Bab 5. Kehancuran Kepercayaan

1043 Kata
Reza mengangguk pelan, tidak berani menatap mata istrinya. “Aku ... aku tak punya pilihan lain, Santi. Ini demi kita, demi masa depan kita,” jawabnya, suaranya nyaris seperti bisikan, seolah ia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia katakan. Santi menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Masa depan kita? Kau pikir dengan menjualku pada bosmu, kau sedang memperjuangkan masa depan kita?” suaranya mulai bergetar, antara marah dan terluka. Setiap kata yang keluar dari mulut Reza seperti belati yang menusuk hati Santi lebih dalam. Dia tak pernah menyangka bahwa suaminya, pria yang dia cintai dan percayai, bisa tega melakukan sesuatu yang begitu kejam dan menghancurkan. Reza, pria yang dia nikahi dengan cinta dan harapan, kini tampak begitu asing baginya. Santi tak dapat memahami bagaimana Reza bisa menganggap bahwa ini adalah solusi, bahwa menjual istrinya kepada bosnya sendiri adalah jalan keluar dari kesulitan mereka. “Santi, dengarkan aku,” Reza mencoba mendekat, tangannya terulur seolah ingin menyentuh Santi, tetapi Santi segera mundur, menghindar dari sentuhan itu. “Ini bukan tentang menjualmu. Ini hanya kesepakatan, sebuah cara agar kita bisa keluar dari semua masalah ini. Pak Arman akan membayar kita dengan sangat baik, dan setelah itu kita bisa melanjutkan hidup kita seperti biasa. Nggak ada yang akan tahu.” “Enggak ada yang akan tahu?” Santi tertawa kecil, suara tawanya penuh kepedihan. “Kau pikir dengan merahasiakan ini, semuanya akan baik-baik saja? Kau pikir setelah aku menyerahkan diriku pada bosmu, kita bisa kembali hidup normal seperti sebelumnya? Mas, apa kau sudah gila?” Reza terlihat semakin putus asa. “Aku hanya ingin kita bisa hidup lebih baik, Santi. Aku ingin memberikanmu kehidupan yang layak, rumah yang lebih baik, uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kita. Ini kesempatan kita untuk keluar dari kemiskinan.” “Kau pikir dengan uang semua masalah akan selesai?” Santi memotong, suaranya penuh kemarahan yang selama ini ia tahan. “Kau pikir aku akan bahagia dengan uang hasil dari penjualan harga diriku? Apa kau lupa bahwa aku ini istrimu? Bagaimana bisa kau menjualku, Mas? Aku bukan barang!” Reza tertunduk, tak bisa membalas kata-kata istrinya. Ia tahu Santi benar. Apa yang ia lakukan adalah tindakan terburuk yang bisa dilakukan seorang suami terhadap istrinya. Namun, di kepalanya, rasa putus asa mengalahkan logika. Dalam benaknya, ia terus meyakinkan dirinya bahwa ini adalah satu-satunya jalan keluar. Tapi melihat bagaimana Santi begitu terluka, Reza pun merasakan beban kesalahannya menekan d**a. “Santi, aku melakukan ini untuk kita,” Reza berbisik, suaranya semakin lemah. “Aku tahu ini salah, tapi aku tak tahu harus bagaimana lagi. Hidup kita sulit, tagihan terus menumpuk, dan aku tak bisa memberikanmu apa yang pantas kau dapatkan. Ini kesempatan kita untuk keluar dari semua itu.” “Keluarnya dengan cara apa, Mas?” Santi berteriak, air mata mulai mengalir deras di pipinya. “Dengan mengorbankan harga diriku? Dengan menjualku kepada pria lain untuk uang? Apa kau bahkan mendengar dirimu sendiri?” Santi merasakan hatinya hancur berkeping-keping. Reza telah berubah menjadi seseorang yang tak pernah ia kenal. Pria yang dulu penuh cinta dan perhatian, kini tega menjebaknya dalam kesepakatan yang begitu menghancurkan. Perasaan terkhianati memenuhi hatinya, dan setiap kata yang keluar dari mulut Reza hanya semakin memperburuk situasi. Santi berdiri dari tempat duduknya, tidak lagi bisa menahan amarah dan kesedihannya. “Kau bilang ini demi kita? Enggak, Mas. Ini demi dirimu sendiri. Demi ambisimu untuk mendapatkan uang dan kekayaan dengan cara yang kotor. Aku tak percaya kau tega melakukan ini padaku.” Reza mencoba mendekat lagi, namun Santi mengangkat tangannya, menghentikannya. “Jangan sentuh aku, Mas. Aku nggak mau dengar lagi alasanmu. Kau telah menghancurkan kepercayaan yang aku berikan padamu.” Reza berhenti, pandangannya penuh penyesalan, tetapi dia tetap tidak tahu harus berkata apa. Santi melangkah mundur, air mata terus mengalir tanpa henti. Hatinya terlalu terluka untuk menerima apa yang baru saja terjadi. “Aku pikir, sebagai suamiku, kau akan melindungiku. Aku pikir, kau akan menjadi orang yang akan selalu ada di sisiku, yang akan berjuang bersamaku, bukan malah menjualku seperti ini,” ucap Santi dengan suara gemetar. “Aku tak percaya ... aku tak percaya kau bisa berubah seperti ini.” Reza berdiri terpaku, tidak berdaya. Dia tahu, tidak ada lagi kata-kata yang bisa dia ucapkan untuk memperbaiki keadaan. Semua sudah hancur. Santi menatap Reza sekali lagi, dan dengan suara bergetar dia berkata, “Kau bukan suami yang aku kenal, Mas. Kau telah mengkhianati cintaku.” Dengan langkah berat, Santi berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Reza dalam keheningan yang menyiksa. Hatinya hancur, dan dia tahu bahwa hubungan mereka tidak akan pernah sama lagi. Kepercayaan yang dulu ada di antara mereka telah lenyap, dan luka yang telah ditorehkan Reza mungkin tidak akan pernah sembuh. Reza hanya bisa berdiri diam, menatap kepergian Santi dengan rasa penyesalan yang mendalam, menyadari bahwa keputusan yang dia buat telah menghancurkan segalanya. Reza masih berdiri di tempatnya, menatap pintu yang baru saja dilewati Santi dengan hati yang hancur. Ia tahu dirinya salah, tapi ia tidak bisa membiarkan Santi pergi begitu saja. Dengan langkah cepat, ia bergegas mengejar istrinya yang kini berada di ruang tengah. Saat melihat Santi yang sedang duduk dengan kepala tertunduk, menangis terisak, Reza merasakan sesak di dadanya. “Santi, tolong dengarkan aku sekali lagi,” pinta Reza dengan nada penuh permohonan. “Aku tahu ini sulit, aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Tapi ... aku hanya ingin kita keluar dari kemiskinan ini. Kita sudah terlalu lama hidup dalam kesulitan, aku tak ingin melihatmu terus menderita.” Santi menggeleng pelan tanpa menatap Reza. “Kau pikir dengan menjualku, itu artinya kau mencintaiku, Mas? Apa kau benar-benar tidak peduli tentang perasaanku?” Reza berlutut di hadapan Santi, menatap wajahnya yang basah oleh air mata. “Aku peduli, Santi. Aku peduli padamu lebih dari apa pun. Itulah kenapa aku melakukan ini. Aku ingin hidup yang lebih baik untuk kita.” “Tapi dengan cara ini?” Santi mendongak dan menatapnya tajam. “Cara yang menghancurkan semua yang kita miliki? Kita mungkin tidak kaya, Mas, tapi setidaknya kita punya cinta. Sekarang kau bahkan mengambil itu dari kita.” Reza mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Santi, tapi Santi segera menepisnya. “Jangan sentuh aku!” Santi berseru, marah. “Kau sudah menghancurkan semuanya. Kau tidak bisa memperbaikinya dengan kata-kata sekarang.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN