Pagi ini Arman duduk di meja makan, tangannya memegang secangkir kopi yang sudah dingin. Pikirannya kacau, merenungi bagaimana Lestari bisa mengetahui hubungan rahasianya dengan Santi. Tatapan Arman kosong, penuh dengan kebingungan dan rasa takut. Segala rencana yang ia susun dengan hati-hati kini terasa terancam. Dia bertanya-tanya, apakah Santi yang ceroboh ataukah ada orang lain yang tahu tentang mereka?
"Siti! Siti!" teriak Arman sambil memanggil nama asisten rumah tangganya.
Siti yang saat itu sedang sibuk di dapur segera menghampiri Arman. Dengan tatapan menunduk. "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu."
"Cepat katakan apa kemarin ada seseorang yang datang ke rumah ini!" perintah Arman kepada Siti.
"Seseorang …." Siti berusaha mengingat kejadian kemarin.
Siti langsung mendongakkan wajahnya. "Iya, ada Tuan."
"Siapa? Apa kamu tahu siapa orangnya?" tanya Arman yang semakin penasaran.
Sambil berusaha mengingat kejadian kemarin. "Saya nggak kenal orangnya, tapi saya sempat lihat Nyonya bicara serius dengannya. Dan pria itu sempat memberikan sebuah amplop cokelat kepada Nyonya."
"Pria, jadi orang yang melaporkan semua ini adalah seorang pria." Arman berbicara pada dirinya dengan nada pelan, hampir tak terdengar.
"Kamu yakin nggak kenal siapa pria itu," ucap Arman memastikan.
"Enggak Tuan. Karena laki-laki itu memang nggak pernah kemari," jawab Siti.
"Ya udah, kamu bisa kembali ke dapur!" Perintah Arman.
"Siapa orang yang sudah berani membocorkan Rahasiaku," ucap Arman sambil mengepalkan kedua tangannya.
Sesaat Arman mulai melamun, ia terus berpikir siapa orang yang sudah membocorkan rahasianya. Hingga akhirnya ingatannya mulai mengarah ke satu nama: Reza. Mantan suami Santi sekaligus orang yang terlibat dalam perjanjian pernikahan mereka. Reza-lah yang sejak awal mengetahui hubungan antara Santi dan Arman. Satu-satunya orang yang mungkin punya alasan untuk membocorkan rahasia itu.
Arman merasakan ketegangan semakin meningkat. "Reza... Dia punya akses ke semua informasi ini," kata Arman dengan nada datar, namun sarat dengan kemarahan yang ditahan.
Arman berdiri dari duduknya dan mulai mondar-mandir lagi. "Kalau dia yang melakukannya, maka dia tahu cara untuk membuat semuanya berantakan. Reza bisa saja sengaja memberitahu Lestari untuk membuatku jatuh."
Arman segera bangkit dari kursinya, meraih kunci mobil, dan tanpa banyak bicara, meninggalkan rumah. Amarah memenuhi pikirannya saat ia melangkah cepat menuju mobilnya. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jika benar Reza yang membocorkan rahasia ini, maka semua rencananya, termasuk hidupnya dengan Santi, bisa hancur.
Arman mengemudi dengan cepat menuju rumah Reza, dengan pikirannya penuh dengan kemarahan dan kecemasan. Sepanjang perjalanan, ia terus memikirkan apa yang akan ia katakan. Bagaimana bisa Reza begitu tega menghancurkan hidupnya? Bagaimana dia bisa membiarkan rasa sakit masa lalu mempengaruhi kehidupan Santi saat ini?
Tak lama kemudian, Arman tiba di rumah Reza. Ia berhenti di depan gerbang, menekan bel dengan penuh kekuatan. Tak ada keraguan dalam dirinya; ini harus segera diselesaikan.
"Reza! Reza! Cepat keluar kamu." Arman berteriak memanggil nama Reza.
Reza muncul di ambang pintu, wajahnya terlihat tenang, seperti tidak ada yang salah. Tapi Arman bisa melihat ketenangan itu sebagai tanda bahwa Reza mungkin memang sengaja membuat rencana untuk menghancurkan hidupnya.
“Pak Arman? Ada apa tiba-tiba datang ke sini?” tanya Reza, suaranya terdengar dingin dan tenang.
Arman langsung mendekat, tanpa basa-basi, dengan mata penuh kemarahan. “Apa yang kau katakan pada Lestari?” tanyanya dengan nada mengancam.
Reza sedikit mengernyitkan dahi, seolah tidak mengerti. "Bu Lestari? Tentang apa?"
“Jangan berpura-pura bodoh, Reza!” bentak Arman. "Aku tahu kau yang membocorkan hubunganku dengan Santi kepada Lestari. Kau ingin menghancurkan hidupku, kan?"
Reza tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya. “Aku nggak tahu apa yang anda bicarakan, Pak. Aku nggak pernah mengatakan apapun kepada Bu Lestari. Kalau hubungan kalian terbongkar, itu bukan salahku.”
Arman tidak percaya dengan ucapan Reza. “Kau satu-satunya orang yang tahu tentang hubungan ini selain kami. Kau pasti punya alasan untuk melakukannya! Kau ingin Santi kembali padamu, bukan?”
"Baik, aku akan jujur," ucap Reza sambil tersenyum sinis. "Anda benar, akulah orang yang sudah membongkar semuanya kepada Bu Lestari." Tatapan Reza terlihat begitu tenang, tapi ada kemarahan dan dendam di dalam setiap tatapannya.
Arman terdiam sejenak mendengar pengakuan Reza. Rasa marah dan frustasi berkecamuk dalam pikirannya, tetapi kata-kata Reza juga mulai mengguncang keyakinannya.
“Jadi, kau yang memberi tahu Lestari?” Arman akhirnya bertanya, suaranya kini lebih tenang namun masih penuh dengan emosi.
Reza mengangguk pelan. “Ya, aku melakukannya. Karena aku tahu kau dan Santi sudah melanggar perjanjian yang kita buat. Sejak awal, pernikahan itu hanya kesepakatan, bukan untuk cinta. Tapi kau berdua sudah melangkah lebih jauh, kalian saling memiliki perasaan. Aku nggak akan diam saja melihat kalian menghancurkan segalanya hanya karena nafsu dan perasaan yang berkembang di luar kendali.”
Arman merasa tersudut. Kata-kata Reza menohok, karena di dalam hati kecilnya, Arman tahu itu benar. Apa yang awalnya hanya perjanjian untuk memenuhi keinginan memiliki keturunan, sekarang berubah menjadi sesuatu yang lebih emosional. Perasaannya pada Santi mulai berkembang menjadi cinta yang sesungguhnya, dan ia tidak bisa menyangkalnya.
“Kau pikir dengan melakukan ini, Santi akan kembali padamu?” Arman menantang, meskipun suaranya mulai melemah. “Ingat Reza dia akan tetap menjadi milikku sampai bayi itu lahir, dan kau nggak bisa mengubah itu.”
Reza tertawa sinis. “Aku tahu. Kamu hanya ingin bersembunyi di balik kata-kata perjanjian, Arman. Tetapi sebaliknya di hatimu tersimpan perasaan lebih pada Santi, dan aku nggak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan merebutnya kembali dari tanganmu."
Perkataan Reza membuat Arman semakin diam. Semua yang ia bangun, kebohongan yang selama ini ia simpan rapat-rapat, perlahan mulai runtuh. Arman tahu bahwa cepat atau lambat, semuanya akan terbongkar sepenuhnya. Ia juga tahu bahwa perasaannya kepada Santi adalah sesuatu yang tidak bisa ia abaikan lagi.
“Kamu nggak bisa melakukan itu Reza, karena dalam perjanjian itu sudah tertulis jika Santi akan bersamaku sampai ia berhasil memberikan keturunan untukku,” kata Arman pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada Reza.
Reza menatapnya, tidak lagi dengan kebencian, tetapi dengan pemahaman. “Aku tahu, Arman. Tapi terkadang, cinta saja tidak cukup untuk memperbaiki semua yang sudah rusak.”
Reza yang tidak ingin berlama-lama menanggapi setiap kata-kata Arman, segera masuk ke dalam rumahnya. Ia langsung mengunci pintu rumahnya tanpa mempedulikan Arman yang masih berdiri di depan.