Jalanan yang harus dilewati untuk sampai di rumah sakit jiwa tidak semulus kelihatannya. Ada banyak lubang dan kerikil yang menyelimutinya. Deretan pepohonan tinggi berbaris secara acak di kedua bahu jalan. Jalurnya melandai sejauh beratus-ratus meter sehingga membuat bahan bakar mobilnya habis lebih cepat, sementara pom bensin terdekat letaknya bemil-mil jauhnya. Tepat disisi kanan dan kiri jalan, Elias hanya dapat melihat kawasan hutan yang gelap dan tertutup. Terdapat sebuah jembatan yang melengkung sejauh dua ratus meter tak jauh di sana. Tepat di bawahnya, sebuah sungai mengalir deras. Airnya masih cukup jernih, tapi kawasannya nyaris tertutup oleh pepohonan dan tumbuhan liar lain lainnya. Ketika membuka jendela mobil, udara dingin langsung menusuk kulitnya. Saking dinginnya, uapnya sampai menutupi permukaan kaca jendela.
Pepohonan yang tubuh tinggi berhasil menutupi energi surya untuk dapat menyentuh permukaan jalan. Tidak hanya itu, sinyalnya juga cukup buruk disana. Elias merasa terganggu ketika radio di dalam mobil mulai mengeluarkan suara gemerisik yang aneh sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menekan tombol off hingga suara yang terdengar hanyalah gemuruh mesin mobil dan aliran deras air sungai. Karena kesulitan mencari sinyal, GPS yang mengarahkannya untuk sampai di rumah sakit juga tidak berfungsi. Jadi Elias mengandalkan papan penanda jalan sebagai satu-satunya petunjuk untuk tiba disana.
Namun bukan semua itu yang menyita perhatiannya, melainkan kolom berita yang tercantum dalam potongan surat kabar yang ditempel di jurnalnya:
Rachael Simone, psikiter berusia 38 tahun, ditemukan terkurung di gudang rumahnya ketika seseorang membantai suami dan teman wanitanya hingga tewas.
Elias mengernyitkan dahi saat membaca kata ‘membantai’, tapi tetap saja ia membaca kolom artikel itu hingga tuntas.
Dokter Simone ditemukan dalam kondisi mengerikan setelah terkurung selama hampir semalaman di dalam gudang dengan tangan terikat dan kedua mata ditutupi oleh kain biru gelap. Seorang tetangga yang melapor mengaku telah mendengar suara tembakan dari kediaman sang dokter pada dini hari. Polisi datang beberapa menit kemudian dan menemukan jasad Denise Simone dan Catherine Terrell di dalam sana. Selang beberapa menit setelah penggeledahan, polisi berhasil menemukan dokter Simone di dalam gudang. Sementara putri tunggalnya yang baru berusia empat tahun, Morgan Simone, ditemukan di ruang bawah tanah dalam keadaan pingsan setelah terkurung di dalam kotak kayu selama beberapa jam. Hingga saat ini, Dokter Simone enggan mengatakan sesuatu terkait peristiwa itu. Desas-desus yang beredar mengatakan bahwa Dakter Simone terlibat dalam aksi pembantaian itu, pasalnya polisi tidak menemukan sidik jari lain di dalam rumahnya. Namun dalam keadaan terkurung di dalam gudang dan kedua mata tertutup kain, sulit untuk menyatakan sang dokter sebagai tersangka. Sementara itu, polisi masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku pembunuhan itu.
Seorang jurnalis yang namanya berkali-kali tertulis di surat kabar, menulis artikel itu sekitar satu tahun yang lalu. Elias tidak ingat kapan pastinya tapi ia hampir mengingat semua yang disampaikan pada surat kabar itu tentang Rachael Simone. Selama berminggu-minggu setelah kabar itu beredar, beritanya telah menempati tajuk utama di setiap surat kabar. Orang-orang begitu penasaran untuk mengetahui apa yang terjadi di sana. Kewaspadaan di kota meningkat. Polisi mulai kewalahan menanggapi pertanyaan media. Tapi Rachael Simone tetap menolak untuk bicara.
Rachael tampak pucat dalam rekaman wawancaranya persis setelah peristiwa itu terjadi. Bibirnya tampak kering seolah wanita itu tidak minum selama beberapa hari. Selain itu lingkaran hitam di bawah matanya menegaskan bahwa ia tidak mendapat tidur yang cukup. Tampilannya tampak berbeda dari yang diingat Elias. Bobot tubuhnya menurun drastis. Hal itu terlihat jelas dari tulang wajahnya yang mencuat di atas kulitnya yang tipis. Sepasang mata birunya yang cerah tampak lebih gelap, dan setelah berkali-kali mengamati rekaman itu, Elias mendapati bibir Rachael bergerak pelan seolah hendak membisikkan sesuatu. Kedua tangannya yang kurus terkepal dan seseorang harus menebak dengan susah payah untuk dapat mengetahui isi pikirannya.
Rachael tetap membisu setelah kejadian itu. Tidak ada seseorang yang berhasil mengungkapkan bagaimana pembunuhan itu dapat terjadi. Tapi kepolisan menyadari secara jelas bahwa Rachael adalah satu-satunya kunci untuk mengungkap kasus itu. Mereka bahkan telah menugaskan seorang ahli kejiwaan untuk melakukan pendekatan pada Rachael dan menggali informasi secara perlahan. Namun yang terjadi, psikiater itu menyerah setelah enam bulan tidak mendapatkan hasil. Wanita berusia lima puluhan itu memang tidak mengungkapnya secara langsung, namun Elias telah membaca dalam salah satu kolom artikel di surat kabar, sang psikiter menyatakan bahwa Rachael berada dalam kondisi mental yang tidak stabil. Semua disebabkan oleh trauma pasca pembunuhan yang terjadi di rumahnya sendiri.
Tidak ada kejelasan lebih lanjut tentang apa yang terjadi di dalam rumah itu – apa yang sebenarnya terjadi pada Rachael? Dan jika seseorang melakukan itu pada Denise dan Cathrine, mengapa hanya Rachael yang dibiarkan hidup? Dan setelah hampir satu tahun, ketika pihak kepolisian kehabisan cara untuk menemukan pelakunya dan perhatian publik mulai teralihkan, nama Rachael Simone hanya menjadi sebuah misteri yang terlupakan. Media yang sebelumnya saling berbondong-bondong mendapatkan kesempatan untuk menemui Rachael secara langsung, satu-persatu mulai meninggalkan ambisi itu tanpa keinginan untuk mengetahui jawabannya. Dan ketika tidak ada lagi yang tersisa, Elias mengatakan bahwa itu adalah kesempatannya.
Rachael Simone adalah objek yang tepat untuk tulisannya. Elias sudah memikirkan hal itu kali pertama ia membaca kasusnya di surat kabar. Elias sempat melihat wajah Rachael beberapa kali muncul di telivisi dan surat kabar. Rachael merintis pekerjaannya sebagai terapis diusia yang masih terbilang cukup muda. Pada usia 32 tahun, wanita itu telah mendapatkan izin praktiknya sendiri. Di tahun pertama kariernya, Rachael telah membantu puluhan pasien yang datang padanya. Kemudian, satu tahun berikutnya, Rachael bertemu dengan Denise Simone, seorang produser sekaligus aktor televisi yang terkenal. Karier Rachael melonjak setelah itu. Itu adalah kali pertama Elias melihat wajah Rachael muncul di televisi. Denise sangat gemar mengekspos hubungan mereka, menyebut bahwa Rachael adalah malaikat penolongnya dalam masa-masa sulit. Meskipun kelihatannya Rachael tidak menikmati ajang unjuk media itu, ia dikabarkan telah bertunangan dengan Denise. Dua tahun berikutnya, pasangan itu memutuskan untuk menikah. Dua tahun pertama tanpa anak, kemudian Morgan Simone lahir dan Elias jarang mendengar kabar tentang pasangan itu lagi. Satu tahun berikutnya, mimpi buruk itu terjadi.
Elias bertanya-tanya apa Rachael pernah terpikir hal itu akan menimpanya? Satu tahun sebelum peristiwa itu, Rachael terlihat baik-baik saja. Seorang pasien yang ditanganinya sering menyebut-nyebut nama Rachael dalam blog pribadinya dan mengatakan kalau dokter Rachael Simone merupakan terapis terbaik yang pernah ditemuinya. Ratusan komentar kemudian bermunculan untuk menanggapi hal itu. Elias telah membacanya satu-persatu, menyimpulkan bahwa nyaris tidak ada satupun komentar negatif tentang Rachael. Seperti yang diungkapkan Denise: wanita itu tampak seperti malaikat penolong yang telah membantu ratusan pasiennya, namun sayangnya tidak bernasib cukup baik.
Kebisuan Rachael yang membuat kepolisian berspekulasi bahwa wanita itu mungkin terlibat dalam aksi pembunuhan terhadap suami dan sahabatnya, namun penyataan sang pskiater yang menangani Rachael-lah yang membuat wanita itu harus menghabiskan sisa harinya di rumah sakit jiwa. Pada musim dingin tahun lalu, polisi memutuskan untuk menempatkan Rachael di rumah sakit jiwa. Dan selama berbulan-bulan Rachael berada di bawah pengawasan ketat. Mereka berpikir bahwa memindahkan Racahel merupakan satu-satunya cara untuk memulihkan wanita itu dari traumanya sehingga ketika wanita itu sudah cukup waras, mereka dapat meminta Rachael meceritakan kejadian yang menimpanya. Namun harapan pihak kepolisian tersamarkan setelah berbulan-bulan.
Rachael masih tidak mengatakan apa-apa dan seiring berjalannya waktu, perhatian yang tertuju padanya kian surut.
Elias menghabiskan satu tahun untuk menganalisa perilaku itu: bagaimana wanita itu bereaksi dalam setiap wawancaranya, perubahan perilakunya yang pasif, dan sorot tatapannya dalam setiap gambar yang diambil media massa. Ekspresinya tampak kosong dan yang tersisa hanya tubuh kurus yang terus meringkuk di atas kursi. Sesekali rahangnya berkedut, dahinya mengerut, dan alisnya terangkat. Tapi hanya itu reaksi yang ditunjukan Rachael di depan kamera.
Siapapun yang mengamatinya dengan baik akan menyadari bahwa meskipun nafasnya masih berembus, wanita itu telah mati pada malam ketika seseorang menembak Denise Simone dan Catherine Terrell.