01: KUE UNTUK PUTRI

1639 Kata
Tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa pagi hari ini tampak begitu mendung, begitu pun Daniel yang tetap terus berjalan untuk pergi ke pasar yang tak jauh dari rumahnya. Pemuda yang memakai setelah berwarna cokelat tua senada dengan kantong kumal yang dibawa, berusaha tersenyum saat berpapasan dengan orang yang lewat. Semenjak bekerja sebagai prajurit di istana, ia memang jarang sekali menampakkan diri di keramaian, sehingga perlu bersikap ramah. Mendapatkan kesempatan untuk bekerja tanpa harus melewati seleksi yang cukup ketat, ia harusnya mensyukuri bukan. Namun, ia malah merasa sebaliknya karena ia mulai sadar diri saat orang-orang mulai membicarakan kehadirannya yang terlalu mencolok sehingga kadang ia tidak percaya diri dengan kemampuannya. “Apa kamu dipecat?” tanya seseorang dengan rasa penasaran yang tinggi. Pertanyaan itu membuat kepala Daniel menoleh. Ternyata yang bersuara adalah teman masa kecilnya bernama Gundar yang tak lain yaitu pemuda berkepala plontos. Daniel menggelengkan kepala menjawab pertanyaan itu dan tak butuh lama, Gundar jelas memahami maksudnya. “Jadi, kamu diberi waktu libur? Enak sekali ya. Aku kerja setiap hari pun uangku masih saja belum banyak,” gerutunya. Daniel tidak berusaha untuk menjawab kalimat yang dilontarkan oleh Gundar, ia kini sibuk menatap para pedagang dengan kepala pusing. Ini adalah akibat jika terlalu sering di istana, melihat banyak orang lalu-lalang dan teriak, seperti mengalami kondisi kecemasan. Ingin rasanya ia segera pergi secepat mungkin. “Apa di istana kamu menemukan wanita cantik yang pandai meluluhkan hatimu?” tanya Gundar sambil menepuk punggung Daniel. Daniel tersedak saat ia sedang meminum madu yang diberikan seorang pria secara cuma-cuma. Ia lalu meminta kain untuk mengelap bibirnya yang semerah empedu. Setelah itu, ia merangkul pundak Gundar. “Apa kamu tidak punya pertanyaan lain?” tanya Daniel, sebab pertanyaan itu tidak mungkin ia jawab. Ia tidak pernah berpikiran untuk berkencan. “Tentu saja. Apakah bekerja di istana itu nyaman?” Daniel mengangguk. “Aku sangat nyaman saat bekerja di istana. Jika ada posisi yang dibutuhkan di istana, aku akan mencoba merekomendasikanmu.” Gundar menganga lalu menutup mulutnya dan memeluk Daniel. “Aku tahu kamu tidak akan melupakan sahabatmu yang tidak tampan ini,” ujar Gundar dengan percaya diri. Daniel menghentikan langkah dan menatap ke arah wanita muda yang sedang membantu ibunya berdagang buah. Ada rasa getir yang tiba-tiba merasuki hatinya melihat wanita itu masih bisa tersenyum bahagia. “Aku ingin 5 buah apel dan 1 tangkai pisang,” kata Daniel setelah tubuhnya sudah ada di depan meja berisi banyak buah. “Baik,” ucap wanita muda sambil memasukkan pesanan Daniel ke dalam ranjang. “Aku tidak tahu kamu sudah pulang ke rumah,” lanjutnya dengan menatap Daniel lekat. “Apa aku harus melapor padamu?” tanya Daniel. Ia tidak mengharapkan pertanyaan semacam itu dari wanita yang telah memutuskan hubungan dengannya. Wanita itu tersenyum malu dan memberikan keranjang buah kepada Daniel. “Tidak juga. Aku hanya ingin tahu saja,” katanya dengan canggung. Daniel melirik pada Gundar lalu tersenyum tipis dan memberikan uang pada wanita muda itu. “Kamu harus segera berhenti merayu pria, kamu kan sudah punya suami.” Ucapan Daniel telah menampar wanita itu, akan tetapi Daniel melanjutkan belanja bersama Gundar tanpa memikirkan apa yang mungkin dirasakan oleh wanita muda itu. Bagi Daniel, tidak ada yang perlu diketahui dari wanita muda itu kecuali statusnya yang pernah menjadi pujaan hatinya, dulu sebelum ia harus merelakan hatinya saat tahu wanita itu memilih pria lain. Ia sempat kecewa, sayangnya ia tidak bisa berbuat apa-apa. “Mengingat masa lalu?” Gundar seketika terkekeh. “Dia tidak pernah berubah. Aku sangat yakin banyak pria yang mengidamkannya meski ia sudah menikah,” jelasnya. “Bagaimana denganmu?” tanya Daniel. Gundar menggaruk tengkuk. “Aku? Aku tidak mungkin menyukai dia,” jawabnya getir. Daniel tertawa terbahak-bahak. Hal ini membuat Gundar mengerutkan kening. Daniel lalu memegang kedua bahu Gundar. Jelas ia bukan menanyakan bagaimana perasaan Gundar pada wanita yang telah menyandang status sebagai mantan kekasihnya. Namun, sepertinya pembicaraan itu sedikit menyenangkan. “Bagus. Aku pikir kamu tidak waras karena menyukai istri orang.” Gundar memutar bola mata malas, kemudian mengikuti langkah kaki Daniel yang panjang. Ia sedikit mengamati perubahan yang terjadi pada teman kecilnya itu. Daniel terlihat semakin tampan dan berwibawa, sangat jauh berbeda dari Daniel kecil yang polos dan lugu. Ia tahu semua orang akan dewasa pada waktunya, seiring dengan kehidupan yang mulai berubah juga. Daniel tiba-tiba menarik tangan Gundar untuk menepi, karena ada rombongan dari istana yang hendak melewati jalan. Gundar seketika terpana pada paras dua perempuan yang menaiki kuda warna putih. Ia jarang melihat putri dari istana datang hanya untuk sekedar jalan-jalan. Mereka biasanya akan dikurung dalam rumah, agar kecantikannya tetap menjadi rahasia. “Apa mereka anak dari Tuan Vodo?” pertanyaan itu meluncur tanpa diminta dari bibir Gundar. Daniel menjawab, “Ya. Perempuan yang memakai gaun warna ungu itu adalah putri Della dan satunya lagi, Bella, adiknya. Aku cukup mengenal keduanya meskipun aku yakin tidak punya kesempatan untuk memiliki satu dari keduanya.” Daniel tidak cukup percaya diri, meski kadang-kadang ia mengharapkannya. Gundar menepuk pundak Daniel. “Aku yakin kamu memiliki kesempatan itu, sebab ayahmu mengenal baik Tuan Vodo. Hanya saja, mungkin kamu belum menetapkan hatimu untuk siapa.” Daniel tersenyum kecut, ia harus mengakui jika mendambakan satu di antara keduanya. Namun, ia sendiri tidak berani bahkan untuk mengucapkan kalimat cinta. Sebab, meskipun orang tuanya saling mengenal, ia tidak cukup yakin akan diterima menjadi menantu. Apalagi, banyak para pangeran kerajaan yang datang untuk meminang mereka. Tidak ada yang salah memang, tapi ia agak cemburu apabila pangeran itu berusaha melamar putri pujaannya. “Daniel?” Suara perempuan memanggil namanya, membuat Daniel mendongak. Ia tersenyum tipis pada perempuan yang memakai gaun warna merah muda dan melirik pada Della yang sedang membeli roti. Bella memang terkenal begitu ramah, berbeda dengan Della yang lumayan dingin. “Iya, Bel.” Daniel merutuki kebodohannya. “Maaf, maksudku Tuan Putri Bella. Ada apa ya?” Bella tertawa. “Kamu ini, panggil saja Bella. Biasanya juga begitu kan?” ucapnya sambil menyunggingkan senyum Daniel tersipu malu, sedangkan Gundar masih tidak bisa berpaling dari kecantikan sang putri yang merupakan putri bungsu dari sang raja. Ia sudah pasti ingin memilikinya jika berada di posisi Daniel yang menguntungkan. “Aku hanya ingin memberi tahu, bahwa kamu jangan lupa untuk membawakan kue buatan bibi. Aku ingin sekali memakan kue buatan ibumu,” katanya masih dengan senyuman. “Aku tidak akan lupa, Bella. Bagaimana dengan Della?” Bella menatap ke arah Della yang sudah siap melajukan kudanya. “Kamu bisa membawakan untuknya juga.” Daniel melihat kepergian Bella bersama para prajurit dengan melamun. Ia tersentak kaget dan meringis saat Gundar mencubit pinggangnya dan meringis. Ternyata cubitan Gundar setara dengan cubitan yang biasa ibunya berikan saat ia ketahuan nakal. “Apa kamu menyukai dia?” Daniel tidak menjawab, ia berjalan ke penjual roti dan mengambil beberapa roti. Selanjutnya, ia mampir sebentar ke penjual pakaian, lantas membeli salah satu pakaian yang memiliki motif garis berwarna hitam. Sudah lama ia tidak memakai pakaian sederhana seperti yang dibelinya. Menjadi pemimpin prajurit membuat ia harus selalu tampil mewah sehingga akan membawa reputasi yang baik. “Sepertinya aku harus pulang. Apa kamu baik-baik saja?” “Tidak masalah. Kau bisa pergi dulu,” balas Daniel membiarkan Gundar pergi terlebih dahulu. Daniel melihat barang belanjaannya, tersisa sayuran yang belum dibeli. Ia langsung menuju penjual sayuran dan memilih sayuran segar. Setelah semuanya sudah terbeli, Daniel memutuskan untuk langsung pulang ke rumah, karena belanja sangat melelahkan setelah lama tak melakukannya. Dalam perjalanan menuju rumah, ia beberapa kali disapa oleh orang yang mengenalnya. Ada pula yang menanyakan mengenai rutinitasnya selama menjadi pemimpin prajurit, rasanya menjadi bagian dari istana, cara agar bisa memikat anggota keluarga istana, dan kapan akan segera menikah. Semua jenis pertanyaan itu dapat dijawab oleh Daniel dengan tenang dan apa adanya. Ia memang terkenal sebagai pemuda yang jujur, tak ayal jika banyak orang yang begitu mengaguminya. Ia sendiri begitu nyaman karena mendapatkan pertanyaan dari orang-orang yang sopan dan tidak suka menerka-nerka. Ia merasa bisa berbagi pengalaman pada mereka walaupun dalam kisah cinta, ia bukanlah juaranya. Daniel telah sampai di depan rumah, melihat ada tikus yang hendak merusak tanaman bayam milik ibunya, ia dengan cepat mengambil dan melemparkan batu ke tikus kecil berbulu cokelat. Mendengar suara ringkikan kuda, ia membawa langkah mendekati kandang kuda hitam miliknya. Kuda jantan yang tampak perkasa itu sedang memakan rumput dan sesekali memasukkan mulutnya ke ember minum. Daniel yang melihat hal itu tersenyum senang, lalu melihat pintu belakang rumahnya terbuka. Tanpa berpikir panjang, ia pun masuk ke rumah lewat pintu belakang dan menaruh barang belanjaan. Ia sempat mengernyit heran, sebab dapur yang biasanya bersih, tampak berserakan. Senyum Daniel mengembang saat melihat kue yang ibunya buat, kue kesukaan Bella dan juga neneknya yang sudah meninggal. Sudah lama ia sendiri tidak mencicipinya, pasti rasanya sangat enak. “Apa kau yakin ini akan berhasil?” Samar-sama Daniel mendengar suara, sehingga ia mencari tahu keberadaannya. Ternyata suara itu berasal dari tunangan kerja milik sang ayah. Untuk berjaga-jaga, takut ada pencuri yang memasuki rumahnya, ia mengambil kayu dan bersandar pada tembok. Baginya, suara itu begitu mencurigakan. “Ya, tentu saja. Aku akan memastikan ramuan ini berhasil untuk mengguna-guna putri raja itu. Jadi, pastikan aku juga mendapatkan keuntungan yang layak karena telah membantumu. Semoga segalanya berjalan sesuai dengan rencana.” Daniel menurunkan kayu, ia berjalan mendekati lemari untuk mendengarkan pembicaraan itu lebih lanjut. Sebab, dari posisinya berada, ia bisa mendengar dengan jelas. “Kalau kau sangat yakin, aku juga harus yakin kan? Oh, setelah memakan kue ini, aku bisa pastikan bahwa Della akan jatuh cinta pada Daniel dan ingin menikahinya. Aku harap ramuan guna-guna ini bisa membuatnya mabuk kepayang. Aku tidak sabar untuk memberikannya.” Mata Daniel terbelalak, dadanya bergemuruh, dan tanpa sadar ia mengepalkan tangan. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh orang tuanya sehingga melakukan hal itu, ia bahkan merasa kelu sekarang. Ia sadar diri betapa ia mendambakan Bella, akan tetapi ramuan guna-guna itu, ia benar-benar berpikir bahwa orang tuanya sudah gila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN