Episode 8

1483 Kata
Dalam Restoran Genggaman tangan keduanya begitu erat. Namun, lembut. Membuat keduanya enggan melepaskan tautan tangan mereka. Saat Juan dengan lembutnya menggenggam tangan Rani menuju ruang restoran, lalu menuntunnya hinggga keluar restoran. Membuat banyak pengunjung restoran bertanya-tanya, dengan hubungan keduanya. Bahkan teman sesama pegawai Rani merasa heran, ketika melihat Rani yang di perlakukan lembut oleh seorang pria tampan yang diikuti banyak bodyguard di belakangnya. Sebagian orang ada yang terpekik histeris, ingin diperlakukan sama seperti Rani. Namun, ada teman sesama pegawai. Tengah mengolok kalau Rani, karena Rani tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu. 'Wah aku pengen di perlakukan seperti gadis itu,' gumam salah satu wanita yang merasa senang melihat Rani diperlakukan manis oleh Juan. 'Iya, aku juga." 'Cih, gadis itu tidak pantas mendapatkan perlakuan manis dari cowok itu. Pria tampan itu, jauh lebih cocok bersama cowok itu," batin salah satu wanita, yang membenci Rani. *** Di Depan Restoran Rani yang berjalan di belakang Juan tiba-tiba berhenti, dan membuat Juan otomatis ikut berhenti. "Tuan, tolong lepaskan tangan saya. Saya tidak nyaman dilihatin semua orang," cicit Rani seraya menundukkan kepalanya. "Abaikan saja, dan ayo aku antar kamu pulang," jawab Juan tegas. Namun, lembut saat menggenggam tangan gadismya. "Tidak mau, lagian saya tidak mengenal Tuan dan tas saya juga masih ada di dalam restoran," jawab Rani sedikit berani, seraya menatap mata elang Juan. "Biar orangku yang mengambi, sekarang ayo, aku antar kamu pulang!" paksa Juan seraya menarik Rani, hingga ke lobby restoran mewah tersebut. Rani yang tidak punya pilihan hanya bisa pasrah, ketika tangannya di tarik oleh pria yang belum dikenal namanya itu. Tidak berapa lama mobil mewah sudah terparkir di depan Juan dan Rani, Robert yang sedari tadi ada di belakang keduanya langsung bergegas membukakan pintu untuk tuannya dan juga Rani. "Silahkan masuk, Tuan, Nona," ucap Robert sopan, seraya membungkuk sedikit. Juan langsung menuntun Rani dan mendorong ke dalam mobil mewahnya, tanpa melepas genggaman tangan mereka. Tidak berapa lama mobil mewah itu pun mulai melaju, setelah Robert masuk dan duduk di samping sang supir. *** Di Dalam Mobil "Tuan bisakah saya pulang sendiri, jadi tolong turunkan saya disini saja, Tuan," ucap Rani memecah kesunyian di dalam mobil, ia merasa tidak nyaman duduk di mobil mewah tanpa ia kenal. "Tidak!" jawab Juan tegas. "Kenapa, Tuan maksa saya sih! Kita tidak saling mengenal, kenapa mesti saya mengikuti kemauan Tuan. Jangan-janga Tuan ini mau menculik saya, ya?" tanya Rani dengan ekspresi takut. Juan yanh mendengar hanya bisa terkikik dalam hati, entah mengapa mendengar kata polosnya membuatku senang. "Oke! Sekarang kita berkenalan, dan perlu kamu ingat aku tidak berniat untuk menculikmu? Atau kamu mau aku menculikmu, begitu?" jawab Juan dengan senyum devilnya, seraya mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rani. "Tidak! Saya tidak mau di culik oleh Tuan? Sekarang saya mau pulang, dan tolong lepaskan tangan saya, Tuan," jawab Rani seraya sedikit menjauh, lalu memepetkan tubuhnya di pintu mobil. Juan yang melihat gadisnya mulai ketakutan, karena gurauannya membuatnya tidak tega. Ternyata gadisnya begitu polos dan penakut. "Kamu itu mikir apa, Nona. Ngapain juga aku menculikmu dengan badan seperti ini, mau aku buat apa coba. Jadi jangan takut," ucap Juan lembut, seraya mengelus puncak kepala Rani dengan sayang. "Iya saya tahu, badan saya besar jangan diingatkan," jawab Rani dengan ekspresi cemberut. Rani yang mendengar penuturan pria di sampingnya seketika lega, meski terselip perasaan sedih karena pria di sampingnya mengatakan badannya besar. Sedangkan Juan yang melihat ekspresi cemberut gadisnya merasa bersalah lagi, tanpa sadar ia mengatakan hal yang sensitif bagi wanita yaitu berat badan. "Soal kita yang belum berkenalan sekarang ayo kita kenalan, dan biar aku juga bisa mengenal namamu." "Katakan nama kamu siapa, Nona?" tanya Juan lembut. "Melodi Maharani biasa di panggil Rani, kalau Tuan siapa?" "Juan Alexander, panggil Juan saja." "Hemm ... kalau panggil nama saja rasanya kurang sopan, biar saya panggil Tuan saja,ya?" ucap Rani dengan nada polosnya. "Tidak mau! Memangnya kamu pelayanku," rajuk Juan dengan ekspresi tidak suka. "Kalau saya panggil Om, gimana?" tanya Rani lagi. "Tidak! Memangnya aku Om, kamu? Sembarangan!" kesal Juan dengan ekspresi cemberut. "Aiss ... Tuan ini aneh, dipanggil Tuan tidak mau, dipanggil Om tidak mau. Lalu harus dipanggil apa? 'Kan umur Tuan lebih tua dari saya, jadi tidak enak jika dipanggil nama saja," rajuk Rani. "Apa Kamu bilang! Aku sudah tua, hah!" "Mana, mungkin? Yang bener saja! Padahal selama ini banyak wanita cantik yang mengejarku, dan bilang aku tampan. Berkharisma, masih muda. Sekarang kamu bilang apa tadi sudah 'TUA'!" panik Juan mendengar penuturan polos gadisnya. "Hikz, maaf. Bukan maksudku bilang kalau Tuan sudah tua, cuma terlihat dewasa memurut saya. Iya, Tuan tampan, kok. Malah lebih tampan lagi, cuma umur kita 'kan pasti berbeda," jawab Rani merasa bersalah, seraya menitikkan air mata. "Sstt ... sudah tidak apa. Maafkan aku, tadi bicara terlalu keras," ucap Juan, seraya memeluk gadisnya. Ia merasa bersalah, entah mengapa saat berbicara dengan gadis ia selalu membuat kesalahan. Robert dan supir yang sedari tadi mendengar, merasa heran sekaligus bahagia. Ketika melihat tuannya tidak seperti biasa, jika kesehariannya datar kini terlihat tersenyum. Satu jam kemudian mobil mewah itu berhenti, di jalan dekat rumah Rani. Rani mulai merasa heran ketika sang supir tahu arah rumahnya, karena sedari tadi ia tidak memberitahu alamat rumahnya. "Maaf, Tuan, Nona. Kita sdah sampai," ucap Robert sopan. "Lho ... Tuan dari tadi saya tidak memberi tahu alamat saya, tapi kenapa kok Anda bisa tahu alamat rumah saya?" tanya Rani penasaran pada Juan. "Kamu tidak perlu tahu, sekarang turunlah dan jangan lupa langsung istirahat," ucap Juan tanpa menjawab pertanyaan Rani. Setelah mendengar penuturan Juan, Rani pun keluar dari mobil mewah itu dengan rasa penasaran. Ia pun tidak lupa mengambil tasnya yang berada di tangan Robert "Lekas masuk, sana. Aku akan melihatmu dari sini," suruh Juan seraya melihat Rani di dalam mobil, yang kacanya sudah terbuka separuh. Rani yang mendapat perintah langsung Juan, langsung berjalan ke arah pintu. Lalu masuk dengan menggunakan kunci cadangan yang selalu ia bawa. Setelah memastikan Rani masuk ke dalam rumahnya, Juan memerintahkan sang supir untuk menjalankan mobil kembali ke mansionnya. Dalam perjalan kembali ke mansion, ia sama sekali tidak bisa mengembangkan senyumannya. *** Rumah Rani "Assalamualaikum, Bu. Rani sudah pulang," ucap Rani, seraya memanggil Ibunya. "Waalaikumusalam ... tumben pulang kerjanya lebih awal, Nak." tanya Bu Asih, seraya menghampiri putrinya. "Iya ibu karena tadi ada urusan sebentar, jadi izin pulang cepat" jawab Rani berbohong. "Oh, begitu. Lho, Nak, kenapa wajah kamu sembab begini? Lalu ini kenapa pipimu bisa merah, ada apa? Cerita sama ibu, Sayang?" tanya Bu Asih beruntun dengan rasa penasarannya. "Tidak ada apa-apa, Bu. Tadi mata Rani kelilipan, kalau ini di gigit nyamuk. Ibu jangan khawatir, karena Rani tidak apa-apa," jawab Rani berbohong, dan menenangkan keresahan Ibunya. "Ya sudah ... kalau begitu kamu langsung mandi habis itu istirahat." "Iya, Bu." Rani pun bergegas masuk ke dalam kamarnya, setelah menaruh tas di nakas. Ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu ia bersiap untuk istirahat. Walaupun waktu belum terlalu malam, tapi Ranu ingin cepet tidur agar ia cepat melupakan kejadian di restoran sore tadi yang membuatnya sedih. Ketika Rani hendak tidur, tiba-tiba ia teringat wajah Juan dan membuat ia binggung akan kehadirannya dalam hidupnya. Satu sisi Rani ia merasa nyaman dengan perlakuan manis Juan dan ingin berada di dekatnya. Tapi di lain sisi ia takut, jika kedekatannya akan membuat dirinya dalam masalah. Kini ia akan berusaha untuk menjauhi tuan pengunjung restoran itu. Agar ia tidak berurusan lagi dengan Fransisca, maupun bertemu lagi dengannya. Ia sudah memutuskan dan akan menghindari tuan pengunjung restoran itu bila ia bertemu dengannya lagi nanti. 'Andai dia bukan kekasih Fransisca, pasti aku akan sangat senang bisa mengenal bahkan dekat dengan Tuan Juan.' 'Andai dia masih sendiri mungkin aku akan sangat bahagia karena diperlakuan manis olehnya tadi,' batinnya Rani. 'Kini aku harus menghindarinya, karena berdekatan dengan Tuan Juan membuat jantungku menjadi tidak sehat. Karena selalu berdetak kencang, dan itu hanya berlaku ketika aku berada didekatnya.' 'Yang paling penting aku harus menghindari Tuan Juan, agar tidak di tampar lagi Fransisca,' batinnya resah. ' Aahh ... pusing mikirin itu, lebih baik aku tidur sekarang saja," gumam Rani setelah itu ia menarik selimut tebalnya, dan bersiap tidur. *** Juan Pov Setelah pulang mengantar Rani, aku tidak pernah berhenti tersenyum. Sungguh hati ini begitu sangat bahagia, rasanya tidak bisa kulukiskan dengan kata-kata. Aku harus lebih gencar mendekatinya, dan akan kubuat dia jatuh cinta kepadaku. Aku tidak mau dia jauh dariku, karena hati ini sudah memilihnya dan cintaku juga semakin dal maka aku harus mendapatkannya. Apa pun caranya. 'Seperti biasa, apa pun yang kuinginkan harus kudapatkan,' batinnya Juan dengan percaya diri. *** Apartemen Mewah Fransiska Kamar yang sebelumnya rapi dan bersih, kini slporak poranda karena ulah Fransisca sendiri. Ia terus membanting semua barang-barang mewah, dan kesayangannya untuk meluapkan emosi yang kini memenuhi hatinya. 'Aku benci gadis gendut jelek itu, akan kubalas rasa sakit dihatiku. Juan hanya milikku, dan tidak akan kubiarkan wanita mana pun mendekatinya, termasuk si gendut menjijikkan itu!' 'Karena Aku tidak ingin kehilangan Juan, Juan hanya milikku." Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN