Hamil?

1323 Kata
Pertemuan yang tidak terduga terjadi kepada Hasna. Dia sedang berada di pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan keluarga. Kebetulan sang suami baru saja mendapat gaji sehingga Hasna bisa membeli keperluan rumah tangga yang sudah habis. Hasna sedang mendorong troli belanja, namun langkahnya terhenti karena ada sosok perempuan muda yang menyenggol dirinya dari belakang. "Maaf Mbak saya nggak sengaja," ujar perempuan yang baru saja menabrak Hasna. Hasna menjawab tidak apa-apa karena dia juga tidak terluka karena itu. Saat wajah perempuan itu terlihat, Hasna tentu saja kaget. Dia adalah perempuan yang keluar dari mobil sang suami tempo hari. Sepertinya perempuan itu tidak mengenali Hasna karena dia meminta maaf dan setelah itu pergi. Rasa penasaran Hasna kian memuncak, apa yang terjadi pada perempuan itu sehingga pada jam kerja berada di pusat perbelanjaan. Apa perempuan itu tidak bekerja lagi atau sedang tidak masuk ke kantor? Sebenarnya Hasna tidak perlu memikirkan orang lain, namun hatinya bergejolak untuk menyuruh Hasna mengikuti perempuan muda tersebut. Hasna akui tidak memang terlihat muda, kira-kira umurnya di bawah tiga puluh tahun. Haluan Hasna berubah, dari dia memilih bahan-bahan makanan berpindah untuk mengikuti perempuan tersebut. Perasaan Hasna takut, bisa jadi dia melihat sang suami ada bersama perempuan itu. Sekarang semua bisa saja terjadi. Pikiran Hasna sudah kemana-mana, langkah kakinya tetap tidak mau berhenti. Dia sudah seperti penguntit yang mengikuti perempuan yang sama sekali tidak diketahui namanya itu. Hasna bisa bernapas lega, dia sepertinya datang sendiri karena sudah beberapa menit Hasna mengikuti tidak ada tanda-tanda orang lain ada bersama dengan dirinya. Hasna kembali melanjutkan aktivitas berbelanja kebutuhan rumah tangga yang sempat tertunda. Dia malu sendiri karena sudah seperti anak muda. Hasna hanya memastikan, karena beberapa sinetron yang dia tonton sering ada adegan suami yang menemani perempuan lain berbelanja. Hasna bukannya berpikir negate, dia hanya takut dan juga was-was. Senyum di bibir Hasna kian merekah karena ada sesuatu hal yang harus dia pastikan. Jika sesuai dengan apa yang dia harapkan maka Hasna akan sangat bersyukur. Hasna melakukan pengecekan barang belanjaan, bisa jadi ada beberapa keperluan yang lupa dia beli. Setelah semua sudah dianggap lengkap, Hasna segera mengantri di kasir. Banyak orang yang mengantri. "Halo, Iya Mas. Cumi-cuminya udah nggak segar lagi. Gimana?" "..." "Yahh, aku nggak jadi beli Mas." "..." "Pasar aja nanti cari ya." "..." "Ih aku biasa juga ke pasar Mas, udah ah nanti nggak kelar-kelar belanjanya. Udah laparkan?" "..." "Mas ni memang ya, udah biasa juga beli di pasar. Iya ganti beli daging ayam aja, ini mau ambil dulu." "..." "Iya tunggu aja di mobil, bentar lagi kelar." "..." "Love you too." Hasna sedikit iri dengan siapa yang sedang menelpon di belakangnya. Sepertinya dia sedang menghubungi sang suami. Hasna rasanya ingin menelpon Mas Surya juga, tetapi dia takut bisa jadi sang suami tengah sibuk bekerja. Hasna mengedarkan pandangannya ke belakang, ternyata tidak ada orang lain. Akhirnya antrian sampai juga pada diri Hasna, dia segera menyerahkan troli belanja kepada petugas. "Ada tambahan lagi Bu?" Hasna menggeleng. Dia melihat total harga yang ada di layar monitor. Rp. 1.134.900 Hasna memberikan uang bayarannya, kemudian barang belanjaan sudah selesai dimasukan ke dalam plastik. Hasna pergi ke supermarket tidak menggunakan sepeda motor karena dia pasti akan kesusahan membawa barang belanjaan. Dia sudah memesan mobil online dan sepertinya sebentar lagi akan datang. Belum sampai empat menit Hasna menunggu, mobil pesanannya sudah datang. Hasna membawa belanjaan ke dalam mobil. "Berhenti apotik dulu ya Pak," ujar Hasna kepada supir mobil. "Iya Bu." Lima menit perjalanan, mobil berhenti di sebuah apotik besar. Hasna menyuruh supir mobil untuk menunggu terlebih dahulu. Dia ingin membeli beberapa keperluan obat, karena cuaca sangat tidak menentu. Bisa saja saat malam hari Abian mendadak sakit. Dia bukannya ingin Abian sakit, tetapi dia harus mempersiapkan segalanya agar bisa meminimalisir segala keburukan yang akan terjadi. Tidak lupa Hasna membeli tespek. Dia sudah memperhatikan siklus datang bulannya. Biasanya Hasna akan datang bulan pada pertengahan bulan. Namun, sampai akhir bulan dia belum juga datang bulan. Hasna memang merencanakan kehamilannya tanpa diskusi terlebih dahulu dengan sang suami. Dia melepas KB yang sudah lama dipasangnya sejak 3 bulan yang lalu. "Yang baik nya ada Mbak?" Tentu saja semua orang akan memilih tespek yang tingkat akurasinya tinggi, karena banyak juga fenomena tespek salah untuk mendeteksi kehamilan. "Semuanya bagus si Bu, tapi kalau Ibunya ragu bisa membeli 3 buah tespek dengan merek yang berbeda." Hasna setuju dengan usul penjaga apotik tersebut. Dia membeli 3 buah tespek dengan merek yang berbeda. Tidak sabar rasanya dia ingin menggunakannya. Pemakain tespek sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena jika pada siang hari hasilnya bisa saja kurang akurat. Hal ini dikarenakan saat siang hari kita sudah banyak minum sehingga membuat urine menjadi lebih encer. Kondisi urine yang encer memuat hormone hGG sulit untuk terdeteksi. Setelah selesai membeli, Hasna segera masuk mobil untuk pulang ke rumah. Hari juga semakin siang, dia belum masak makan siang untuk sang anak yang akan pulang sekolah. Hasna tidak mengantarkan makan siang kepada Surya karena dia juga tidak boleh kecapean. Dia sangat ingin hamil sehingga dia harus menjaga dirinya sendiri agar dalam kondisi yang bagus dan juga fit. Awalnya Hasna pesimis untuk bisa hamil, umur dia yang akan menginjak usia empat puluh tahun serta sang suami yang jarang sekali melakukan hubungan badan dengannya. Surya sering kali jika sudah sampai ke rumah merasa kelelahan. Hasna tidak juga memaksa, namun dengan segala usaha akhirnya Hasna mampu menaikan hasrat sang suami sehingga bisa sering berhubungan intim. Keesokan harinya Hasna tidak sabar untuk melakukan tes kehamilan dengan tespek. Dia masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Surya masih tertidur nyenyak di tempat tidur. Dia semalam pulang pukul tujuh malam. Lebih cepat dari biasanya yang pulang pukul Sembilan ataupun sepuluh malam. Perasaan deg-degan memenuhi rongga d**a Hasna. Lima detik dia celupkan test pack ke dalam wadah. Hasna mengangkatnya, dia meletakkan tiga buah testpack tersebut di wastafel. Hasna sudah berharap cemas, jika dia tidak hamil maka sia-sia segala usahanya selama beberapa bulan ini. Sepuluh menit untuk menunggu. Dengan tangan gemetaran, Hasna memusatkan matanya pada tiga alat testpack tersebut. "Akhhhh," teriaknya kegirangan. Ketigas testpack memberikan hasil garis dua. Hasna sudah tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Dia menormalkan detak jantung yang mendadak menggila. "Selamat datang anak Ibu,, semoga kehadiran kamu bisa buat Ayah tambah sayang sama kita semua," ujar Hasna pelan. Dia mengusap perutnya yang masih rata. Tidak terasa air matanya berlinang. Memang sangat berbeda, saat kehamilan pertama, kedua dan ketiganya Hasna mengetahui dengan cara melakukan pemeriksaan pada dokter kandungan tidak menggunakan testpack. Itu karena Surya tidak ingin mendapat harapan palsu, dia sering mendengar bahwa hasil dari testpack belum tentu akurat sehingga Surya langsung membawa Hasna ke dokter kandungan. "Ngapain di dalam, aku mau mandi Hasna." Suara Surya terdengar pada telinga Hasna, "Kita bakal buat kejutan buat Ayah ya sayang," ujar Hasna berbisik. Hasna segera keluar dari kamar mandi. Ternyata sudah tiga puluh menit dia berada di dalam. Senyum Hasna kian merekah saja. "Kenapa pagi-pagi udah senyum gitu?" tanya Surya kebingungan. "Ada deh, Mas mandi dulu sana." Surya tidak bertanya lagi, dia lebih baik bersiap-siap untuk bekerja. Hasna segera melihat kedua anak-anaknya. Saking bahagianya dia sampai lupa menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anaknya. "Udah mau berangkat Gra?" tanya Hasna kepada anak keduanya. "Iya Bu." "Maafin Ibu ya nggak buat sarapan." Hasna sangat merasa bersalah. "Enggak apa-apa kok, tadi Agra sama Abian udah makan roti kok. Ibu sakit ya?" Hasna menggeleng. "Kayaknya Ibu lagi bahagia, ada apa?" Hasna kembali menggeleng dengan menahan senyum. Dia tidak mau memberi tahu kabar kehamilannya kepada siapapun terlebih dahulu kecuali kepada sang suami. "Ya udah kalau Ibu nggak mau cerita, yang penting Ibu bahagia maka Agra bakal bahagia juga. Agra pergi dulu Ya, Abian udah pergi tadi karena dia ada piket pagi." "Enggak salam sama Ayah dulu?" cegah Hasna. Dia harus meluruskan segala benang kusut antara Agra dan Ayahnya. "Agra berangkat!" Tanpa menjawab pertanyaan dari sang Ibu, Agra langsung pergi setelah salam. Hasna menatap punggung anak keduanya dengan perasaan sedih, sampai kapan Agra dan Surya saling membangun bentang? . . *Jangan lupa tinggalkan komen dan juga tap lovenya mbak-mbak sayang,  terima kasih hehe*
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN