THOTC - EMPAT

1024 Kata
Seperti biasanya, suasana ruang makan istana Neptunus selalu sepi dan sunyi. Hanya manatee pelayan yang hilir mudik di sekitar meja untuk menyajikan makanan yang hanya itu - itu saja. Manatee adalah herbivora. Semua makhluk laut adalah sahabat bagi mereka. Makanan utama manatee adalah ganggang laut, planton, dan tumbuhan - tumbuhan lainnya. Tidak dimasak tentu saja karena Manatee tidak memiliki teknologi masam memasak seperti halnya manusia. Hidangan kali ini yang tersaji di atas meja perjamuan Neptunus juga sama seperti biasanya. Secara bentuk, sama sekali tak ada yang istimewa. Hanya sup plankton, ganggang hijau, alga merah dan anggur laut. Ocean dan kedua orangtuanya duduk diam di atas cangkang kerang raksasa yang kini diubah menjadi tempat duduk anggun setelah pemiliknya pergi. Masing - masing dari mereka makan dengan tenang. Tak ada percakapan yang berdengung di antara mereka. Tentu saja ini adalah pemandangan biasa. Tapi sedikit canggung karena Ocean merasa ibunda ratu seperti memdiamkannya. Dia tak tahu di mana letak salahnya. "Ocean." Dia menelan makanan di dalam mulutnya dan menggeser tubuhnya jadi menghadap Raja Neptunus. "Hamba, Ayahanda." "Bulan purnama merah sebentar lagi. Aku dengar anak - anak seusiamu akan melakukan persembahan nanti." Oh? Dia tak tahu apapun tentang ini. Jadi dia hanya berkedip dengan pandangan bertanya pada Raja dan Ratu. "Kau belum membertahunya apapun, Ratuku?" Ibunya itu hanya menunduk, mengakui kelalaiannya. "Maafkan hamba, Baginda." Ayahnya kemudian menoleh kembali padanya, "besok sekitar tengah hari, bergabunglah dengan manatee muda yang lain untuk berlatih memberikan persembahan di bulan merah. Masih ada dua purnama lagi sebelum Purnama Bulan Merah. Jadi waktumu pasti akan lebih dari cukup." Titah Ayahnya. "Baik, Ayahanda." *** Keesokan harinya, Ocean sudah menunggu di aula kerajaan. Beberapa manatee muda yang kira - kira berusia sama dengannya juga sudah datang. Mereka memberi salam padanya, kemudian menepi untuk bergabung bersama teman - temannya yang lain. Hanya dia yang sendirian sekarang di sini. Menunggu Rowena, Guru besar kerajaan Neptunus yang dianggap sebagai makhluk serba tahu datang, mengajari mereka suatu tarian untuk dipersembahkan nanti saat pertemuan di Bulan Purnama Merah. Ibunya masih belum ingin berbicara dengannya. Dia tak tahu di mana salahnya. Apakah karena pertanyaannya kemarin? Tapi di mana salahnya? Ibunya itu bahkan belum menjawabnya! Awalnya dia ingin pergi sendirian, seperti biasanya, dia hampir selalu bepergian sendirian. Jarang sekali dia terlihat ditemani soleh dayang. Alasannya adalah, Raja Neptunus memang tidak membiasakannya manja, selain itu, memberinya pengawalan hanya akan membuat dirinya menjadi pusat perhatian, sedangkan Raja tak ingin doa menjadi pusat perhatian demi keselamatannya. Di Samudera yang luas ini, tak hanya ada banyak hal yang bisa mengancam keselamatan para Manatee. Salah satunya yang paling kejam adalah Bayi Alkonost. Iblis berwujud manusia berambut panjang dengan tanduk hitam dan sayap yang kuat. Kaki dan tangannya memiliki cakar yang cengkeramannya sekuat baja. Alkonost akan bertelur di dinding tebing yang rendah, sehingga telurnya bisa tersapu ombak dan hanyut ke laut. Biasanya, ombak menjadi besar, air laut akan pasang dan dan ada badai saat telur Alkonost menetas. Dan setelah menetas, mereka akan mencari makan agar bisa terbang menyusul ibunya ke angkasa. Kaum mereka adalah makanan empuk bagi para bayi Alkonost. Kekuatan yang mereka dapat setelah memangsa Manatee setara dengan penantian selama sepuluh tahun sebelum mereka akhirnya bisa terbang menembus samudera menuju langit dengan makanan biasa. Tapi hari ini Ava, dayang yang biasanya mengurusnya di istana diminta Ibunda untuk menemaninya. Ibunda khawatir Ocean akan bosan menunggu sendirian tanpa teman. Ternyata, Ibunda tak marah padanya. Dia masih ibunda yang biasanya. Itu membuat hati Ocean tak semendung semalam. "Kira - kira apa yang mereka bicarakan, Ava?" Tanyanya dengan nada melamun. Ava lebih tua sekitar lima puluh tahun darinya. Dia juga sedang dalam masa menunggu pasangan. Dia tipe yang tenang dan keibuan, juga sabar. Ava bukan Manatee yang unggul karena parasnya, tapi karena kecekatan dan keterampilannya. Dia bisa berbaur dengan siapapun tanpa mereka merasa curiga. "Anda ingin saya ke sana dan sedikit menguping?" Ava bertanya dengan nada menggoda. Tau bahwa Ocean akan langsung menolaknya mentah - mentah. "Tebakan saya, tak jauh - jauh dari pasangan." Ah... Dia jadi ingat yang dia tanyakan pada Ibunda semalam. Dia belum mendapatkan jawabannya tapi dia juga masih penasaran. Bukan penasaran sampai tak bisa terpikirkan yang lain, tapi jenis penasaran yang sedikit - sedikit teringat, jenis yang mengganggu jika tidak segera dituntaskan. "Ava," "Ya Tuan Puteri." "Kau sedang dalam usia menunggu pasanganmu datang." Mulainya. Saat Manatee menemukan pasangannya, penciuman mereka akan menajam dan sensitif, sisik mereka akan terasa gatal dan panas. Dan saat bertemu pandang dengan pasangan mereka, mata mereka akan membiaskan pelangi. Tanda umum lainnya kurang lebih sama, jantung berdebar dan aliran darah menderas seketika. Semua makhluk hidup yang memiliki jantung dan darah kemungkinan akan sama. Manatee yang berjodoh akan menguarkan bau yang sama yang hanya bisa ditangkap oleh pasangannya. Bau itu hanya menarik bagi pasangan itu saja. "Begitupun anda beberapa tahun lagi " Ava menjawab tenang. "Apa yang kau lakukan jika pasanganmu bukan Manatee?" Ava menoleh dengan kepala miring, bingung dengan pertanyaan Ocean. "Maksudmu duyung? Atau prajurit ikan seperti Hiu dan lumba - lumba?" Ocean mendadak merasa gugup. Ava tak terlihat marah seperti Ibunda semalam. Bolehkah dia melanjutkannya? Ava sepertinya tahu banyak. "Semacam itu?" "Kalau pasanganmu duyung, maka kau tak punya pilihan selain untuk tinggal terpisah dan hanya bertemu sebentar di darat dengan penuh resiko, atau saat Bulan purnama Merah. Selebihnya harus tinggal secara terpisah karena makhluk sungai tak hidup di laut, begitupun sebaliknya. Tapi kalau pasanganmu manusia..." Ini yang Ocean tunggu - tunggu. Dia mengharapkan jawaban tentang hal ini! "Ya?" "Yang itu, kamu mungkin ingin bertanya pada Mama Echidna." "Mama siapa?" Tanya Ocean bingung. Dia bekum pernah mendengar nama itu sebelumnya. "Mama Echidna. Makhluk yang tinggal di goa Seram di laut Utara." "Setauku tak ada yang tinggal di sana? Bukankah semua Manatee dan makhluk laut menghindari daerah tersebut?" Ava mengangguk. "Itu karena mereka takut dengan Mama Echidna. Tapi tak sedikit pula yang pergi ke sana saat memiliki pertanyaan tak terjawab, permasalahan yang tak selesai dan semacamnya. Dia tahu tentang semua hal." Ocean diam. Mencerna informasi baru yang dia dapatkan dari Ava. Dia baru hendak membuka mulut lagi saat Suara Rowena menyapa pendengarannya, meminta mereka semua untuk berkumpul dan mulai latihan. Tak butuh waktu lama sampai percakapannya dengan Ava barusan terdesak ke bagian paling belakang kepalanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN