Nyinyir

1574 Kata
Seorang gadis berparas cantik memakai rok pendek dengan stoking senada warna kulit, tergesa-gesa menghampiri kekasihnya yang sudah menunggu untuk makan malam. Ia terlihat kesal sambil berbicara pada telepon genggamnya. "Ya, pokoknya malam ini aku jemput, ok?" Gadis itu menghempaskan bokongnya di atas kursi. "Maaf, telat. Kamu gak kelamaan nunggu, kan?" tanyanya kepada lelaki gagah berjas dan berdasi. "Lumayan, marah-marah sama siapa kamu? Siapa yang akan dijemput?" desak lelaki itu. "Itu loh, temenku. Puput. Dia dikejar utang. Kerjanya belanja terus, kalau belanja kaya orang kalap. Apa aja yang dia suka, dibeli tanpa mikir panjang. Ya itu, bela-belin ngutang kan," jawab gadis itu yang ternyata adalah salah satu sahabat Puput, Lena. Lelaki yang tak lain adalah Bernaldi alias Aldi, mengernyitkan keningnya. "Kenapa hari ini semua orang menyebut Puput?" gumamnya. Lena memandangi kekasihnya. "Apa ada masalah di kantor? Puput kan kerja di kantormu. Bagian kreatif." Deg Aldi seketika ingat Sofyan, HRD-nya yang meminta izin untuk memecat Puput Kharisma tadi pagi. "Oh, dia ... ya, tadi pagi dipecat HRD. Terus kenapa kamu harus jemput dia? memangnya dia di mana?" tanya Aldi penasaran. "Waduh, di pecat? Aduh, gimana ini ... ntar aku yang repot dong? Kenapa harus dipecat sih?" Lena protes karena merasa panik. "Ya, karena telah membuat seluruh karyawan dihubungi oleh deb col dari pinjaman online dan sangat meresahkan. Belum dari kartu kredit yang berdatangan ke kantor. Suasana jadi tidak kondusif," sahut Aldi menjelaskan. "Aku malas berurusan sama dia, tapi ... dia akan terus telepon aku, lihat saja ntar. Dia nunggu aku di halte bis, dekat kosnya. Udah terusir dari kos, dua bulan gak bayar kos." Lena bersungut-sungut. "Kalau mau bantu, jangan ngomel, kalau tidak mau bantu, hubungi dia, katakan bahwa kamu tidak bisa bantu," ujar Aldi. "Percuma, Hon, dia tuh gak bakalan ngerti. Orangnya kopeg tahu gak sih?" bantah Lena. "Selesai dari sini, kita ke club yuk?" ajak Lena kepada Aldi. "Jam berapa kamu mau jemput temanmu?" tanya Aldi. "Ah, biarin aja dia nunggu. Dia yang butuh kok," sahut Lena tak acuh. "Loh, dia kan di halte bis? Cewek, sendirian loh, kalau ada apa-apa gimana?" tanya Aldi dengan mimik serius. "Ngapain mikirin anak orang sih? Dia tuh udah gede, Hon. Bukan anak baru gede. Sayang aja gak laku-laku. Lagian mana ada laki yang mau sih kalau banyak utang begitu?" ujar Lena dengan sinis. "Kok kamu ngomongnya kaya gitu sih sama temen sendiri ...," protes Aldi. "Habisnya, kesel sih! Kerjaan ngerepotin orang mulu, dikit-dikit pinjem duit, dikit-dikit diusir dari kos. Udah berapa kali coba dia pindah kos. Udah ah, ayo jalan," rengek Lena. Aldi merinding, semakin lama semakin jelas bagaimana karakter wanita yang dipacarinya itu. Dengan malas, dia berdiri setelah membayar pesanannya. Dia sudah tidak in the mood lagi untuk jalan sebenarnya. Saat itu, Aldi menerima pesan melalui telepon genggamnya. Ia diundang oleh kliennya untuk bertemu di sebuah cafe di kemang. Lelaki itu menghentikan langkahnya. Lena yang sedang menggelayuti lengannya ikut berhenti. "Ada apa, Hon?" tanya Lena seraya menoleh ke arah Aldi. "Klienku menunggu di cafe, kamu mau ikut atau pulang urus temanmu?" Aldi ingin memastikan sejauh mana kepedulian Lena kepada Puput. "Apaan sih, aku ikut kamu lah," sahut Lena. "Gak kasihan dia nunggu di halte bis malam-malam? Bisa lama loh kita," ucap Aldi. "Ya yang penting kan ntar dijemput, ayo ah," ajak Lena seraya melangkah mendahului Aldi menuju mobil lelaki itu. Aldi menggelengkan kepalanya, perasaan malas terhadap Lena sudah mulai mengganggu hatinya. Ia tidak suka dengan sifat Lena yang egois dan nyinyir kepada orang lain. Sampai di cafe yang di maksud. Lena bertemu dengan sekelompok teman-temannya. Serta merta ia ingin bergabung dengan mereka. "Hon, aku sama temen-temanku ya, lagian kalau nungguin kamu pasti bosan dan aku bete," pinta Lena. Aldi hanya bisa mengangguk dan segera meninggalkan Lena begitu saja, ia tidak tertarik untuk diperkenalkan dengan teman-teman Lena. "Ah, Pak Aldi, apa kabar, Pak. silakan ... silakan," sapa pengundang dengan ramah. Aldi duduk tepat menghadap ke arah meja di mana Lena dan teman-temannya berada meskipun agak jauh dari sana. "Begini Pak Al, prinsipnya kami sudah siap untuk tanda tangan Pak, kami tertarik dengan ide asisten tim kreatif Bapak, sangat cocok dengan produk dan tujuan market kami, tapi ada penambahan sedikit yang kemungkinan bisa mengubah struktur yang ada. Untuk itu, kami harus segera menyampaikannya dan melihat feed back dari ... siapa ya namanya kemarin? Ibu Puput ya. Kami harap jika email kami kirim sekarang, sore sudah kami terima feedbacknya Pak," tutur klien Aldi panjang lebar. Aldi mengangguk, "Kami akan usahakan, Pak," sahut Aldi yang sebenarnya merasa bingung luar biasa. Tadi pagi, Puput telah diberhentikan oleh HRD kantornya. Lelaki itu berpikir keras. Percuma ia ajukan orang lain kalau klien telah percaya kepada Puput, maka siapapun yang diajukan akan ada saja alasan penolakan. Proyek yang lumayan besar bisa menghilang dari hadapan matanya begitu saja. Mereka melanjutkan pembicaraan lainnya sampai orang tersebut berpamitan kepada Aldi karena sudah ditelepon oleh orang rumahnya. "Bapak masih di sini?" tanya sang klien. "Ya, masih menungu teman, Pak," sahut Aldi. "Oh, baik, Pak. Saya duluan ya," pamit orang tersebut dan segera berlalu dari sana. Aldi kembali duduk sambil melirik ke arah Lena dan terkejut melihat gadis itu tengah berangkulan dengan teman lelakinya. Ia memperhatikan Lena dan merasa bahwa gadis itu tidak cocok untuknya. Waktupun berlalu, tidak ada tanda-tanda Lena ingat bahwa dirinya bersama seseorang ke sana. Ia semakin tenggelam bersenda gurau dengan temannya. Aldi tak ingin membuang waktunya. Ia segera bangkit dan berjalan ke arah Lena yang sedang dirangkul oleh teman lelakinya itu. Sejenak Aldi ragu menghampiri gadis itu, tapi, ia ingin menemukan Puput sementara ia tidak tahu sama sekali di mana Puput berada. Dengan berat hati ia melanjutkan langkahnya. Lena menoleh saat salah seorang temannya memberikan isyarat dan melihat Aldi telah berada tak jauh dari mejanya. "Oh, maaf, udah lama? Ya, aku pamit ya guys, sampai jumpa!" seru Lena tanpa mengenalkan Aldi dan tampak gugup. Aldi mendengus, kemudian melangkah lebih dulu keluar dari cafe itu. Lena menyusulnya tergopoh-gopoh. "Hon? Kok udah selesai?" tanyanya sesaat setelah bisa menjejeri langkah lelaki itu. Aldi tidak menjawab, ia segera memasuki mobilnya disusul oleh Lena. "Hon? Kamu marah? Salahku apa?" tanya Lena tidak mengerti seraya memasang seat belt. "Kamu lupa kamu ke sini sama siapa? Atau saking asiknya dipeluk-peluk lelaki itu?" Aldi sengaja mengatakannya untuk menciptakan jebakan. "Ah, itu kan cuma teman. Emang dia begitu," sahut Lena merasa bahwa itu bukan suatu kesalahan. "Bagiku tidak bisa seperti itu. Lupakan! Intinya kamu salah dan kamu harus menebusnya dengan menolong temanmu yang sedang menunggu di halte bis, ingat? Jika tidak, aku tidak akan menemuimu lagi," tegas Aldi sambil menekan pedal gas mobilnya mengarah ke parkiran restoran tempat ia bertemu dengan Lena karena mobil Lena ditinggal di sana. "Ya memang aku akan menjemputnya pas pulang," timpal Lena sambil cemberut. Tidak lama, Aldi telah sampai di depan mobil Lena. "Turun dan lakukan apa yang harus dilakukan, jadilah orang yang punya empati baik," ujar Aldi tanpa menoleh kepada gadis itu. Hatinya merasa kesal luar biasa. Lena turun dari mobil Aldi, melangkah menuju mobilnya sendiri. Sementara Aldi langsung menekan pedal gas seolah ingin segera pergi dari sana. Ia berbelok ke kanan dan berhenti dipinggir jalan dengan lampu mobil di matikan. Menunggu Lena keluar dan ia akan mengikutinya. Gadis itu merasa kesal dan marah karena harus ribut dengan Aldi. Bayangan belanja di Mal besok dengan temannya menjadi kabur. Siapa yang akan merogoh kocek untuknya jika bukan Aldi? Lena mengarahkan mobilnya ke tempat di mana Puput sedang menunggu. Tiga puluh menit kemudian ia sampai dan memarkirkan mobilnya di depen halte lalu menghampiri Puput yang sedang menangis. Melihat Len datang, Gadis itu marah kepada Lena karena merasa telah sengaja di abaikan. "Kenapa kamu baru datang?" tanya Puput sambil menangis. "Lah, tadi aku masih ada urusan. Ayo cepat mau ikut gak?" Lena tidak sabaran. "Gara-gara kamu telat datang, koperku hilang satu!" seru Puput di sela-sela tangisnya. "Kenapa nyalahin aku? Kan kamu yang bareng kopermu!" teriak Lena sudah tidak tahan untuk meluapkan emosinya. "Kamu bilang jam sepuluhan paling telat. Aku ketiduran dan koperku hilang," ratap Puput merasa sangat sedih karena di koper itulah barang-barang berharganya berada. "Emang urusanku? Sekarang mau ikut gak? Tahu diri dikit dong jadi orang! Udah minta tolong pake marah-marah, nuduh-nuduh! Bisanya cuma nyusahin orang aja!" pekik Lena semakin tidak sabar. Mendengar hal itu, Puput terperangah. Ia tidak bisa mempercayai pendengarannya sendiri setelah mendapatkan kata-kata kasar dari sahabatnya itu. "Kapan aku nyusahin kamu? Minta tolong juga baru ini. Kalau memang gak bisa kan tadi harusnya ngomong gak bisa!" sanggah Puput sambil berdiri. "Terserahlah! Buang waktu orang aja! Jangan pernah hubungi aku lagi!" seru Lena sambil berbalik kembali ke mobilnya dan pergi meninggalkan Puput yang masih ternganga. Perlahan Puput terduduk kembali dengan tatapan mata kosong. Ia sungguh tidak mengenali sosok Lena yang tadi. Benar-benar tidak bisa percaya sama sekali. Tidak lama, sebuah mobil mewah berhenti di tempat tadi Puput parkir. Seorang lelaki tampan turun dalam setelan jas kerennya, ia melangkah ke arah Puput yang bahkan tidak menyadari kehadirannya. "Put? Ayo!" seru lelaki itu sambil mengambil koper dan tas travel Puput lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil. "Put! Ayo!" teriaknya. Puput tidak bergeming di tempatnya. Aldi kembali menghampiri Puput. Ia merangkul bahu gadis itu mengajaknya berdiri. Saat itulah Puput sadar. "Eh, Bapak? Bapak ngapain di sini? Di sini tidak aman loh Pak. Loh, mana tas saya Pak? Mana koper saya?!" seru Puput linglung. "Tasmu di mobil. Ayo jalan," ajak Aldi. Puput yang merasa bahwa lelaki itu adalah bos besarnya di kantor, tidak ragu untuk menerima ajakan lelaki itu, ia masuk ke dalam mobil sambil bertanya, "Bagaimana Bapak bisa sampai ke sini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN