"Sudah, Ayu akan melaporkannya ke pihak berwajib" ucap Noval, sambil memberikan smartphone itu kepada Andro. Yang menerimanya dengan tangan kanannya.
"YES!. KITA AKAN SELAMAT!" teriak Andro dengan kerasnya, sambil melompat di atas Spring bed itu, dengan penuh kebahagiannya. Seraya membayangkan diri mereka ada yang menyelamatkan segera. Karena Ayu, akan menghubungi pihak kepolisian.
Teriakan Andro yang begitu kencang itu. Membuat yang lain pun menjadi ikut terbangun dari tidurnya masing-masing. Akibat kegaduhan yang ditimbulkan oleh Andro. Yang melompat-lompat di atas spring bed. Seakan orang yang sedang menang lotre saja.
"Kau itu sedang apa, Ndro? Apakah kau itu sedang mengigau?" tanya Tomy, sambil mengucek kan kedua matanya. Dengan penuh keheranannya melihat tingkah Andro.
"Aku sedang bahagia. Ternyata, sekarang kita bisa telepon keluar!" ujar Andro. Yang membuat semuanya, memperhatikan ponsel mereka masing-masing.
"Kau benar, Ndro. Laporan pengiriman SMS aku pun sudah ada. Aku ingin telepon dulu ya," ucap Tomy, lalu keluar dari dalam kamar besar itu. Dengan membawa phablet nya.
"Tapi ini sepertinya ada yang aneh. Sepertinya, salah satu dari mereka ada yang mengkhianati 7 Malaikat Kematian?" ucap Tino, dengan pikiran yang berspekulasi sendiri. Dengan keadaan yang sedang terjadi.
"Jangan dipikirkan akan hal itu. Jika pun itu benar, maka itu adalah keuntungan bagi kita," ucap Aryo, lalu tersenyum kepada Tino. Yang tampak tengah berpikir dengan kerasnya.
"Tapi, Jika semua ini hanyalah sebuah jebakan?" tanya Tino kepada Aryo, dengan penuh keseriusannya.
"Di awal pun, kita sudah masuk dalam jebakan mereka. Sudahlah, kau jangan terlalu banyak berpikir tentang hal ini. Lebih baik kau telepon, orang yang bisa membantu dirimu untuk keluar dari sini. Aku ingin menelepon atasan dan rekan-rekanku dulu," timpal Aryo, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan kamar besar itu.
"Atasan dan rekan-rekannya? Sepertinya, ada yang aneh dengan dirinya itu. Jangan-jangan ia, adalah bagian dari mereka?" ucap Tino, seakan berbicara sendiri. Yang dijawab oleh Andi. Karena ia seakan mengetahui, apa yang ada dipikiran Tino itu.
"Kau itu, terlalu banyak berspekulasi. Lebih baik kau ikut aku keluar," ajak Andi, sambil menuntun tangan Tino. yang membuat Tino harus mengikuti langkah Andi keluar dari dalam kamar besar itu.
Sepeninggalan mereka berempat, di dalam kamar itu. Hanya tersisa Noval dan Andro, yang kini telah duduk bersila kembali di atas spring bed besar itu.
"Kalau tidak gara-gara kamu. Aku pasti tidak akan berada di pulau ini," ucap Noval, seakan menyalahkan Andro. Dengan apa yang sudah terjadi.
"Enak saja kamu bilang. Bukannya kamu kan yang merayu Ayu untuk memberikan voucher itu," gerutu Andro, sambil mencibirkan bibirnya ke arah Noval.
"Iya, tapi itu karena kamu memaksaku untuk ikut, bersama kamu," ucap Noval, seakan ingin menyalahkan Andro. Yang membuat dirinya terjebak di Gugusan Pulau Kematian.
"Aku lupa ...," ujar Andro, lalu tersenyum dengan polosnya kepada Noval.
"Aku jadi ingat, adik semata wayang ku, Nilam. Aku masih memiliki janji untuk membelikan ice cream dan permen untuknya. Tapi sekarang keadaannya seperti ini, untuk keluar dari pulau ini pun. Itu sangat sulit, itu seperti mimpi saja," ujar Noval, seakan telah putus asa. Dengan pikiran terbayang wajah Nilam, adik semata wayangnya itu.
"Jangan pesimis seperti itu. Masih ada harapan untuk kita dapat keluar dari pulau ini hidup-hidup," timpal Andro. Yang disambung oleh ucapan Aryo. Yang tiba-tiba masuk dan membawa 2 gelas mi kemasan cup yang telah siap untuk disantap.
"Ya, kita pasti akan dapat keluar dari pulau ini. Dan kembali ke tempat kita masing-masing," ucap Aryo, sambil memberikan 2 mi dalam cup yang ia pegang nya kepada Andro dan Noval. Yang segera mereka santap.
"Benar kata Aryo, Val Kita harus optimis," ucap Andro, disela-sela makannya itu.
"Ya, kalian benar. Kita harus optimis, bisa keluar dari pulau ini," ucap Noval, sambil mengakhiri makannya. Lalu bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar besar itu. Untuk membuang gelas dari mi dalam cup. Yang diikuti oleh Andro dan Aryo dari belakang. Seolah mereka tak peduli sama sekali dengan kebersihan tempat itu.
Tiba-tiba saja ponsel Noval pun berdering. Rupanya ibunya menelepon dirinya. Setelah SMS darinya tak dihiraukan sama sekali oleh Noval.
"Ndro tolong, buang ya," pinta Noval lalu memberikan wadah mi itu kepada Andro yang segera menerimanya tanpa protes sedikit pun.
Mereka bertiga pun serentak menghentikan langkah kaki mereka. Dengan posisi sejajar.
Mau tak mau Noval pun mengambil ponselnya dari saku celana pendeknya.. Ia pun begitu terkejut. Saat membaca nama, siapa penelpon dirinya.
"Ibu? Pasti ia sangat mengkhawatirkan ku," kata Noval di dalam hatinya. Langsung menerima telepon dari ibunya.
"Halo, Ibu ada apa?" tanya Noval kepada ibunya dengan nada lembut. Namun malah mendapat jawaban ketus darinya.
"Ada apa-ada apa. Cepat kamu pulang. Adikmu, menanyakan mu terus," cecar Ibunya Noval, dengan penuh kekesalannya.
"Iya, nanti," jawab Noval tetap berusaha tenang. Atas omelan ibunya itu.
"Sebenarnya kamu sama Andro sedang berada di mana. Hingga sulit dihubungi. Bilang cuma ke rumah Andro. Tetapi kalian malah pergi entah ke mana. Kalian berdua ini benar-benar membuat kami khawatir," perkataan dari ibunya yang seperti kereta api itu, telah membuat Noval pusing bukan main.
"Pokoknya Ibu tenang. Aku dan Andro masih berada di Indonesia. Tapi kami sedang berada di tempat terpencil," tutur Noval tak memberitahukan keadaannya yang sesungguhnya. Karena ia tak ingin membuat ibunya khawatir terhadap keselamatan dirinya.
"Bagaimana Ibu bisa tenang. Kalau kamu sulit untuk dihubungi. Pokoknya kamu sama Andro harus pulang sekarang," pinta Ibunya Noval dengan penuh kekhawatirannya terhadap puteranya dan Andro.
"Iya, ini baru mau pulang," selesai berkata seperti itu. Noval langsung saja menonaktifkan ponselnya. Hingga hubungan seluler itu pun terputus total.
Noval lalu menaruh ponselnya kembali, ke dalam saku celana pendek yang sebenarnya milik Andro.
Andro lalu tertawa mendengar samar-samar Noval dimarahi oleh ibunya, melalui hubungan seluler tadi.
" Cie .... Anak mami disuruh pulang," kata Andro seusai mengakhiri tawanya.
"Mau pulangkan?" tanya balik Noval, dengan wajah serius kepada Andro.
"Maulah," jawab Andro tegas.
"Sayangnya kita perlu bintang jatuh untuk pulang," sahut Noval lalu tertawa, seraya melangkahkan kakinya dengan begitu santainya.
"Dasar, tukang nghalu," kata Andro, mengikuti langkah Noval.
"Dasar bocah-bocah," ucap Aryo, lalu mengikuti langkah kaki mereka berdua. Yang tak dihiraukan oleh mereka berdua.
Mereka bertiga pun tiba di luar kamar besar itu. Mereka pun menemukan Andi, Tino dan Tomy. Tengah bersiap untuk meninggalkan pondok kayu itu.
Apakah kalian ingin ikut bersama kami. Untuk mencari kapal laut yang sudah membawa kita ke gugusan pulau ini?" tanya Tomy, kepada mereka bertiga, dengan penuh selidik.
"Tentu saja, kami akan ikut kalian. Kita tidak boleh berpisah, satu dengan yang lainnya," timpal Noval. Seakan trauma dengan kejadian yang telah menimpa mereka semua.
"Kalau begitu, saatnya kita pergi ...," ujar Tomy, lalu melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam pondok kayu itu.
Langkah kaki Tomy itu pun diikuti oleh yang lainnya di belakang dirinya Dengan penuh keceriaannya. Berusaha untuk menyembunyikan kesedihan hati mereka. Akibat dari kehilangan teman-teman mereka.
Mereka berenam terus melangkahkan kakinya menyelusuri tiap pantai gugusan kepulauan kecil itu. Yang ditemani oleh angin dan Matahari di langit yang tanpa noda sedikit pun. Seakan ingin menuntun mereka, untuk menuju pada takdir mereka masing-masing. Yang masih diselimuti oleh misteri yang berliku. Yang sangat sulit diungkap oleh mereka semua.