Bab 32. (Kepanikan)

1233 Kata
Keheningan itu pun pecah, ketika Noval berkata dengan tegasnya, seperti seorang komandan saja, di antara mereka. "Lebih baik kita tenang, untuk membahas masalah ini-" sambung Noval. Lalu duduk di sofa yang ada di ruang tamu itu. Yang diikuti oleh mereka semua. "Pertama, kita harus berpikir. Kenapa kejadian ini bisa terjadi, tanpa kita ketahui sama sekali?" lanjut Noval. Yang disambut oleh ucapan dari Aryo. "karena kita tertidur dengan pulas nya. Tapi sepertinya ada yang aneh dengan tidur kita? Hingga Tino yang tidur satu kamar dengan Anto, tidak merasakan hal apa pun. Saat Anto merenggang nyawa," ujar Aryo, tampak berpikir keras. Berusaha untuk memecahkan masalah itu secepat mungkin. "Ya, kau benar, Yo. Aku biasanya jika ada suara sedikit saja, aku pasti terbangun. Jangan-jangan kita sudah diberi obat bius atau obat tidur dosis tinggi oleh mereka?" ucap Tino, berusaha menerka-nerka penyebab dari kejadian itu. "Ya, makanan yang mereka berikan. Pasti sudah diberi obat tidur dosis tinggi. Pantesan aku mengantuk setelah memakan makanan itu," kata Tomy, sambil memainkan phablet nya dengan santainya. Seakan tak mempedulikan dengan serius kejadian berdarah itu. "Ya, makanan semalam sama nasi kotak kemarin. Yang kita makan, sepertinya sudah diberi obat tidur atau obat bius," sambung Thomas, yang selalu menguatkan ucapan Tomy. Seperti anak kembar saja, yang saling mendukung satu dengan lainnya. "Pertanyaan sudah terjawab. Jadi gara-gara makanan itu, makanan yang diberikan oleh mereka," ucap Noval, seakan telah mengerti dengan kejadian itu. "Jadi kita harus hati-hati dengan bahan makanan yang ada di kulkas dan mi dalam cup itu?" ucap Andro, dengan penuh kekhawatirannya. Yang langsung dijawab oleh Aryo. "Aku rasa mi dalam cup itu, tidak mengandung obat bius. Tapi bahan makanan di kulkas, aku akan memeriksanya," tutur Aryo dengan penuh keyakinannya. Aryo lalu melangkahkan kakinya. Menuju ke arah kulkas yang berada di pojok ruangan itu. Aryo pun membuka kulkas itu, lalu mencium dan menyentuh bahan makanan yang ada di dalam makanan itu, lalu mencicipinya. Ia seperti anjing pelacak saja, saat ia melakukan akan hal itu. Semuanya tetap terdiam melihat apa yang dilakukan oleh Aryo. Hanya pikiran mereka, yang bermain di benak mereka dengan apa yang sedang di oleh Aryo. Termasuk Noval. "Sebenarnya, siapa sebenarnya Aryo?" tanya Noval di dalam hatinya. Terus mengamati apa yang sedang dilakukan oleh Aryo, dengan penuh keseriusannya. Setelah melakukan itu semua, ia pun lalu kembali ke tempatnya semula dan duduk kembali di sofa itu. "Aku jamin, semua bahan makanan yang ada di dalam kulkas. Aman dari hal apa pun," ujarnya datar. Sambil menutup kulkas itu kembali. Mendengar penuturan dari Aryo. Semua menjadi penasaran, kenapa Aryo tahu hingga sejauh itu. "Bagaimana kau mengetahuinya, kalau bahan makanan itu aman?" tanya Tomy dengan penuh penasarannya. Mengungkapkan rasa penasarannya, yang juga mewakili para pemenang kuis lainnya. "Aku sudah terbiasa dengan obat-obatan, baik yang legal maupun ilegal," timpal Aryo dengan santainya. Merasa tak terbebani oleh pertanyaan dari Tomy. "Memang kau itu sebenarnya kerja apa?" tanya Tomy dengan penuh selidik kepada Aryo. "Aku sedang tidak bekerja," jawab Aryo dengan santainya. "Lalu dari mana, kau mengetahui akan hal itu?" tanya Tomy kembali, semakin penasaran saja. "Keluargaku banyak yang bekerja di bidang itu, yang menyelidiki tentang obat-obatan terlarang," timpal Aryo, dengan entengnya. Aryo lalu melangkahkan kakinya. Dan lalu mengambil sebuah mi kemasan cup, membuka sedikit penutupnya. Lalu menyeduhnya dengan air panas yang ada di dispenser itu. Menutup kembali penutup mi kemasan cup itu. Menunggunya selama beberapa menit. Setelah merasa telah matang, mi dalam cup itu. Ia pun lalu menaburkan bumbu mi kemasan cup itu, mengaduknya dengan garpu plastik yang tadi ada di dalam wadahnya. Aryo pun kembali melangkahkan kakinya ke tempat semula ia duduk. Sambil menyantap mi dalam kemasan cup itu dengan lahapnya. Seakan ia sedang tak menghadapi ketegangan yang sedang terjadi. Sementara yang lain tetap terdiam. Hanya menyaksikan apa yang dilakukan oleh Aryo. "Daripada kau bertanya banyak hal tentang diriku. Lebih baik kau makan mi kemasan cup saja, bro Tomy ...," ucap Aryo, disela makannya. Sambil menepuk bahu Tomy dengan tangan kanannya. "Kau benar juga, bro Aryo. Daripada aku kepo sama dirimu, lebih baik aku makan mi kemasan cup. Bro-bro ..., ayo kita makan," ujar Tomy, lalu melangkahkan kakinya. Menuju ke tempat mi kemasan cup itu berada. Untuk menyeduhnya dan memakannya. Yang diikuti oleh yang lainnya. Mereka pun tampak menikmati mi kemasan cup itu. Hingga ketegangan yang mereka alami itu. Sedikit mengendur. Walaupun itu hanya untuk sejenak. *** Sementara itu di markas 7 Malaikat Kematian. Tampak mereka sedang berkumpul, minus Malaikat Putih. Yang memang sedang menyusup di antara para pemenang kuis itu. Mereka tampak berpakaian lengkap dengan topeng dan jubah bertudung mereka. Seakan diri mereka tak ingin diketahui oleh siapa pun. Kecuali oleh anggota mereka sendiri. Terlihat Mereka mengelilingi Malaikat Hitam. Yang berada di tengah di antara mereka berenam. "Bagaimana, apakah mereka sudah bergerak untuk mencari 3 teman mereka yang sudah kita bunuh?" tanya Malaikat Hitam kepada para anak buahnya itu. "Sepertinya mereka belum bergerak," ujar Malaikat Kuning, dengan nada datar. "Sepertinya mereka tidak peduli dengan 3 orang yang sudah kita bunuh itu," ujar Malaikat Hijau. "Aku rasa bukan seperti itu. Sepertinya mereka lebih waspada kepada kita. Sejak kejadian itu, atau dengan kata lain. Mereka lebih berhati-hati di dalam mengambil sebuah keputusan dan tindakan," ucap Malaikat Biru, alias Marco yang sebenarnya tak tahu sama sekali tentang kejadian itu. "Lalu kenapa Putih tidak memprovokasi mereka, agar mereka mencari 3 orang itu," ujar Malaikat Merah dengan ketusnya. "Mungkin ia memiliki pertimbangan lain dalam hal ini," ucap Malaikat Cokelat. Berusaha membela Malaikat Putih yang sedang disudutkan oleh Malaikat Merah. "kau, hanya membelanya saja. Padahal kerjanya itu tidak profesional sama sekali," ujar Malaikat Merah dengan nada suara yang keras. Melihat dan merasakan suasana semakin panas. Akhirnya Malaikat Hitam sebagai Pimpinan mereka angkat bicara. Untuk mengakhiri perdebatan di antara mereka berdua. "SUDAH! Kalian jangan meributkan hal yang tidak penting seperti ini!" mendengar ucapan dari Pimpinannya itu. Mereka berdua pun lalu terdiam. "Aku akan SMS mereka," lanjut Malaikat Hitam, lalu mengambil ponsel outdoor nya dari dalam saku jubah hitamnya. Dan lalu mengetik SMS dan segera mengirim SMS itu ke nomor para pemenang kuis itu. "Selesai ...! dengan SMS itu. Sepertinya mereka akan segera bergerak untuk mencari 3 orang itu," ujar Malaikat Hitam dengan dinginnya. "Apakah kau yakin, dengan hal itu Pimpinan ...?" tanya Malaikat Merah, dengan penuh keraguannya. "Tentu saja aku menyakini akan hal itu," timpal Malaikat Hitam. "Karena ini masih tugas kalian bertiga, maka awasi lah mereka semua ...," lanjut Malaikat Hitam, yang terfokus pada Malaikat Merah, Malaikat Kuning dan Malaikat Hijau. Yang segera mengerti dan memahami akan ucapan mereka itu. "Kami mengerti, dengan apa yang harus kami lakukan, Pimpinan ...," sahut Malaikat Merah. Lalu mendekati Malaikat Kuning dan Malaikat Hijau. "Lebih baik kita pergi sekarang, Kuning, Hijau," ujar Malaikat Merah, sambil melangkah kakinya. Keluar dari dalam ruangan itu. Yang diikuti oleh Malaikat Kuning dan Malaikat Hijau dari arah belakang. Sepeninggalan mereka bertiga. Tiga anggota Malaikat Kematian yang tersisa lalu menghadap ke arah Patung raksasa malaikat kematian berwarna hitam. Secara berdampingan. Malaikat Hitam tampak berada di tengah. Sedangkan Malaikat Biru berada di sebelah kanan Malaikat Hitam. Sedangkan Malaikat Cokelat berada di sebelah kirinya. Mereka bertiga lalu bersujud di hadapan patung itu dengan khusyuknya. "Malaikat Kematian, terimalah korban kami untukmu. Sebagai persembahan dari pengagum mu di dunia fana ini ...," ujar Malaikat Hitam, dengan lantangnya. Hingga suaranya pun bergema di ruangan itu. Setelah mengucapkan akan hal itu. Ia pun lalu bangkit dan meninggalkan ruangan itu. Yang disertai oleh 2 anak buahnya di belakang dirinya. Tanpa mempedulikan hal apa pun lagi di tempat itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN