Bab 57. (Spekulasi Liar)

1028 Kata
Sang Surya semakin saja meninggi di langit tanpa batas. Teriknya pun semakin menggila terasa di tubuh mereka berenam, di dalam perjalanannya menuju pondok kayu itu. Seakan Matahari ingin menunjukan keperkasaannya kepada mereka berenam. Jika dirinya adalah sang raja langit. Kekuasaannya mutlak, atas langit terang. Setelah mereka berenam berjalan dan melewati jembatan gantung kayu. Yang menghubungkan tiap bagian daratan pulau-pulau kecil itu. Akhirnya mereka berenam, tiba kembali di Pulau Hitam. Pulau tempat mereka tinggal selama beberapa hari ini. Mereka langsung menyelusuri kaki bukit, di Pulau Hitam. Yang berdiri vertikal di samping mereka. Dengan pikiran mereka masing-masing. Baru berjalan sejauh 100 meteran dari jembatan gantung kayu. Mereka berenam telah melihat dan menemukan longsoran dari bagian bukit itu. Dari atas puncak Bukit Hitam hingga kaki Bukit Hitam. Longsoran akibat dari ledakan bom waktu, yang dilakukan oleh Malaikat Cokelat. Terlihat memanjang hingga 30 meteran. Mereka berenam terdiam sejenak, menyaksikan panorama di hadapan mereka itu. Dengan pikiran mereka masing-masing, tentang sebab dari longsoran itu. "Ada yang aneh, dengan bukit ini?" tanya Noval di dalam hatinya. Tanpa ingin mengungkapkannya kepada siapa pun. Mereka pun terus terdiam, hingga Andro pun akhirnya angkat bicara untuk mengakhiri diam di antara mereka. "Kenapa sih, di sini sering sekali terjadi gempa bumi?" gerutu Andro penuh kekesalannya, dengan kejadian yang sering ia alami di gugusan kepulauan kecil itu. "Maklumi saja Ndro, di sini dekat sumber gempa," sahut Tino, atas gerutu Andro. Yang seperti anak kecil saja. "Aku rasa, kali ini bukan gempa bumi-" perkataan Noval pun dipotong oleh Andro. "Maksudmu, bagaimana Val?" tanya Andro, dengan menatap kepada Noval dengan penuh selidik. "Aku rasa, getaran tadi berasal dari dalam bukit itu?" timpal Noval, dengan telunjuk kanan menunjuk ke arah longsoran material Bukit Hitam. Yang berada 6meter di hadapan mereka berenam. "Ya aku rasa juga getaran itu berasal, dari dalam bukit ini. Tapi oleh sebab apa, getaran hebat itu terjadi? Aku akan menyelidikinya," ucap Tomy, lalu mendekatkan dirinya ke arah longsoran itu. Dengan berjalan cepat, seakan orang yang sedang diburu oleh waktu. Semuanya tetap terdiam. Tak ada yang mengikuti jejak Tomy. Mereka berlima hanya memperhatikan, apa yang sedang dilakukan oleh Tomy. Terus melangkah cepat, dengan penuh percaya dirinya. Hingga Tomy pun tiba di depan longsoran itu. Tomy lalu mengambil sedikit demi sedikit tanah longsoran itu, dengan kedua tangannya. Hingga dari dalam longsoran yang tengah digali itu. Tercium lah bau dari ledakan bom itu. Yang membuat Tomy semakin bersemangat untuk menggali longsoran itu. Tanpa ia menyadari, tanah dan batu-batuan yang ada di atas longsoran itu. Mulai bergerak untuk runtuh ke bawah dan menimpa dirinya. Akan tetapi untung saja, Andi menyadari akan hal itu. Andi lalu berlari seperti angin menuju ke arah Tomy yang belum menyadari, jika bahaya besar sedang mengintai dirinya. Dengan tangan kirinya, ia pun menarik tangan kanan Tomy, yang tengah asyik menggali bersama tangan kananya itu. Andi menarik Tomy ke tempat semula. Semenit saja terlambat, maka Tomy dipastikan akan tertimbun oleh longsoran itu. Dan mungkin saja, ia akan langsung mati tertimbun oleh longsoran itu. Terlihat Tomy sangat terkejut. Ia tak menyangka, jika tarikan tangan Andi begitu kuat. Hingga dapat menyeret dirinya sampai ke tempat semula. Selamat dari longsoran itu. "Hampir saja ...!" ucap Andi, dengan napas yang memburu. Karena berkejaran waktu untuk menyelamatkan Tomy dari longsoran yang sedang terjadi. Andi lalu melepaskan tangan Tomy dari genggaman tangannya. "Terima kasih Bro Andi," Tomy lalu menepuk pundak Andi dengan tangan kanannya. Sebagai tanda terima kasihnya. Karena telah menyelamatkan dirinya dari longsoran itu. Yang akan menimbunnya hidup-hidup, jika saja Andi tak segera menolongnya. Tomy lalu berbicara kembali, setelah dapat mengendalikan dirinya, dari keterkejutannya akibat dari insiden itu. "Sepertinya, tadi itu firasat. Kalau aku akan mati dan terkubur di tanah segera," ucap Tomy, sambil memandang ke arah longsoran yang telah berhenti. Dan membentuk sebuah gundukan setinggi 5 meter. "Tom, kau jangan bicara seperti itu. Yakinlah kita semua akan selamat dan dapat keluar dari gugusan Pulau Kematian ini hidup-hidup," ujar Andi, bereaksi atas ucapan Tomy itu. "Semoga saja itu yang terjadi. Tapi aku rasa itu naif," timpal Tomy, dengan nada pesimis. Seakan seseorang yang sudah kehilangan harapan untuk hidup saja. "Sudahlah, jangan bicarakan tentang kehidupan dan kematian," ucap Aryo. Lalu menatap ke arah Tomy dengan penuh selidik. "Tom, apa yang kau temukan dibalik reruntuhan itu?" tanya Aryo. Yang segera dijawab oleh Tomy. "Aku belum sempat menemukan sesuatu. Tapi aku tadi, seperti mencium bekas ledakan. Dan itu seperti bekas ledakan bom, di dalam bukit itu," timpal Tomy, mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya. Apa yang dituturkan oleh Tomy itu. Telah membuat Aryo, tampak berpikir atas jawaban dari Tomy itu. "Ledakan bom? Ini mencurigakan," ujar Aryo di dalam hatinya, dengan penuh telisik. Dengan apa yang sudah ia dengar. "Kalau benar apa yang kau cium itu, adalah bau dari ledakan bom. Itu pasti ada yang meledakan nya. Dan di dalam bukit itu, pasti ada sebuah atau banyak ruangan?" ucap Aryo. Mencoba memprediksi keadaan di dalam bukit itu. "Yang meledakan bom itu, pasti salah satu dari mereka. Tapi kenapa mereka meledakan nya di dalam bukit itu. Bukan di pondok tempat kita tinggal?" sambung Tino, dengan penuh keheranannya. Dengan apa yang sudah terjadi. "Hanya ada 2 kemungkinan. Hal itu disengaja atau tidak disengaja. Kalau disengaja, maka ada pengkhianatan di antara mereka. Dan kalau tidak di sengaja, maka itu adalah sebuah kecelakaan," sambung Noval. Mencoba menerka-nerka apa yang sudah terjadi di dalam bukit itu. "Dan untuk mengetahuinya ada ruangan atau tidak di dalam bukit itu, lebih baik kita gali reruntuhan itu bersama," sambung Andro, sambil melangkahkan kakinya. Menuju ke arah reruntuhan longsoran itu. Dengan penuh percaya dirinya. Akan tetapi hal itu dicegah oleh Andi, yang langsung memegang tangan kanan Andro, dengan tangan kirinya, dengan begitu eratnya. "Kau itu jangan ceroboh Ndro. Longsoran itu masih labil, apakah kau ingin tertimbun di dalam longsoran itu?" tutur Andi kepada Andro. Mendengar ucapan Andi itu. Andro pun lalu menghentikan niatnya itu. Dan tangan Andi pun melepaskan genggaman tangan kirinya dari tangan Andro. "Lebih baik kita semua kembali ke pondok sekarang," usul Aryo, lalu melangkahkan kakinya. Menuju ke arah pondok kayu, di mana selama ini mereka tinggal. Yang diikuti oleh yang lainnya. Tanpa menyadari sama sekali. Jika pondok kayu itu, sudah siap di bakar oleh Malaikat Biru. Yang sudah menunggu mereka dari tadi, dengan penuh kebosanannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN