02: MENCARI IBU

1870 Kata
Daniel membantu ibunya naik ke atas kuda. Ia dengan sengaja menyenggol kotak berisi kue yang akan diberikan kepada Della, tetapi sang ibu berhasil membuat kotak itu tidak jatuh. Alhasil, ia hanya bisa tersenyum kecut. “Apa kamu ingin kotak ini jatuh?” tanya Yuna dengan kesal. “Kalau kotak ini jatuh, aku tidak akan bisa memberikan kue spesial ini pada Della,” gerutu sang ibu setelah berhasil naik ke kuda. Daniel menghela napas kasar, ia harusnya tidak hanya diam seperti ini. Namun, ia tak mampu berbicara karena pasti ibunya akan marah-marah. Ia tidak ingin terjadi hal buruk pada Della tetapi tak kuasa untuk bertengkar dengan orang tuanya. Tadi, ia sempat ingin masuk ke dalam ruangan ayahnya, andai saja orang tua dan pria asing tidak hendak keluar ruangan. Ia lalu hanya bisa berpura-pura baru sampai setelah berbelanja. Ibunya pun tidak memarahinya meski ia pulang telat, padahal biasanya akan mengomel dan akan berhenti setelah sang ayah menyuruh diam. Daniel jadi sangat paham, ada alasan kenapa orang tuanya menyuruh ia berlama-lama belanja bahkan terang-terangan akan mengizinkan jika ia mau bertemu dengan teman. Hal ini ternyata ada kaitannya dengan ramuan yang katanya bisa membuat orang jatuh cinta hingga mabuk kepayang, dan itu semua karena orang tuanya ingin dia menikah dengan Della. Harusnya orang tuanya itu bilang bukan malah merencanakan kejahatan seperti itu atau jangan-jangan mereka takut ditolak, sama sepertinya. Kepala Daniel terasa sakit, saat sang ibu menjitak kepalanya setelah menyuruh kuda berhenti mendadak. Terlalu memikirkan kejadian yang baru saja terjadi, membuat Daniel tidak fokus untuk mengendarai kuda. Ia menunduk untuk meminta maaf pada dua orang yang hendak menyeberang jalan. Untung saja, ia tidak menabraknya. “Ada apa denganmu hari ini? Apa selama di pasar telah terjadi sesuatu, sehingga kamu tak fokus?” “Tidak, Ibu.” Elak Daniel. Ia tidak ingin ibunya menyadari bahwa ia tahu rencana orang tuanya untuk mengguna-guna Della agar mau menikahinya. Pikiran Daniel kembali kacau, ia memikirkan cara agar kue itu tidak dimakan oleh Della. Tetapi, mendadak otaknya terasa kosong, ia tidak bisa memikirkan cara apa pun untuk mengakali hal itu. Bicara dengan Della pun pasti menimbulkan malapetaka, sebab Della pasti akan langsung melapor ke orang tuanya. Hanya satu nama yang kini ada di benaknya yaitu Bella. Ia bisa meminta bantuan. Tidak perlu memberi tahunya, sang ibu sudah melangkahkan kaki masuk ke istana. Daniel segera memasukkan kuda ke kandang yang ada di samping istana lalu menyusul dengan perasaan bimbang. Namun, langkah kakinya terhenti, saat ia tak tahu harus ke mana untuk menemukan sang ibu. “Kau sudah datang?” tanya salah satu prajurit yang terkenal tegas. Daniel menoleh. “Ya, aku baru datang. Apa kau melihat ibuku?” tanyanya pada Frans. Frans menggeleng. “Aku saja baru sampai sini dan hendak keluar. Memangnya ada apa?” “Aku hanya takut dia tersesat,” jawabnya. Frans tersenyum tipis, lantas menepuk pundak Daniel yang kini memijat pelipis. Daniel sendiri tidak tahu sekarang harus bagaimana, ia harus belok ke kanan atau ke kiri. Harusnya ia tadi menyuruh ibunya untuk menunggu agar tidak kehilangan jejaknya. “Jadi, apa kau akan mencari ibumu? Lebih baik kau ikut denganku,” ajak Frans. Daniel bingung, dalam otaknya ia bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Della setelah memakan kue itu. Ia tidak ingin hal itu terjadi, tetapi tak mungkin bicara juga karena ini akan menimbulkan masalah. Ia melirik ke Frans yang masih menunggu jawabannya. “Apa Bella ada di istana?” Frans terpaku sejenak sebelum menjawab, “Ah, Tuan Putri Bella baru saja pergi bersama Paul. Kau ada perlu dengannya? Bagaimana dengan ibumu?” Daniel menatap tajam Frans yang terkekeh. Ia menepuk pundak Frans dan berjalan menuju ke arah kiri. Ia tahu jika sang ibu pasti akan langsung menemui Della, ibunya memang tidak suka basa-basi. Harusnya, ia sadar sedari tadi sehingga dapat mencegah. Daniel menggelengkan kepala, ia yakin Della belum memakan kue itu. Sudah beberapa ruangan Daniel lewati, tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Della atau pun ibunya, juga tak melihat Tuan Vodo dan istrinya. Ia semakin berjalan menuju ke arah belakang menuju ke taman bunga, tetap tidak ada satu pun orang yang muncul. Daniel menyibak rambut hitamnya yang sudah lumayan panjang, ia berkacak pinggang sambil menghela napas berkali-kali. Matanya menatap ke arah ruangan yang ada di paling pojok. Ia pun mendekati ruangan itu, dan mendengar suara seseorang dari dalam. Dengan hati-hati, Daniel membuka ruangan itu. Suara pekikan membuat ia segera menutup pintu, di ruangan itu ada pelayan wanita yang sedang mengganti pakaian. Untuk pertama kalinya dalam hidup Daniel, ia merasa sangat menyesal karena pasti setelah ini ia akan dicap sebagai pemuda m***m. Daniel menggelengkan kepala, ia tidak ingin hal itu terjadi. “Maaf, aku tidak sengaja!” Daniel menunduk pada wanita yang baru keluar dari ruangan itu. “Kau Daniel kan?” Daniel menatap wanita muda yang sudah berpakaian rapi khas pelayan istana. Ia lalu mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan wanita itu. “Aku tahu kamu tidak sengaja. Tetapi, tentu hal ini pasti akan menjelekkan namamu jika orang lain tahu.” Daniel mengangguk, ia sangat mengerti situasinya. “Tapi, sungguh. Aku benar-benar tidak sengaja telah membuka pintu itu. Aku sangat menyesal,” rintih Daniel sambil memasang wajah memelas. “Aku bisa pastikan kamu tidak akan dianggap m***m, dan kamu tidak perlu khawatir akan rumor yang menyebar. Tapi, itu tidak ada yang gratis.” “Kau sangat yakin?” “Ya. Bantu aku mengangkat barang belanjaan ke dapur. Kamu bisa kan?” Demi harga diri dan nama baiknya, Daniel mengikuti perintah wanita muda baik hati itu. Ia memindahkan barang belanjaan yang begitu banyak ke dapur seorang diri. Meskipun disiksa seperti ini, ia begitu rela daripada harus menanggung malu karena hampir memasuki ruangan berisi para perempuan atau wanita yang ingin bertelanjang. Prajurit yang biasanya membantu menaruh belanjaan itu di dapur cukup terkesima dengan kemampuan Daniel dalam memindahkan barang. Meski tidak tahu mengapa Daniel sampai rela melakukan hal itu, bagi mereka ini sangat untung, karena mereka bisa sejenak istirahat dan membiarkan Daniel mati-matian menahan rasa capek saat membawa barang belanjaan. Daniel kelelahan setelah menaruh semua barang belanjaan di dapur. Ia segera mengambil air minum yang diberikan oleh wanita muda yang sepertinya sangat menikmati penderitaannya tadi. Ia menyandarkan tubuh pada kursi kayu yang didudukinya sambil memejamkan mata. Tak ada suara yang mengganggu, ia merasakan ketenangan yang mendalam. Tanpa tahu banyak pasang mata yang mengamati wajahnya yang penuh peluh dan semakin menyinarkan wajah tampannya. Daniel membuka mata dan baru menyadari jika ia sudah terlalu lama berada di dapur, jadi ia segera keluar mencari udara segar sambil mengamati pemandangan. Ia lantas bergabung dengan para prajurit yang sedang berkumpul. “Aku dengan kau mencari ibumu, apa kau sudah menemukannya?” Anggap saja Daniel bodoh karena telah lupa dengan tujuan ia memasuki istana. Ia segera berlari pergi, mengabaikan panggilan dari teman sesama prajuritnya. Ia kini menuju ke ruang kumpul yang ada di istana, benar saja ibunya ada di sana bersama dengan Della. Daniel melangkahkan kaki menuju ke arah sang ibu yang menatapnya penuh dengan senyuman, ia juga melirik ke arah Della sesaat, menyadari jika perempuan itu belum memakan kue dari ibunya. “Aku sudah mencari ibu ke mana-mana. Ibu bisa pulang sekarang dan bawa kue ini juga,” kata Daniel sambil menunjuk ke kotak kue yang masih tertutup. “Betul sekali. Ibu harus segera menyerahkan kue ini pada Bella. Apa kamu sudah melihat Bella pulang?” Daniel terbelalak, kotak kue yang kini dibawa oleh ibunya berisi kue untuk Bella. Ia bisa merasakan hawa aneh di sekitarnya dan menyadari Della telah memakan kue pemberian ibunya. Ia menatap ibunya dengan kepalan di tangan dan memilih meninggalkan ruangan. *** Sementara itu, Bella turun dari kuda dan membiarkan prajurit memasukkan kuda tersebut ke kandang. Ia sejenak menengok ke arah para prajurit yang tengah berkumpul, tetapi tak melihat Daniel padahal ia melihat kuda milik pemuda itu. Bella terkejut bukan main saat tangan kekar Daniel menarik tangannya, sehingga mau tak mau ia mengikuti langkah pemuda itu. Tak ada yang bicara sama sekali, dan Bella menyadari para prajurit memerhatikan keduanya karena melewati tempat di mana para prajurit sedang asyik mengobrol. Ia sendiri berusaha untuk bersikap biasa saja. “Ada apa?” Bella melihat Daniel mengusap wajahnya dan sesekali menghela napas. Ia mengamati wajah Daniel, berusaha menemukan jawaban yang tepat mengenai alasan mengapa pemuda itu membawanya ke taman belakang istana. “Ada yang ingin kamu tanyakan?” tanya Bella sekali lagi. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa, jika Daniel tidak mengatakan apa pun. “Ini buruk, Bel. Tapi aku tidak ingin terjadi apa-apa pada orang tuaku.” Mulut Bella menganga, ia tidak mengerti sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Daniel. “Apa yang buruk? Kenapa orang tuamu?” Daniel menggenggam tangan Bella. “Aku mohon, lebih tepatnya jangan sekarang. Kita harus mencari obat untuk Della,” ujarnya khawatir. Bella tersentak kaget, ia sudah membalikkan badan tetapi Daniel menahan lengannya. “Aku harus melihat kondisi kakakku. Aku harus memastikan bahwa dia baik-baik saja.” Daniel menggeleng, membuat Bella berusaha melepaskan pegangan tangan Daniel. “Della bukan sakit. Dia memakan kue pemberian ibuku yang sudah dicampur dengan ramuan guna-guna. Orang tuaku ingin Della menjadi menantunya,” jawab Daniel sambil berlutut. Bella duduk di kursi kayu tanpa mengatakan kalimat apa pun. Ia bisa melihat wajah frustrasi Daniel meskipun pemuda itu terus menunduk. Obat? Bella tidak terlalu yakin akan bisa mendapatkan obat untuk sang kakak. Tapi, ia juga tidak bisa mengatakan langsung tentang kejahatan yang dilakukan oleh orang tua Daniel. Terlalu banyak hal yang membuat ia mungkin harus merahasiakan hal ini terlebih dahulu, salah satunya yaitu obat penawar untuk ramuan itu. Percuma bila ia memberi tahu orang tuanya tetapi tak ada obat yang bisa menyembuhkan Della, orang tua mana yang akan membiarkan anaknya tersiksa jadi sudah pasti salah satu jalannya membuka pintu gerbang pernikahan. “Kamu tenang saja, aku tidak akan memberi tahu orang tuaku sekarang, tetapi bukan berarti aku tak akan mengungkapkan hal ini. Terima kasih telah jujur padaku. Kamu benar, kita harus segera mencari obat untuk menyemburkan kakakku. Jadi, apa dia sudah mulai mendekatimu?” Daniel menggeleng. “Aku langsung kabur setelah Della memakannya. Aku ingin Della tidak memakan kue itu, tapi aku salah. Aku terlambat. Harusnya aku segera membuang kue itu.” Bella menatap langit yang mulai menampakkan sinarnya setelah mendung. Begitu apa yang terjadi hari ini, biarkan mendung itu menyelimuti hari sebelum datangnya cahaya yang akan membuat semua orang bahagia. Kini, ia harus memastikan kondisi Della baik-baik saja. Ia belum pernah melihat orang yang terkena guna-guna, maka ia sudah mempersiapkan diri. “Jadi, apa kita harus menemui Della sekarang?” Bella bertanya untuk memastikan agar Daniel sudah mulai menerima apa yang terjadi, karena tidak ada yang bisa diubah selain menemui takdirnya. Yang harus mereka lakukan saat ini yaitu bukan menyesal tetapi mencari akar solusi dari masalah ini. “Aku tidak sanggup, aku benar-benar tidak bisa menemui Della dengan kondisi yang seperti itu.” Ada nada sesal dalam setiap kata yang diucapkan oleh Daniel, dan Bella mengerti akan hal itu. Jika ia berada di posisi pemuda itu, ia juga pasti merasakan hati yang tak nyaman mengetahui telah terjadi sesuatu yang ditimbulkan oleh orang yang kita sayang kepada orang yang sudah dianggap layaknya keluarga. Bella mengulurkan tangan pada Daniel. Ia sendiri belum tentu bisa menerima perubahan Della akibat ramuan itu. “Ayo kita menemui, Della. Dan setelah ini, kita harus mencari penawarnya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN