Bab 67. (Tiba di Rumah Malaikat Putih)

1143 Kata
Saat kode-kode itu diterima. Kode-kode itu dilihat dan di ingat oleh Noval, sesuai dengan perintah firasatnya. Kode-kode itu merupakan kode yang sudah diubah oleh Andi. Dari kode reguler sebelumnya. Yang merupakan kode yang sama, bagi semua pintu rahasia yang ada di seluruh Kepulauan Kematian. Dengan cara seperti itu. Ia berharap, tak ada anggota dari malaikat kematian. Yang mampu masuk ke dalam Bukit Putih. Andi sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Hingga ia pun sudah mengantisipasinya dari jauh-jauh hari. Sejak setahun yang lalu. "Ayo, kita masuk," ajak Andi, sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam bukit itu. Yang diikuti oleh yang lainnya. Tanpa keraguan sama sekali. Saat mereka semua masuk ke dalam bukit itu. Pintu itu pun tertutup kembali secara otomatis. Seperti pintu yang memiliki sensor saja. "Wow, seperti di gedung pencakar langit saja pintu ini," ucap Andro dengan penuh antusiasnya. Yang tak ditanggapi oleh Andi. Yang melangkahkan kakinya kembali. Memasuki sebuah lorong setinggi 3 meteran dengan lebar 2 meteran. Yang diterangi oleh lampu-lampu neon dari sumber tenaga Matahari. Yang telah tersimpan sejak lama. Mereka berenam terus berjalan, di dalam lorong itu. Hingga mereka pun tiba pada sebuah ruangan seluas 5 meter×10 meter. Yang telah tersedia, berbagai kebutuhan hidup untuk beberapa hari. Di dalam ruangan itu terdapat sebuah patung Malaikat Kematian Putih, yang merupakan duplikasi dari Malaikat Putih terdahulu. Aryo, Tino, Tomy, Andro dan Noval langsung saja melihat patung malaikat putih itu, dengan pikiran mereka masing-masing. "Kenapa aku merasakan getaran aneh, saat melihat patung itu?" tanya Noval di dalam hatinya, dengan penuh telisik. Menatap tajam patung itu. "Seram sekali patung itu" gidik Andro di dalam hatinya. "Patung yang indah," kata Aryo, lalu tersenyum tipis ke arah patung itu di sanubarinya. "Patung ini, seperti memiliki jiwa," ujar Tino, di dalam kalbunya. "Karya seni yang indah"," bisik Tomy di dalam hatinya. Tampak di tangan kiri patung Malaikat Putih setinggi 2 meteran itu. Ia memegang sabit panjang bergagang putih. Sebagai s*****a khasnya. Mereka terus bermain dengan pikirannya sendiri. Tetap menatap patung malaikat putih dengan penuh keseriusannya. Andi lalu duduk di lantai ruangan itu. Dengan bersila, yang dikelilingi oleh teman-temannya. Yang akhirinya menghamburkan fokus mereka pada patung itu. "Kalian, pasti sudah melihat patung Malaikat Putih itu," ucap Andi, sambil menunjuk ke arah patung itu. "Ya, kami sudah melihatnya. Bukannya itu patung dirimu?" tanya Noval, dengan tegasnya. Meyakini jika patung malaikat putih itu, adalah Andi. Yang tersenyum, sebelum menjawab perkataan Noval. "Itu bukan patung ku, tapi itu patung pendahuluku. Aku adalah anggota pengganti dirinya. Yang mati di bunuh oleh Malaikat Hitam, karena perbedaan pendapat di antara mereka berdua. 5 tahun yang lalu," jelas Andi yang diterima dari penjelasan dari malaikat kematian lainnya. Dengan tatapan yang seakan sedang menerawang ke masa lalunya. Andi merasa tak perlu bercerita panjang kepada mereka. Yang mungkin akan membebani pikiran mereka. Yang sedang lelah jiwa dan raga. Akibat kejadian-kejadian mengerikan yang menimpa mereka. "Jadi, kau hanya anggota pengganti ya? Lalu bagaimana kau bisa masuk dalam kelompok mereka?" tanya Aryo dengan penuh selidik terhadap Andi. Yang membuat mau tak mau. Andi harus menceritakan masa lalunya. "Aku itu sebenarnya nelayan dari Banten, yang terdampar di gugusan pulau kecil ini, 3 tahun yang lalu. Saat badai menerpa kapal nelayan ku. Hanya aku yang selamat, di antara teman-temanku. Hingga aku pun di selamatkan oleh Malaikat Cokelat-" Andi pun menghentikan ceritanya sejenak. Sambil mengingat sosok Malaikat Cokelat di ingatannya. Lalu ia pun melanjutkan ceritanya kembali. "Bersamanya, aku dibiasakan untuk kidal. Karena kalau tidak, aku akan dibunuh oleh mereka. Karena mereka adalah kumpulan orang-orang kidal. Selain itu, aku pun diberi identitas baru, dengan masa lalu yang di manipulasi oleh Malaikat Cokelat. Setelah semuanya berjalan sempurna, aku pun lalu masuk ke kelompok mereka, sebagai Malaikat Putih baru," tutur Andi dengan panjang lebarnya, lalu mengakhiri ceritanya itu. "Lalu, di mana sekarang Malaikat Cokelat?" tanya Aryo kembali, dengan rasa penasarannya. "Mungkin dia sudah mati bunuh diri. Ledakan pada bukit di Pulau Hitam, yang kita tempati selama ini. Aku yakin, itu adalah ulahnya," timpal Andi, dengan lugasnya. "Sayang sekali, dia sudah mati. Jika tidak dia pasti akan sangat membantu. Lalu sekarang, siapa saja yang tersisa di antara kalian?" tanya Aryo, seakan sedang menggali keterangan dari Andi. "Kuning, Hijau, Cokelat dan Biru sudah dipastikan mati. Kemungkinan tinggal Hitam dan Merah yang tersisa, sebagai Pimpinan dan wakil Pimpinan dari kelompok itu," timpal Andi, dengan suara datar. "Jadi tinggal 2 orang ya? Kita pernah bertemu dengan Merah. Apakah kau bisa memberitahu indentitas mereka, yang sesungguhnya?" tanya Aryo kembali kepada Andi. "Merah, adalah pria dengan wajah berewokan. Sedangkan Hitam, adalah pria berwajah oriental dan klimis," mendengar penjelasan dari Andi itu. Akhirnya jati diri Malaikat Merah dan Malaikat Hitam pun terungkap. Yang tak diketahui oleh mereka selama ini. "Bagaimana, kalau kita tangkap mereka sekarang?" usul Tino dengan penuh semangat, yang ditolak oleh Andi. "Itu tidak mudah, mereka pasti sudah menelan kapsul penambah stamina itu, dengan melebihi dosis. Kalian pasti masih ingat, betapa luar biasanya stamina Malaikat Biru. Saat kita mengejarnya," ujar Andi, sambil menatap ke arah Aryo dan Tino. Yang hanya diam saja, tak menyahuti perkataan dari Andi, alias Malaikat Putih. "Sepertinya, kita memerlukan strategi untuk menangkap mereka berdua," usul Tomy. Dengan tatapan ke arah Andi. "Ya, strategi yang matang. Sekarang lebih baik kalian mandi, lalu makan mi atau masak. Semuanya ada di dalam kulkas," ucap Andi, lalu tersenyum. "Tapi, di mana kamar mandinya ya?" tanya Aryo kepada Andi. "Di ujung ruangan itu. Tapi kamar mandinya tidak ada pintunya. Namun kalian bisa mandi bareng, berdua atau bertiga. Handuk dan pakaian ganti, ada di lemari pakaiannya itu. Suka atau tidak suka dengan pakaian itu, pakai saja dalam keadaan darurat seperti ini," tutur Andi dengan panjang lebarnya. Tampak Aryo dan Tino, bangkit dari duduknya. Lalu melangkahkan kakinya menuju ke arah lemari pakaian itu. Lalu mengambil handuk dan pakaian gantinya. Lantas melanjutkan langkah kakinya menuju ke arah kamar mandi itu. Setelah selesai mandi Tino dan Aryo pun berinisiatif memasak, untuk mereka berenam makan. Sedangkan Noval dan Andro pun mandi bersama. Setelah itu giliran Tomy dan Andi yang mandi bersama. Sesudah itu mereka berenam lalu memasak bersama, membantu Aryo dan Tino. Selang 1 jam kemudian, masakan yang mereka masak dan ala kadarnya itu. Akhirnya selesai, dan langsung mereka santap bersama, dengan begitu lahapnya. Entah enak atau tidak masakan Tino dan Aryo. Tetapi mereka terlihat sangat menikmatinya. Daripada tak ada makanan sama sekali untuk mengisi perut mereka. Sesudah kenyang, mereka pun lalu mencuci piring bekas makan mereka itu, secara bersama. "Ndi, apakah mereka tidak akan kemari dan membantai kita, di saat kita tidur?" tanya Noval, dengan penuh kekhawatirannya. "Aku jamin tidak, kode pada pintu itu, hanya aku yang tahu," jawab Andi, setelah selesai mencuci piring. Mereka berenam pun lalu berbaring di lantai ruangan itu, tanpa beralasan apa pun. "Lebih baik kita tidur sekarang, untuk memulihkan stamina kita besok hari," ucap Andi, lalu memejamkan matanya. Yang diikuti oleh yang lainnya. Hingga ruangan di dalam bukit itu menjadi benar-benar sunyi. Seolah tak memiliki penghuni sama sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN