“Anak Ibunda, seharian setelah dari luar tadi kenapa jadi melamun seperti ini?”
Oceane tergagap, segera membungkuk memberi hormat kepada Ibundanya. Ratu penguasa Samudra, Istri dari Raja Agung Neptunus yang tegas dan tak terbantahkan.
“Terima hormatku, Ibunda Ratu.”
Dia sedang berada di taman belakang istana Neptunus Agung. Bengong memandangi dayang istana yang saling lalu lalang, paus penjaga yang berganti shift, asisten lumba – lumba dan juga para ikan penghibur yang hilir mudik di selasarnya. Sesekali dia membalas membungkuk jika ada salah satu atau beberapa dari mereka yang menyadari kehadirannya dan memberi salam.
Sejak pulang dari acara berjemurnya tadi siang, Salacia menyadari bahwa ada yang berbeda dari putrinya. Mendadak dia jadi selalu menyendiri dan seperti melamun. Manatee bukan makhluk yang gampang terkena penyakit, kecuali itu adalah penyakit sihir, atau penyakit yang diakibatkan oleh ramuan magis. Jadi pasti putri semata wayangnya ini tidak sakit.
“Baik – baik saja, kan? Oceane?”
“Ya, Ibunda aku baik – baik saja. Hanya saja di permukaan hari ini panas sekali. Mungkin aku sedikit silau dan pusing karenanya. Harap Ibunda tidak khawatir.”
Oceane menjawab dengan senyum terkembang. Sebagai putri mahkota, banyak sekali aturan yang harus dia ikuti. Walaupun sebenarnya dia tidak menyukainya.Seperti harus berbicara formal pada Ayah Ibunya, meskipun hanya ada mereka berdua atau bertiga saja. Dia tidak diijinkan bermanja ria selayaknya anak – anak manatee lain dengan orang tuanya. Dia iri sekali. Inginnya dia mendekat dan bermanja – manja pada orang tuanya tanpa halangan apapun. Tapi untuk sekarang, itu adalah hal yang mustahil.
Seperti kali ini, sebenarnya ada hal yang amat ingin ia tanyakan pada Ibundanya itu, tentang hal yang dia alami siang tadi. Tapi dia tak tahu bagaimana caranya memulai bercerita tanpa harus merasa dihakimi. Terbentur tembok tinggi seperti itu, akhirnya dia memutuskan untuk tetap bungkam.
“Apakah kau melihat sesuatu yang menarik di permukaan sana?”
“Hari ini ada manusia – manusia muda yang berpesta di dermaga yang baru di bangun tahun kemarin. Mereka memainkan music dengan keras dan berpesta. Itu… agak mengganggu ku.” Katanya pada akhirnya.
Dia hampir saja bercerita kalau salah satu dari mereka terjatuh ke laut dan tenggelam. Dia menyelamatkannya, dan untuk membuatnya tetap hidup, dia memberikan sedikit energinya untuk manusia tersebut. Mungkin karena manusia tersebut menarik perhatiannya. Dia tampan, dan juga menarik. Bahkan dengan wajah pucat kehabisan nafas, di mata Oceane, dia tetap menarik. Dan dia sama sekali tak menyesalinya. Sedikit kebaikan… bukankah sesama makhluk hidup harus saling menolong? Lagi pula dia tak menyesal, itu adalah hal termanis yang dia lakukan akhir – akhir ini. Dan yang lebih mengherankan lagi, dia terus saja mengingat pemuda itu.
Ocean merasakan hal – hal yang asing saat wajahnya kembali terbayang. Saat dia memberikan energi manate nya pada pemuda itu melalui bibir. Itu aneh, membuatnya gelisah, dan juga bahagia sekaligus.
“Ah… itu sebabnya banyak yang pergi menengok ke bagian bawah dermaga? Untuk ikut berpesta?”
“Ada manate yang melakukan itu?” Dia bertanya heran. Dia memang bertemu dengan beberapa dari kaumnya saat kembali, tapi saat dia menyelam untuk menyelamatkan pemuda manusia itu, taka da siapapun di sana.
“Ada banyak cerita yang beredar akhir – akhir ini. Ibunda mengasumsikan itu adalah kejadian yang sama.”
Ocean memandangi wajah Ibunya.yang cantik. Meskipun kaum manate tidak memiliki kulit semulus manusia, dan dipenuhi sisik dan kadang berlendir jika mereka tidak rutin membersihkan diri dan berjemur, tapi bagi Ocean, ibunya adalah yang tercantik di antara kaumnya. Akan menyenangkan kalau dia mirip Ibunya. Tapi tidak, dia lebih mirip Ayahanda, Neptunus, raja penguasa samudra.
Garis wajahnya tegas, berambut hitam dan lurus, serta mata biru yang menyorot tajam. Ibunya memiliki semua yang diimpikan oleh manate betina; bermata bulat berwarna biru kehijauan bagai lapis lazuli yang menyorot teduh, berparas lembut dan cantik dengan rambut pirang bergelombang, dan sisiknya berwarna biru keemasan. Satu – satunya yang dia warisi dari Ibunya adalah sisik dengan warna yang sama. Warna sisik yang paling cantik di seantero samudra. Yang akan membiaskan warna pelangi apabila terpapar sinar matahari.
“Ibunda, bolehkah hamba bertanya sesuatu? Jika Ibunda berkenan.” Tanya Oceane. Ada sesuatu yang mendadak membuatnya penasaran.
Salacia tersenyum lembut. Meskipun manate dikenal bukan sebagai makhluk yang keibuan dan cinderung acuh pada keturunan mereka, tapi Salacia adalah orang yang lembut dan ramah. Dia seperti itu kepada semua rakyatnya. Dan akibatnya, meskipun bangga, Oceane jadi merasa sama sekali tidak special. Dia diperlakukan oleh ibunya hampir sama dengan cara ibunya memperlakukan manate yang tak dikenal.
“Tentu saja, kau boleh bertanya apa saja kepada Ibunda.”
“Bagaimana dulu Ibunda dan Ayahanda bertemu?”
Ibunya menoleh padanya dengan wajah tertarik, yang membuat Oceane malu.Karena kulit meraka tak berwarna pucat, maka mereka tidak memerah selayaknya manusia. Manate dan Manusia amat berbeda. Meskipun kedua makhluk ini memiliki kemiripan, tapi manate bukanlah manusia. Kami adalah makhluk laut. Dan manate berbeda dengan Duyung. Duyung adalah salah satu species manate. Semacam suku jika di dunia manusia. Ciri – ciri fisik duyung dan manate amat mirip. Hanya saja, manate memiliki telinga yang mencuat lancip,dan tanduk kecil yang serupa coral laut. Kulit kami bersisik dan berlendir hingga ke wajah.
Saat manate malu, mereka akan mengeluarkan gelembung – gelembung kecil dari lubang telinga mereka yang lancip. Dan itu yang mendadak terjadi pada Oceane. Apalagi saat Ibunya menoleh dan menatapnya lekat. Gelembung udara yang keluar di telinganya semakin banyak saja.
“Aku tak mengira kau akan menjadi dewasa secepat ini. Ibunda rasa sudah saatnya kau mengetahui hal – hal yang perlu kau ketahui untuk menjadi dewasa. Umurmu pun sekarang sudah dua ratus tahun lebih. Saat ini, bisa kapan saja kau bertemu dengan belahan jiwamu.”
Manate adalah makhluk monogamy. Artinya, hanya satu pasangan seumur hidup. Jika pasangan mereka mati, maka mereka tak akan lagi mencari gantinya. Mereka hanya akan merenung dan meratapi nasib. Sifat dasar manate adalah melankolis.
“Kami bertemu saat ada pertemuan di hulu.” Ocean paham. Maksud ibunya adalah pertemuan antara makhluk yang hidup di laut dan di sungai. Mereka melakukannya saat ada purnama merah. Saat air laut benar – benar pasang, sehingga kedua saudara yang terpisah, satu di laut dan satu di sungai bisa bertemu untuk melepas rindu. “Ibu adalah Manate pemalu. Ibu pergi kesana untuk bertemu dengan Ayah Ibu, yang ternyata sudang meninggal karena usia. Saat Ibu menyendiri untuk berdua, Ayahmu datang menghibur.”
Oceane tersenyum, karena melihat Ibunya tersenyum. Dalam kepalanya, dia sama sekali tak bisa membayangkan Ayahnya yang penuh kasih dan lembut. Karena Neptunus yang dikenalnya adalah orang yang tegas dan keras. Bahkan pada putrinya sendiri.
“Bagaimana jika belahan jiwaku bukanlah Manate?” Dia bertanya sebelum bisa mengerem mulutnya sendiri.
“Maksudmu duyung?” Ibunya bertanya. “Oceanic?” Ibunya bertanya heran saat Oceane mendadak menghindari bertatapan mata dengan ibunya.
“Tidak, sebaiknya lupakan saja, Ibu. Mari kita masuk. Sudah hampir gelap, pasti Ayahanda sudah menunggu kita di meja makan.”
“Oceane. Apakah maksudmu… manusia?”