Sosok awal dari 7 Malaikat Kematian itu terus tertawa dengan penuh kesenangannya, bersama tangan kanannya.
Terus tertawa dengan penuh kebahagiannya. Hingga mereka pun lelah untuk tertawa.
Malaikat Hitam, lalu menatap Malaikat Merah dari arah samping dengan tajamnya. Yang disadari oleh Malaikat Merah.
Malaikat Merah pun ikut menolehkan wajahnya. Hingga mereka berdua pun saling tatap satu sama lainnya. Seakan orang yang sedang jatuh cinta saja.
"Ada apa kau menatapku seperti itu?" tanya Malaikat Merah, dengan menatap tajam Malaikat Hitam, dengan penuh keheranannya.
"Aku hanya ingin bertanya. Apa filing mu, tentang kelompok kita. Apakah akan ada pengkhianat lagi, di kelompok kita ini?" tanya Malaikat Hitam kepada tangan kanannya, dengan penuh keseriusannya.
Malaikat Hitam lalu mengarahkan tatapannya kembali ke arah Laguna Kematian. Begitu juga dengan Malaikat Merah, yang segera menjawab pertanyaan dari pimpinannya itu.
"Aku rasa Cokelat dan Putih akan mengkhianati kita," sahut Malaikat Merah dengan tegasnya.
"Apa kau punya bukti, hingga bisa berkata seperti itu?" tanya Malaikat Hitam, dengan penuh selidik.
"Kau bertanya tentang filing ku. Mana aku punya bukti. Tapi gerak-gerik mereka sangat mencurigakan," tutur Malaikat Merah, mengungkapkan tentang filing nya.
"Jika begitu, kita awasi mereka. Nanti aku suruh Biru, lebih mengawasi Putih. Sedangkan kau dan aku akan mengawasi Cokelat," beber Malaikat Hitam, dengan rencananya itu.
"Baiklah, sekarang lebih baik kita tidur," kata Malaikat Merah, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu, dengan begitu santainya.
"Ya, tidur. Itu lebih baik. Agar tubuh terlalu matang ini, tak mudah sakit," Malaikat Hitam pun berbicara sendiri. Lalu tertawa dengan kerasnya, sembari mengikuti langkah kaki Malaikat Merah. Yang akan masuk ke dalam Bukit Hitam. Melalui jalan rahasia mereka. Untuk menuju tempat mereka istirahat.
***
Sementara itu kelima anak buah Malaikat Hitam telah tiba di bawah Bukit Hitam. Mereka langsung saja berpencar untuk menuju kediaman mereka masing-masing. Kecuali Malaikat Biru, yang terus mengikuti langkah Malaikat Putih. Yang merasa sangat risih. Diikuti seperti itu.
"Biru, kenapa kau mengikuti ku terus?" tanya Malaikat Putih ketika tiba di pantai di dekat pondok kayu, tempat para pemenang kuis itu tertidur.
Malaikat Putih lalu menghentikan langkahnya. Begitu juga dengan Malaikat Biru.
"Aku ingin berkenalan denganmu. Hanya dirimu yang belum mengenal aku sebenarnya. Karena kau baru pertama kali bertemu denganku. Karena aku benar-benar sibuk di Jakarta," ucap Malaikat Biru, lalu melangkahkan kakinya, dengan menggandeng tangan Malaikat Putih.
"Dia itu sebenarnya, inginnya apa?" tanya Malaikat Putih di dalam hatinya. Merasa risih dengan rekannya. Yang menggandeng tangannya seperti itu.
"Bukannya kita sudah saling kenal?" tanya Malaikat Putih merasa keheranan dengan sikap rekannya. Yang seolah dirinya diperlakukan seperti seorang gadis saja. Sangat berbeda, saat dirinya sedang bersama yang lainnya. Yang begitu kasar terhadap dirinya.
"Apakah, dia memiliki kepribadian ganda?" tanya Malaikat Putih di benaknya, dengan penuh telisik terhadap Malaikat Biru.
"Duduk dulu, nanti aku akan bercerita tentang diriku,"ujar Malaikat Biru dengan penuh percaya dirinya. Sambil melepaskan genggaman tangannya kepada rekannya itu.
Malaikat Biru lalu duduk bersila di rerumputan basah karena embun. Begitu pula dengan Malaikat Putih. Yang duduk bersila 1 meter di hadapan Malaikat Biru.
Malaikat Biru lalu menghembuskan napasnya. Sebelum dirinya berkata kembali.
"Kau mengenalku hanya saat memakai topeng saja. Kau tak mengetahui wajah asliku seperti apa. Pasti hanya aku yang belum kau ketahui, wajahku itu setampan apa?" tutur Malaikat Biru, dengan penuh percaya dirinya.
"Kau hanya ingin memperlihatkan wajahmu saja?" tanya Malaikat Putih dengan penuh keheranannya. Dengan tatapan tajam ke arah Malaikat Biru. Yang sudah siap menarik topeng tengkorak birunya, dengan tangan kirinya.
"Tentu saja, kau harus melihat wajah tampanku ini. Yang seperti Artis Korea," Malaikat Biru lalu menarik topeng tengkorak birunya. Hingga terlihatlah wajah tampannya, walaupun hanya terlihat samar-samar saja diterangi cahaya Bulan di langit.
Malaikat Putih terlihat biasa saja melihat wajah asli Malaikat Biru. Yang terlihat begitu kecewa. Melihat reaksi rekannya yang datar-datar saja. Tak memuji tentang ketampanannya sama sekali.
"Kenapa kau biasa-biasa saja?" tanya Malaikat Biru dengan penuh keheranannya.
"Lalu aku harus bagaimana?" sahut Malaikat Putih, dengan penuh kebingungannya.
"Sepertinya kau kurang jelas wajah serupa Artis Korea ini," Malaikat Biru, lalu mengambil korek gas dari dalam kantung celananya. Menyalakannya, lalu mendekatkannya ke arah wajah. Agar Malaikat Putih dapat melihat wajahnya dengan jelas.
"Apa kau mengenal wajah tampan ini?" tanya Malaikat Biru, lalu tersenyum kepada rekannya itu.
"Iya, kau itu Mario," sahut Malaikat Putih, menyebut nama asli Malaikat Biru. Saat perkenalan diri mereka, dengan kostum Malaikat Kematian mereka masing.
Mendengar perkataan dari Malaikat Putih, Mario lalu memadamkan korek gasnya, memasukan kembali ke dalam kantung jubah birunya.
"Apa kau ini tak pernah melihat televisi atau melihat di internet? Siapa itu Artis Korea yang memiliki wajah sepertiku ini?" tanya Mario kepada Malaikat Putih.
"Tidak," jawab Malaikat Putih apa adanya.
"Ya, sudah kalau begitu percuma. Aku memperkenalkan wajah tampanku ini," lirih Mario, lalu memakai topeng tengkorak birunya kembali. Hingga diri pun menjadi Malaikat Biru kembali.
"Kalau begitu aku pergi sekarang," Malaikat Putih pun berniat untuk pergi dari tempat itu. Namun dicegah oleh Mario.
"Siapa suruh kau pergi. Aku ingin kita saling bercerita," pinta Mario dengan nada tegas. Yang membuat Malaikat Putih mengurungkan niatnya.
"Kau ini, seakan kita tak akan bertemu lagi. Hingga harus bercerita saat ini," kata Malaikat Putih, lalu tersenyum tipis.
"Memang besok kita tak akan bertemu lagi," sahut Mario, yang membuat Malaikat Putih begitu terkejut bukan main. Mendengar perkataan dari Mario.
"Maksudmu, besok kau akan mati?' ucap Malaikat Putih dengan polosnya.
"Dasar kau, menyumpahi aku mati!" geregetan Mario terhadap rekannya.
"Lalu maksudmu bagaimana?" Malaikat Putih pun semakin kebingungan saja.
"Aku nanti subuh akan kembali ke Jakarta," timpal Mario dengan nada datar.
"Jadi kau tak mengawasi ku lagi?" tanya Malaikat Putih dengan penuh harap. Jika dirinya tak ada yang mengawasi lagi.
"Tentu saja tidak, kau tetap ada yang mengawasi," sahut Mario, lalu terkekeh pelan.
"Bukannya kau ingin pulang ke Jakarta?" tanya Malaikat Putih, dengan penuh kebingungannya terhadap perkataan Mario. Yang seakan tak konsisten.
"Iya, aku memang akan pulang ke Jakarta. Karena Malaikat Biru yang asli akan kembali," pengakuan dari Mario begitu terkejut. Bagaimana bisa dia tak mengetahui, jika Malaikat Biru ada dua.
"Kau jangan bercanda?" Malaikat Putih pun serius, dengan menatap tajam kepada Mario.
"Buat apa aku bercanda. Aku hanyalah Malaikat Biru cadangan. Jadi kau harus berhati-hati dengan dirinya. Dia tak mungkin seperti aku. Yang pura-pura maniak membunuh. Dia asli maniak membunuh. Kau pasti akan diawasi olehnya secara sungguh-sungguh. Tak seperti aku, terlalu memberimu kelonggaran. Pastinya kau penasaran kan, dengan sosok Malaikat Biru yang asli?" tutur Mario dengan panjang lebarnya.
"Ya, aku penasaran. Apa ini ada hubungannya dengan Malaikat Biru, yang tak pernah datang ke gugusan pulau kecil ini?" Malaikat Putih pun menatap Malaikat Biru dengan begitu tajamnya. Seakan ingin meminta jawaban secepat mungkin dari dirinya.
Mario tak langsung menjawab pertanyaan dari Malaikat Putih, yang sedang menunggu jawabnya. Dirinya seakan ingin Malaikat Putih semakin penasaran saja.
Angin laut pun berhembus dengan lembutnya, menerpa tubuh mereka berdua. Seakan ingin menyejukkan tubuh mereka berdua.