Malika melambaikan tangannya kea rah Sandra lewat jendela begitu mobil yang dinaikinya melaju melewati halaman rumah. Ia pun kembali membenarkan letak duduknya dan bersamaan dengan itu, ia melihat seseorang berdiri tidak dari pagar rumah Sandra. Orang itu tampak mengenakan jaket hoodie berwarna hitam hingga Malika tak bisa melihat wajahnya. Ia lantas kembali membalikkan badan dan kedua alisnya salingbertaut, mencoba mengenali sosok itu.
“Pak, berhenti, Pak!” Malika menepuk bahu sopir dan mobil segera berhenti setelahnya.
“Kenapa, Non?” tanya sang sopir namun pertanyaannya tak mendapat jawaban karena majikannya itu langsung turun dan berlari.
“Lo siapa?” tanya Malika. Ia khawatir kalau lelaki yang ada di sana adalah orang jahat dan berniat berbuat iseng pada sahabatnya, apalagi orang itu tampak sesekali mengintip dari balik celah pagar.
Merasa keberadaannya ketahuan, orang itu semakin menutup wajahnya dengan hoodie dan menaikkan masker yang dikenakannya. Namun Malika lebih cepat, cewek itu berhasil menahan lengan si lelaki.
“Ngaku! Lo siapa-“ Ucapan Malika terputus saat ia berhasil menarik lengan lelaki itu hingga tubuhnya sedikit berputar menghadapnya. Keningnya mengerut. “Daffa?”
Perlahan Malika menurunkan kembali tangannya. “Lo … ngapain di sini? Kenapa lo gak masuk dan nyamperin Sandra langsung?”
Daffa menurunkan kembali maskernya dan ia membuang napas pelan, “Mungkin gak hari ini, Mal.” Ia menatap Malika.
“Oke, oke. Gue ngerti, tapi lo kan gak bisa kayak gini terus, Daf. Perlahan keberadaan lo juga bakalan ketahuan. Orang yang beberapa hari terakhir nelepon Sandra itu … elo ‘kan?”
Tak ada jawaban.
“Daf, jawab gue!”
“Gue udah terlalu banyak menimbulkan masalah selama gue pergi. Hanya ini yang bisa gue lakuin buat Sandra. Kalau pun gue sama dia ketemu, itu gak sekarang. Gue hanya akan bikin tambah dia kecewa sama gue.”
“Daf, asal lo tahu, ya. Sandra emang kecewa sama lo, tapi dia gak pernah benci sama lo. Kalo lo sembunyi kayak gini, lo sama aja ngelukain diri lo sendiri,” ujar Malika.
“Tapi setidaknya itu lebih baik dari pada gue yang nyakitin dia.” Daffa tersenyum getir. “Mal, tolong jangan kasih tahu Sandra kalau gue ke sini.”
Malika membuang napas pelan sebelum akhirnya mengangguk, “Gue harap semuanya bisa seperti semula lagi, meskipun status kalian berbeda. Kalo lo ngerasa kalo kepergian lo kemarin itu nyebabin masalah buat Sandra, harusnya lo bisa bikin kedatangan lo sekarang jadi kebahagiaan buat dia. Gue tahu itu sulit. Tapi sekali lagi gue tekankan, kalo gue gak mau lihat sahabat gue terus-terusan sedih.”
“Selama gue pergi, Kevin pasti ngejaga Sandra dengan baik.”
“Ya. Kevin jauh lebih bisa jaga Sandra. Gue gak pernah ada niatan ngomong ini di depan lo dan gue minta maaf, tapi gue akui Kevin jauh lebih baik. Tapi bukan berarti lo bisa menghilang seenaknya. Inget, Sandra masih terluka karena lo.”
Ucapan Malika benar-benar sukses masuk hingga ulu hati Daffa. Cowok itu terdiam setelahnya. Setelah beberapa waktu dia pergi, kini dia merasa kalau dia tidak seharusnya kembali. Sandra pasti sudah mulai merasakan kebahagiaan lagi. Kevin benar-benar menjaganya.
“Gue tahu lo adalah cowok yang baik, Daf. Lo pernah bikin Sandra bahagia.” Malika tersenyum tipis. Ia menepuk bahu Daffa.
*
Kevin merebahkan tubuhnya di ranjang begitu sampai di kamarnya. Rasanya ia merindukan kamarnya itu meskipun ia hanya pergi selama beberapa hari. Ia menatap bingkai berisi mawar lawas kesayangannya. Kemudian salah satu tangannya terangkat dan memperlihatkan setangkai mawar yang diberikan oleh Sandra beberapa hari yang lalu.
“Vin, besok kamu jangan dulu sekolah, ya?” ujar Wulan yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu kamarnya.
“Kenapa? Kevin udah baik-baik aja kok.”
Wulan seketika memelotot. “Pokoknya jangan dulu! Mama gak mau kejadian kemarin terjadi lagi. Kemarin juga kamu terlalu maksain diri, padahal udah Mama suruh buat kamu istirahat di rumah.”
“Ya … tapi kan aku ngelakuin itu buat-“
“Ngasih Sandra semangat sebelum kompetisi? Lihat, sekarang dia justru didiskualifikasi, ‘kan? Gara-gara siapa coba?”
“Loh, Mama nyalahin Kevin?” Kevin langsung mendudukkan tubuhnya.
“Mama gak bilang kalo itu salahmu. Tapi kalo kamu nyadar, baguslah. Kamu bikin Mama sama papa khawatir, terus bikin Sandra didiskualifikasi, dia juga nangisin kamu seharian sampe rela donorin darahnya buat kamu. Adnan juga sampe bolos sekolah demi nemenin kamu di sini. Masih mau ngulanginnya lagi?” Wulan melipat kedua tangannya di depan d**a. Ia menatap putranya yang langsung bungkam.
“Maaf, Ma.”
“Iya, iya. Awas aja kalo kamu ngeyel lagi. Kalo gitu siap-siap buat makan malam, ya. Nanti minum obat.”
“Hm.” Kevin pintu yang ditutup. Ia lalu kembali merebahkan tubuhnya dan mengambil ponsel. Ia melihat pesan yang dikirimkannya tadi sudah dibaca oleh Sandra, namun tak mendapat jawaban.
Tiba-tiba ia kembali mengingat ucapan Adnan tadi sore. Sandra masuk BK karena dia bertengkar dengan murid lain di koridor, hanya karena murid itu membahas soal Daffa.
“Gue gak tahu kalo lo masih sepeduli itu sama Daffa, Gi,” gumamnya. Ia mengetuk tombol video call dan berharap panggilannya akan diangkat oleh Sandra.
“Apaan?” sahut Sandra dengan nada ketus. Wajahnya tampak menekuk dan ia menatap Kevin dengan tatapan tidak suka.
“Lo kenapa sih? Lagi dapet?” tanya Kevin asal.
“Apaan sih lo. Kalo gak ada yang penting gue matiin-“
“Gue udah di rumah!” ujar Kevin cepat sebelum Sandra benar-benar mematikan panggilannya.
Hening selama beberapa saat.
“Terus? Menurut lo itu penting?” ujar Sandra.
“Ya kan siapa tahu aja lo mau ke sini. Lo tadi kenapa gak jengukin gue?”
“Ogah. Lo udah bisa ngomel-ngomel itu artinya lo udah sehat.” Sandra memutar kedua matanya, “Udah, ya? Gue dipanggil sama bokap.”
“Lo tadi masuk BK?”
Sandra yang baru saja hendak mematikan panggilan video itu mendadak diam. Ia lalu menatap Kevin.
“Lo tadi siang masuk BK?” ulang Kevin.
“Siapa yang bilang?”
“Adnan.”
Sandra membuang napas. Kenapa juga Adnan harus mengatakannya pada Kevin. Ia benar-benar tidak mengerti.
“Lo gak pernah kayak gini sebelumnya, Gi. Masih soal Daffa?”
“Please, gue gak mau bahas itu.”
“Adnan bilang ke gue katanya tadi siang lo masuk BK gara-gara berantem sama murid lain di koridor. Katanya mereka ngomongin-“
“Semuanya udah clear kok. Gue juga udah minta maaf ke dia, begitu juga sebaliknya. Jadi gak ada yang perlu dibahas lagi. Mood gue tadi lagi gak bagus aja, makanya gak bisa ngontrol diri.”
Kevin menatap Sandra yang terlihat menghindari kontak mata dengannya. “Ini gak seperti lo yang biasanya.”
“Gak usah ngomong yang aneh-aneh. Mood gue sejak kemarin emang lagi gak bagus. Sori, kalo gitu gue matiin teleponnya.”
Setelah mengatakan itu, Sandra benar-benar mematikan panggilan videonya secara sepihak.
—bersambung