Sepanjang perjalanan pulang, Ali tidak henti-hentinya tersenyum. Kebahagian itu akan di peroleh jika dapat membebaskan diri. Seakan hati ini bangkit kembali, hari semakin gelap sudah waktunya ia kembali ke hotel. Niat untuk pindah hotel, besok akan ia lakukan karena ini sudah malam, waktunya ia istirahat.
"Terima kasih untuk hari ini"
"Iya, sama-sama, sebaiknya kamu mandi. Saya tunggu kamu di kamar saya" ucap Ali, kini tepat di depan kamar Ela
"Iya"
Ali lalu mengecup puncak kepala Ela, dan ia tersenyum penuh arti, "masuklah".
Ela mengangguk dan ia membuka card sistem itu, meletakkan card system itu depan sinar barcode itu. Ia memandang Ali disana, sebelum menutup pintu itu kembali. Ela lalu melangkah menuju sisi ranjang, dan ia melepas blezer yang dikenakannya. Ia benar-benar menikmati liburannya. Liburan yang sangat menyenangkan, ia benar-benar seperti jatuh cinta kepada laki-laki itu. Ali membuatnya bahagia seperti ini. Ela melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, Ela sudah menyelesaikan ritual mandinya. Ia memilih duduk di sofa, menikmati indahnya kota Luzern. Lampu-lampu kota terlihat diatas ketinggian kamarnya. Pemandangan disini begitu indah, walau tak seindah di siang hari.
Ela melangkahkan kakinya menuju nakas, di raihnya gelas kaca itu, dan menuangkan air mineral yang tersedia di teko. Ela meneguk air mineral itu, dan setelah itu ia letakkan kembali gelas itu. Ela meraih ponsel miliknya, ia menatap foto yang ada di galeri. Ia tersenyum bahagia, melihat foto ia bersama Ali disana. Berbagai macam foto selfie disana, Ela melompat bahagia. Oh Tuhan, ia hampir gila memikirkan laki-laki tampan seperti Ali.
Suara bell terdengar di balik pintu. Ela tersenyum dan ia sudah menduga bahwa yang menekan bell itu adalah Ali, karena Ali lah satu-satunya orang yang datang kesini.
Ela bergegas menuju pintu utama dan lalu membuka hendel pintu. Ela mengerutkan dahi, bukan Ali yang ia dapat, melainkan Hasan. Dengan cepat Ela menutup pintu itu kembali, tapi tangan kiri itu tidak kalah cepat menahannya.
"Ada yang ingin saya bicarakan terhadap kamu. Ini tentang Ali"
Ela terdiam sesaat, mencoba berpikir, sejujurnya ia tidak ingin mengenal Ali terlalu jauh, ia hanya mengenal laki-laki itu bernama Ali, berasal dari Libanon. Selebihnya ia tidak mengenal laki-laki itu, dan tidak berniat mencari tahu tentang Ali. toh hubungan ini akan berakhir sebentar lagi. Ia hanya berbagi kesenangan dengan laki-laki itu, tidak lebih.
Sekarang di hadapannya adalah sepupu Ali, laki-laki itu menawarkan diri untuk menceritakan tentang Ali kepadanya. Ela tidak kuasa menolak, sejujurnya ia juga ingin mengetahui informasi itu, ia lalu memperlebar daun pintu.
"Masuklah"
Hasan lalu masuk kedalam dan Ela menutup pintu itu kembali. Hasan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Kamar ini tidak lebih dari kamarnya, hanya kamarnya lebih besar dari ini, letaknya di lantai paling atas.
Hasan duduk di sofa, begitu juga wanita itu duduk di salah satu sofa yang tidak begitu jauh darinya.
"Apa yang ingin kamu ceritakan kepada saya?" Tanya Ela.
"Apakah kamu sudah mengenal Ali sebelumnya?" Tanya Hasan, ia memperhatikan wajah Ela. Rambut wanita itu basah dan wajahnya itu terlihat canti, walau tanpa sapuan make up.
"Saya baru saja mengenalnya disini" ucap Ela, sepertinya ia harus berkata jujur kepada laki-laki itu.
Hasan hampir tidak percaya, ia mengerutkan dahi, memperhatikan mimik wajah Ela, "Apakah kamu sedang berbohong terhadap saya".
"Jika kamu tidak percaya saya, kamu bisa keluar dari kamar saya".
Hasan menarik nafas, dan kembali melirik Ela. "Oke, saya percaya kamu. Saya hampir tidak percaya apa yang kamu katakan tadi. Jadi kamu belum mengenal Ali sebelumnya?" Tanya Hasan sekali lagi.
"Saya baru mengenalnya beberapa hari yang lalu. Bagi saya tidak penting untuk mengenalnya lebih jauh, ada apa dengan Ali?".
"Oh, Tuhan. Bagaimana saya harus menjelaskannya, ternyata kamu benar-benar tidak mengenal Ali. Kamu satu-satunya wanita polos yang pernah saya lihat".
"Saya memang tidak berniat mengenalnya dari awal" timpal Ela.
"Kamu bisa mencari nama Assad Alpharuz di mesin google".
"Siapa dia? Kenapa saya harus mencarinya di google".
"Ali adalah sebutan untuk orang terdekat saja. Nama sebenarnya adalah Assad Alpharuz".
"Ya, nama tidak terlalu penting untuk saya" Elak Ela.
Hasan kembali menarik nafas, ia memperhatikan Ela, wanita itu hanya diam. "Begini, Ali adalah sepupu saya. Ali dan saya memang dulu tidak terlalu akrab, karena dirinyalah saya terdampar disini, bersama kesenangan kalian".
"Langsung saja ke inti permasalahannya"
"Begini, berita kamu dan Ali sudah tersebar diseluruh media di Libanon".
"Berita apa yang kamu maksud? Media apa maksud kamu ?" Ela semakin tidak mengerti.
"Jadi kamu tidak tahu berita itu?".
"Tidak".
"Oh Tuhan, jadi selama ini kamu tidak tahu apa-apa. Sementara diluar sana, semua menceritakan kamu dan Ali. Pantas saja Ali melarang saya bertemu kamu".
Hasan melirik Ela, "Apa yang Ali katakan tentang dirinya terhadap kamu. Apakah dia tidak menceritakan perkerjaannya dengan kamu?".
"Dia berkerja di asuransi".
"Dasar pembohong, pantas saja kamu tidak tahu apa-apa. Ali sudah berbohong terhadap kamu. Ali bukan bekerja di asuransi. Dia pengusahaan yang memiliki perusahaan minyak di Libanon".
Ela hampir tidak percaya apa yang di ucapkan Hasan. Ia mencerna kata-kata Hasan, ia menggeggam buku-buku jarinya hingga memutih menahan geram.
"Teruskan cerita kamu"
"Ali adalah pengusaha minyak yang tinggal di Bairut. Ali memiliki kekasih bernama Nihan, Nihan adalah selebriti papan atas di Libanon. Ali dan saya adalah imigran Perancis yang menetap di Libanon, karena di Libanon banyak imigran Perancis yang menetap disana".
*********