47. Badmood

1047 Kata
Bi Surti menatap kantung belanjaan berisi snack yang baru saja diletakkan oleh Sandra di meja depan TV. Wanita itu menatap ke arah Sandra pergi. Majikannya itu pulang tanpa mengatakan sepatah kata pun bahkan wajahnya tak berekspresi sama sekali, namun Bi Surti masih bisa melihat ada bekas air mata yang telah mengering di sana. “Apa mungkin berantem lagi sama Mas Kevin, ya?” Bi Surti bergumam. Namun ia segera mengenyahkan pikiran itu karena Kevin masih sakit. “Tapi selama ini Non Sandra gak pernah punya masalah sama temen-temennya yang lain. Sama Non Malika pun akur terus,” lanjutnya. Akhir-akhir ini ia melihat kalau majikannya itu memiliki banyak tekanan, hingga membuatnya merasa khawatir. Padahal baru saja kemarin ia melihat Sandra ceria lagi tapi hari ini suasana hatinya kembali mendung. Sementara itu di kamar Sandra, cewek itu tampak merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan kedua sudut mata yang kembali basah. Ia mengecek ponselnya dan melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Malika. Karena merasa tidak enak pulang tanpa memberitahu, akhirnya Sandra memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan pada sahabatnya itu. Ia lalu meletakkan kembali ponselnya di samping tubuhnya dan kembali menatap langit-langit. “Untuk ke sekian kalinya, gue dibohongi,” batin Sandra pilu. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, hingga pada akhirnya suara tawa pelan keluar dari bibirnya. Semua teman-temannya benar-benar berbohong padanya dan mereka seperti bekerja sama satu sama lain agar menutupi keberadaan Daffa. “Jadi orang yang sejak kemarin nelepon gue itu … kamu, Daf?” lirih Sandra. Entah sejak kapan Daffa kembali dan ia tidak tahu sama sekali. Ia menghela napas berat, lalu memejamkan kedua matanya. * “Inget, ya. Hati-hati.” Wulan menatap Kevin yang menaiki motornya. Karena kecelakaan itu motornya harus dibawa ke bengkel untuk beberapa hari. Kini kondisi Kevin pun sudah membaik dan ia akan kembali masuk sekolah setelah beberapa hari tidak hadir. Beruntung motornya juga selesai diservis, membuatnya tidak perlu repot-repot naik angkutan umum. “Jangan ngebut-ngebut,” sambung Bayu. Kevin menatap kedua orang tuanya bergantian dan tersenyum. Ia mengangguk dan segera memakai helmnya. Tak memerlukan waktu lama, motor cowok itu sudah melesat melewati halaman rumah, membuat kedua orang tuanya geleng-geleng kepala. Sebenarnya orang tuanya memang belum mengizinkannya sepenuhnya, tapi apa boleh buat. Kevin juga sudah merasa bosan berada di rumah terus-menerus. Lagi pula kedua kaki dan tangannya tidaklah sampai patah, hanya memar-memar dan lecet. Mengingat kecelakaan itu membuatnya ingat kalau Sandra sempat mendonorkan darah untuknya. Darah dari rival bebuyutannya itu kini juga mengalir dalam tubuhnya. Tidak lama kemudian Kevin sampai di sekolah dan ia langsung melesat menuju parkiran. Adnan yang sepertinya juga baru sampai itu pun terkejut melihat kedatangannya ke sekolah. “Kenapa lo natap gue kayak gitu sih? Gue kan bukan hantu,” ujar Kevin seraya melepas helm. “Lo kenapa berangkat? Lo beneran udah sembuh?” Adnan menatap Kevin dari ujung kepala hingga ujung kaki namun Kevin dengan tidak tahu dirinya malah tertawa. “Gue gak tahu kalo lo sekhawatir itu sama gue, Nan. Gue jadi terharu nih.” Kevin berpura-pura memasang tampang sedih dan seakan-akan menghapus air matanya. “Geli anjir!” Adnan menepis tangan Kevin yang melingkari bahunya. Mereka berdua berjalan menyusuri koridor menuju kelas. Dan di saat itulah seseorang berjalan mendahului mereka berdua. Merasa sudah kelewat familiar dan hafal, Kevin hendak memanggilnya namun baru saja ia membuka mulut, seseorang di belakang menepuk bahunya, membuat Kevin mengurungkan niat dan menoleh. Malika menggelengkan kepala, memberi kode agar Kevin tidak melakukan itu. “Kenapa?” tanya Kevin dengan tatapan polos. “Mood Sandra lagi gak bagus,” jawab Malika. Ia menatap Sandra yang sudah berjalan cukup jauh. “Oh, ya? Ya udah. Bukannya biasanya juga gue-“ Malika kembali menggelengkan kepalanya hingga Kevin kembali berhenti. Cowok itu ikut menatap Sandra di depan sana. “Gue tahu lo biasa ngerjain dia dan bikin dia kesel meskipun dia lagi bad mood, tapi kali ini beda, Vin. Sandra bener-bener lagi gak bisa diganggu. Gue aja tadi dicuekin sama dia.” Bibir Malika menekuk ke bawah. Kevin dan Adnan menatap satu sama lain. Antara percaya dan tidak percaya kalau Sandra melakukan itu, bahkan sampai mengabaikan Malika. Seburuk apa mood cewek itu sekarang dan apa penyebabnya? Sandra yang biasanya selalu mendengarkan Malika di saat dia kesal pada semua orang, kini bahkan tidak melakukan itu yang artinya, situasi kali ini berbeda. “Lo bikin dia marah?” tanya Adnan. “Seinget gue sih enggak. Kemarin pulang sekolah gue cuma minta anter belanja ke minimarket, terus dia mau dan dia juga beli beberapa snack di sana. Habis itu … dia keluar duluan. Tapi pas gue keluar, dia ternyata pulang duluan. Apa mungkin dia ngambek gara-gara gue minta anter?” “Gak mungkin. Lo kan cuma minta anter, bukan minta dijajanin,” ujar Adnan. “Sandra ngirim pesan ke gue katanya dia pulang duluan gara-gara ada urusan. Tapi pas gue telepon nomornya langsung gak aktif.” Malika menggembungkan kedua pipinya. Ia dan kedua cowok di sebelahnya menatap Sandra yang sudah menaiki tangga terlebih dahulu. “Semalem juga chat gue gak kekirim sih,” sambung Kevin, “Apa dia bertengkar sama Om Hendra? Gak mungkin.” Malika mendengkus pelan, “Ya udah deh, nanti gue coba tanyain lagi, takutnya gue emang ada salah ke dia. Kalo gitu gue ke kelas ya, bye!” Ia menaiki satu per satu anak tangga dan mengejar Sandra yang sudah terlebih dulu sampai di atas. “Tapi mood dia kemarin juga agak aneh sih. Dia lebih sensitif dari biasanya. Terus … “ Adnan menggantungkan ucapannya. “Terus?” “Pas lo video call ke gue, gue rasa Sandra sempet denger omongan nyokap lo, Vin. Dia denger nyokap lo nyebut nama Daffa. Malika juga denger yang artinya, Sandra juga.” Kevin seketika diam. Ya, dia ingat. Kemarin mamanya memang menyebut nama Daffa saat sahabatnya itu datang menjenguknya dan bersamaan dengan itu Adnan mematikan panggilan videonya. “Apa mungkin Gio marah gara-gara itu? Apa mungkin dia nyadar kalo gue sama yang lain gak kasih tahu dia kalo Daffa udah balik?” batin Kevin. “Sandra kalo badmood ternyata agak serem ya, Vin,” kata Adnan asal. “Hm.” Kevin membuka ponselnya dan mengecek chat yang semalam dia kirimkan pada Sandra, namun ternyata chat-nya masih centang satu. Kemungkinan Sandra masih mematikan data seluler miliknya, atau parahnya lagi cewek itu belum menyalakan ponselnya sama sekali. —Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN