Bab 1. Pengaruh Obat Perangsang

1548 Kata
"Eeem ... hmmm ...." Rintihan manja terdengar lamat-lamat dari suara Mutiara. Ia tidak bisa berbicara karena mulutnya terkunci oleh ciuman nakal Elfan. Kedua tangannya tidak bisa bergerak karena terkungkung oleh tangan Elfan yang menahannya. "Apa yang dia lakukan? Kenapa dia menciumku dengan amat b*******h?" gumam Mutiara dalam hati. Elfan memejamkan kedua mata dan terus memutar-mutar bibirnya. Sekian detik Elfan menjauhkan wajah dari Mutiara. Mereka saling tatap dengan deru nafas tidak beraturan. Mutiara mengerjapkan kedua mata perlahan. "Pak Elfan? Kenapa Anda menciumku? Aku ... eeemm—" Lagi-lagi Elfan menagutkan bibirnya. Kali ini lebih liar dan nakal. Cengkeraman tangan Elfan lebih erat menahan pergelangan tangan Mutiara. Membuat Mutiara tidak berdaya. Hanya semakin merintih perlahan. "Kenapa aku diam saja dicium olehnya? Jadi begini rasanya ciuman di bibir itu? Kenapa sangat enak sekali?" Mutiara masih berbicara dalam hati. Sekian detik berjalan, akhirnya Mutiara menutup kedua matanya ikut menikmati rasa ciuman panas pertamanya. Perlahan Elfan menggeser bibirnya. Ia mulai mencium dan menggigit area leher Mutiara. Desahan secara refleks terdengar manja di telinga Elfan. Semakin memicu hormon libido Elfan. Elfan memberi bekas tanda merah dengan gigitan nakalnya di leher Mutiara. Membuat Mutiara menggeliat perlahan akan sentuhan Elfan. Di atas ranjang panas itu mereka sudah saling menikmati bibir satu sama lain selama sekitar lima belas menit lebih. Meski Mutiara sedang dalam pergulatan hati antara mau dan tidak, namun ia terus membalas ciuman Elfan. Bahkan mereka saling memainkan lidah satu sama lain. Keduanya memejamkan mata dengan merasakan sensasi masing-masing. "Kenapa tubuhku rasanya panas sekali? Apa yang aku lakukan? Bukankah ini seharusnya tidak boleh?" ungkap Mutiara masih dalam hati. Sekian detik, Elfan melepaskan ciumannya. Ia lalu menahan kedua tangan Mutiara dan melihat Mutiara dengan tatapan dalam. Mutiara juga membalas tatapan Elfan lekat-lekat. "Astaga! Kenapa dia tampan sekali? Aku memang pernah mendengar pimpinan Mega Food Group sangat tampan. Tapi dia jauh lebih tampan kalau dilihat dari dekat seperti ini. Meski dia jauh lebih tua dariku, tapi tetap saja dia sangat tampan. Apa dia sudah sering main perempuan seperti ini?" gumam Mutiara dalam hati. Elfan mulai melucuti pakaian Mutiara perlahan-lahan. Membuat jantung Mutiara bergema amat keras tidak terkontrol. Namun, Mutiara antara sadar dan tidak, ia masih ingin melindungi dirinya. "Tunggu! A ... apa yang kamu lakukan?! Hentikan! Kita tidak boleh—" Lagi-lagi, kalimat Mutiara terpotong oleh ciuman ganas Elfan. Mutiara tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Tapi ... kenapa rasanya sangat nikmat sekali?! Mutiara pun akhirnya pasrah dengan gerakan Elfan yang mulai melepaskan pakaiannya itu. Elfan mulai memainkan tangannya untuk menyentuh dan meraba setiap lekuk tubuh Mutiara yang seksi itu. "Kenapa aku semakin resah merasakan sentuhannya?" gumam Mutiara dalam hati. Sekian detik berlalu, Mutiara semakin gelisah. Rangsangan Elfan justru membuatnya semakin ingin dicium dan disentuh. Mutiara tidak peduli lagi! Ia membantu Elfan melepaskan pakaiannya. Ia benar-benar tidak sadar melakukan hal itu. Apa yang membuat Mutiara kerasukan kali ini? Ia menginginkan hal itu sekarang juga! Elfan ikut melepaskan celananya dan langsung melakukan penyatuan pada Mutiara. Erangan keras Mutiara terdengar ketika ia melakukannya pertama kali. Sudah tentu sakit bagi Mutiara. Namun, itu tidak bisa membuatnya berhenti. Mutiara masih tetap menginginkannya. Elfan mengguncang pinggulnya kencang. Di atas ranjang yang kini kian memanas. Denting jam berlalu. Semakin lama semakin membuat resah keduanya. Kenapa aktivitas ranjang ini benar-benar sangat memabukkan? *** "Apa yang terjadi padaku?" Lamat-lamat Mutiara membuka kedua mata perlahan. Ia memperhatikan sekitar dan suasana sudah nampak terang. Saat sudah sadar sepenuhnya, ia melihat ada tangan di atas perutnya. Ia menoleh ke arah samping dan melihat Elfan masih memejamkan kedua mata tidur di sebelahnya. Mutiara pun langsung menutup mulutnya yang refleks menganga. "Kenapa bisa?! Jadi tadi malam kita benar-benar melakukannya?!" seru Mutiara dalam hati. Mutiara tidak sepenuhnya ingat kejadian tadi malam. Hanya terlintas samar-samar ketika Elfan membawanya ke dalam kamar ini dan semuanya terjadi begitu saja. Mutiara ingat kejadian satu jam sebelum Elfan membawanya ke kamar. Ia disuruh tantenya untuk memberikan minuman pada Elfan. Ia sendiri juga meminum minuman dari tantenya itu. Setelah itu, Mutiara merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Rasanya ia gerah dan badannya tidak enak. Hanya dengan bergesekan dengan tangan Elfan saja, Mutiara langsung merasa haus akan sentuhan. Sampai Elfan akhirnya membawanya ke kamar dan terjadilah aktivitas ranjang itu. "Apa jangan-jangan ada apa-apa dengan minuman itu? Tapi mustahil! Itu kan minuman dari Tante? Atau ... tante sengaja mencampur sesuatu ke dalam minumannya?! Kalau memang iya, dia benar-benar jahat!" tebak Mutiara masih dalam hati. Mutiara perlahan bangun dan menyingkirkan tangan Elfan dengan hati-hati supaya Elfan tidak ikut terbangun. Mutiara lalu akan turun dari ranjang. Namun, begitu ia akan beranjak ia terhenti sejenak. "Aaauw! Sakiiit ...!" rintih Mutiara dalam hati. Ia kembali menoleh ke arah Elfan cepat. "Sebenarnya apa yang dilakukan laki-laki ini tadi malam?! Kalau bagi dia sudah biasa, tapi ini kan baru pertama kali bagiku!" Mutiara yang sudah duduk, mengambil bajunya yang berserakan di lantai. Ia segera memakainya dan ingin pergi dari sini. Ia harus segera melarikan diri sebelum Elfan terbangun. "Kamu mau langsung pergi begitu saja?! Tanpa mengajukan syarat apa-apa?!" Tiba-tiba suara Elfan membuat Mutiara terhenyak. Ia terhenti melangkah dan menoleh ke arah Elfan. Mutiara langsung panik melihat Elfan juga terbangun. Elfan duduk perlahan dan memegangi kepala yang terasa berat. "Apa ... kamu percaya kalau aku bilang ini hanya salah paham?" ujar Mutiara terdengar ragu-ragu. "Salah paham? Bukankah kamu yang memberiku minuman yang bermasalah itu?" balas Elfan. "Memang aku yang memberikannya. Tapi aku sendiri—" "Sudahlah!" potong Elfan. "Percuma aku mendengar penjelasanmu. Memang sudah banyak perempuan yang melakukan trik ini!" lanjutnya. Mutiara pun terhenyak mendengar ungkapan Elfan. Elfan kemudian melempar sebuah kartu black card ke arah Mutiara. "Ambillah sebagai ganti rugi kejadian tadi malam!" katanya lagi. Mutiara pun mendesah kasar atas sikap Elfan. "Pak Elfan, aku bukan perempuan rendahan seperti yang Anda pikirkan! Tadi malam aku hanya disuruh ...." Dering ponsel Elfan berbunyi. Membuat Mutiara menghentikan sendiri kalimatnya. Elfan lalu fokus ke arah ponselnya dan mengangkat panggilannya. Elfan sedang berbicara dalam ponsel. Mutiara masih berdiri memperhatikannya. "Dasar laki-laki b******k! Dia sangat egois dan tidak mau mendengar penjelasanku sama sekali! Baiklah! Anggap saja malam ini tidak terjadi apa-apa!" gerutu Mutiara dalam hati. "Ya! Tadi malam aku sedang sibuk. Aku tahu. Siapkan rapatnya siang ini juga!" kata Elfan yang berbicara dalam telepon. Setelah selesai, Elfan menjauhkan ponsel dari telinganya. "Soal tadi malam, anggap saja tidak pernah terjadi dan jangan bicarakan pada siapa pun," kata Elfan yang berbicara pada Mutiara lagi sembari memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Ia lalu membalikkan badannya. "Kalau uang yang aku berikan masih kurang kamu bisa ...." Elfan mendadak terhenti ketika berbicara. Ia melihat Mutiara sudah tidak ada di ruangan itu. Elfan juga melihat kartu yang tadi ia lempar tidak diambil Mutiara dan masih ada di lantai. Membuat Elfan menautkan kedua alisnya heran. Elfan lalu menoleh ke arah ranjang. Di atas sprei, ada noda merah pekat. Membuat Elfan terhenyak kaget. Elfan lalu kembali melihat ke arah pintu kamar terbuka yang baru dilalui Mutiara tadi. Elfan berpikir sejenak. "Ini pertama kali untuknya. Dia juga tidak mengambil black card milikku. Siapa dia sebenarnya?" tanya Elfan penasaran. Karena tadi Elfan sama sekali tidak mendengar penjelasan apa pun dari Mutiara? Sedangkan Mutiara yang kesal keluar dari kamar dan melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar gedung megah itu. Sementara dari arah belakang Mutiara, nampak seorang laki-laki tua yang melihat Mutiara berjalan keluar. Laki-laki tua itu bersama dengan seorang asisten di belakangnya. Laki-laki tua yang melihat Mutiara keluar dari kamar itu, langsung menautkan kedua alis. Penasaran siapa perempuan yang baru saja keluar dari kamar Elfan? Asisten yang berdiri di belakangnya pun memberi ekspresi yang sama. "Sam?" panggil laki-laki tua pada asistennya. "Iya, Tuan besar?" "Siapa perempuan itu?" tunjuk laki-laki tua pada Mutiara yang berjalan keluar rumah. "Saya tidak tahu, Tuan? Saya juga baru pertama kali melihatnya," jawab asistennya. Laki-laki tua itu mengkerutkan kening dan menghela nafas. Ia kemudian berjalan mendekat ke arah kamar tempat perempuan tadi keluar. Ia memasuki kamar tersebut dan kaget melihat Elfan yang baru memakai bajunya. Begitu juga dengan asistennya. "Elfan?!" panggil laki-laki tua tadi melebarkan kedua matanya. Elfan tidak menoleh ke arah laki-laki tua tadi. Ia melanjutkan mengancing bajunya dengan santai. "Apa kau tidak mendengar panggilan kakekmu?!" ujar laki-laki tua tadi. "Kakek kenapa kemari?" tanya Elfan dengan nada tenang. "Siapa perempuan yang baru saja keluar dari kamar ini tadi?! Apa dia pacarmu?!" "Bukan siapa-siapa. Aku sendiri juga tidak kenal." Elfan gantian mengancing bagian lengannya. "Kau ini! Kakek sudah sering menjodohkanmu, tapi kau selalu menolaknya. Ternyata ini alasanmu? Kau sudah punya kekasih, kan?! Kenapa tidak kau kenalkan pada kakekmu ini?!" "Sudah aku bilang dia bukan siapa-siapa. Aku saja tidak mengenalnya," jawab Elfan yang membalikkan badan melihat kakeknya. Setelah mengenakan pakaian, Elfan berjalan akan keluar kamarnya. "Tunggu! Mau ke mana kau?" tanya sang kakek. "Aku harus pergi menghadiri rapat sekarang juga, Kek," jawab Elfan. Ia lalu menoleh ke arah asistennya. "Sam?!" panggil Elfan. "Iya, Tuan?" "Setelah mengantar Kakek, temui aku di kantor jam sepuluh!" "Baik, Tuan." Setelah itu Elfan melanjutkan langkahnya keluar dari kamar. Sedang kakeknya memperhatikan Elfan dan tidak habis pikir. Saat itu kakeknya melihat ke arah ranjang dan di sana ada noda bekas warna merah di atas ranjang. Kakeknya pun langsung mengernyitkan wajah. "Dasar cucu nakal. Kalau bukan siapa-siapa kenapa dia sampai melakukan hal itu? Ini adalah yang pertama baginya, tapi dia tidak mau mengakuinya," gumam sang kakek berbicara sendiri. "Sam!" panggil sang kakek. "Iya, Tuan besar?" "Selidiki, siapa perempuan yang baru kita lihat keluar dari sini tadi!" "Baik, Tuan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN