. Sang kakek pun segera berjalan menghampiri ketiga orang itu. "Siapa mereka?" tanya kakek pada security. Membuat security langsung menoleh ke arah Pak Agung. Begitu juga dengan om dan Tante serta Mutiara. "Pak Agung! Tolong kami, Pak. Kami ingin menuntut keadilan," ujar om Mutiara memohon. Mutiara pun heran dengan sikap om-nya tersebut. "Lancang kau! Pergilah!" usir security tersebut. "Sudah, biarkan mereka masuk," pinta sang kakek. Mendengar perintah kakek itu, tentu saja om dan Tante Mutiara sangat kegirangan. Mereka pun melangkah masuk dan berjalan mengikuti kakek masuk ke dalam rumah. Sampainya di dalam mereka dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu. "Apa aku mengenal kalian sebelumnya?" tanya sang kakek terlebih dahulu. "Saya adalah Farid Harimurti. Pemilik restoran yang menjadi jasa catering yang Anda pesan waktu malam pesta perjamuan acara kantor Anda tadi malam, Pak," ujar om Mutiara memperkenalkan diri. "Ada masalah apa? Apa asistenku belum membayar catering-nya?" "Tidak, Pak. Saya datang ke sini untuk mencari keadilan, Pak. Cucu Anda sudah merenggut keperawanan keponakan saya, Pak," jawab Farid. Otomatis Mutiara langsung membelalakkan kedua matanya. Ia menoleh ke arah omnya dan menatapnya tajam. Rupanya ini rencana mereka? Mutiara lalu melihat ke arah kakek pemilik rumah ini. Ia baru tahu kalau ternyata beliau adalah kakek Elfan, sang pemilik.Mega Food Group, perusahaan makanan yang ternama itu. Jadi ini rumah mereka. Namun, bukan itu masalahnya sekarang. Mutiara sedang terjebak dalam masalah pelik dan ia bingung bagaimana membawa dirinya. "Kenapa bisa begitu?" tanya sang kakek mengembalikan fokus mereka. "Tadi malam kami mencari Mutiara ke mana-mana. Baru tadi pagi dia pulang ke rumah dan menceritakan semuanya. Katanya pak Elfan sudah memaksanya ke kamar dan terjadilah hal yang tidak diinginkan itu," jelas tantenya. Tepat saat itu, Elfan yang berjalan melintas ke arah ruang tengah mendengar namanya disebut. Ia melihat kakeknya sedang berbicara dengan orang lain. Elfan bersama Samuel, asistennya jadi ingin tahu dan mendekat. Ketika sudah tiba, Elfan terkejut melihat Mutiara. Gadis yang tidur dengannya tadi malam kenapa bisa ada di sini?! "Nah! Itu dia!" seru Tante Mutiara menunjuk Elfan begitu melihat Elfan mendekat. Mutiara pun mengangkat kepala dan melihat Elfan berdiri di sekitar mereka. Membuat Mentari melebarkan kedua matanya kaget. "Kenapa dia ada di sini?! Benar-benar sangat memalukan!" gumam Mutiara dalam hati. "Dia yang sudah memaksa keponakanku ke kamar dan berbuat hal yang tidak senonoh pada keponakanku!" lanjut tantenya. Elfan baru paham situasi yang terjadi. Ia lalu melihat ke arah Mutiara yang salah tingkah melihatnya. Elfan terus memperhatikannya. Kemudian, ia mendengkus remeh ke arah Mutiara. "Pantas saja kamu tidak mau mengambil black card dariku. Ternyata ini tujuanmu, ya?" kata Elfan tertuju pada Mutiara. Mutiara tentu saja tidak terima mendengarnya. "Jangan asal bicara! Aku hanya—" Mutiara mendadak terhenti berbicara. Ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena tantenya menginjak kakinya. Memberi kode pada Mutiara untuk diam. Mutiara pun terpaksa menundukkan kepalanya dan tidak bicara. "Kamu!" tunjuk tantenya pada Elfan. "Kamu sudah berbuat hal buruk pada keponakanku!" tambahnya. Elfan mengabaikan Tante Mutiara. Ia lalu melihat ke arah Mutiara yang masih menundukkan kepalanya. "Hoi!" panggil Elfan pada Mutiara. Sehingga Mutiara mengangkat kepala melihat Elfan. "Apa kamu akan diam saja? Kita berdua tahu pasti kejadiannya, kan? Katakan apa yang terjadi di antara kita berdua," pinta Elfan masih nampak tenang. Mutiara tentu saja kebingungan. Namun, tantenya menginjak kaki Mutiara dan menekannya. Mutiara tahu apa jadinya kalau ia melawan kalimat tantenya itu. "Aku ... aku yang salah," jawab Mutiara ragu-ragu. "Bohong!" ucap si Tante. "Mutia! Apa kamu sudah diancam olehnya? Bicaralah yang jujur!" ujar tantenya berbicara pada Mutiara sembari memelototinya. Memberi kode pada Mutiara supaya dia menurut. Mutiara pun serba salah dan ketakutan. "Siapa yang mengancamnya?" tanya Elfan. "Kaulah yang lebih kelihatan seperti itu," ujar Elfan pada tantenya. "Kamu pintar sekali berdalih!" balas Nining. "Apa kalian semua mau aku laporkan ke kantor polisi?! Kalian bisa—" "Cukup!" potong sang kakek atas perdebatan antara Elfan dan Tante Mutiara. "Elfan! Kau harus menikahi gadis bernama Mutiara ini!" ujar sang kakek. Elfan pun langsung terhenyak mendengarkan perintah tidak terduga dari kakeknya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN