4. Tawanan

1022 Kata
Mata Susan terbuka dalam kondisi tubuh yang buruk. Kedua tangan dan kakinya terikat oleh tali yang kuat walaupun tak sampai menyakiti kulitnya. Kepalanya pusing, anggota tubuhnya tak bisa bekerja dengan baik. Sepertinya efek obat bius belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya. Matanya berusaha beradaptasi dengan suasana yang gelap di sekitarnya. Dia mencari kedua bocah kembarnya. Di manakah gerangan mereka berdua berada? Apakah dikumpulkan bersamanya atau di tempat lain? Matanya mempelajari tempat dia berada. Sebuah kasur pegas berukuran besar yang berseprei putih–setidaknya terang. Dia tak terlalu yakin akan warna sepreinya karena kegelapan yang tak bisa berkompromi. Kemudian, wanita itu memperluas area pandangan ke sekitar tempat tidur. Ternyata kamarnya tak terlalu luas. Hanya sekitar tiga kali empat meter. Sehingga, dengan mudah pula Susan menyadari bahwa kedua anaknya tidak berada di tempat yang sama dengan dirinya. Cahaya matahari yang menembus ruangan itu membuat Susan tahu bahwa sekarang masih siang. Itu artinya, lokasi tempat dia tinggal sekarang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya jika memang hari ini adalah hari yang sama dengan hari saat dia dibawa pergi dari hotel. Susan pun menyandarkan punggungnya di headboard tempat tidur. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini? Mengapa dia dan anak-anak tiba-tiba diculik? Penjelasan paling masuk akal adalah tebusan. Memang belum ada berita resmi tentang perceraian dengan Adrian. Mungkin para penjahat yang menculiknya mengira dia masih bersama Adrian. Namun, dari manakah mereka tahu bahwa dia dan anak-anak sedang berada di luar rumah? Apakah dia telah lama diincar? Tak lama, ada seseorang masuk membawa sebungkus makanan dan minuman yang dibeli dari restoran cepat saji yang tak disukai Susan. Makanan sampah adalah hal nomor satu yang dia hindari. Tampaknya, itu adalah salah satu rahasia kecantikan alaminya. "Makanlah agar kau tetap hidup saat kami kembalikan ke suamimu," kata pria yang wajahnya tak terlihat itu lantaran dia mengenakan penutup wajah dari kain yang hanya menampakkan mata dan mulut saja. "Di mana anak-anakku?" Susan bertanya dengan tanpa takut sedikit pun. Tak ada yang ditakutkan oleh seorang ibu di dunia ini bila hal tersebut menyangkut anak-anaknya. "Tenanglah. Kamu akan segera bertemu mereka setelah uang tebusan beres," jawab pria itu. Terkonfirmasi sudah apa yang ada di benak Susan. Memang, ternyata motivasinya adalah uang. Betapa tak menyenangkan menjadi istri pria kaya. Bukannya bahagia yang dia rasakan, melainkan hanya ancaman bahaya yang sering melanda. Sementara sang suami pastinya sedang bermesraan dengan wanita lain, dia harus mendekam dan disekap sekelompok penculik. Kutukan pun dia ungkapkan dengan lirih walaupun si penculik masih bisa mendengar. Wanita itu benar-benar menyesal telah menikah dengan pria semacam Adrian. "Lepaskan dulu lenganku. Aku tak bisa makan dalam kondisi terikat begini." Susan beralasan agar dia dilepaskan. Namun, penjahat itu tak bodoh. Dia melepaskan Susan hanya untuk makan burger meminum cola-nya saja. Pria itu mengamati Susan dengan cermat di setiap kunyahan dan tegukan. Seperti kamera pengawas, matanya seolah tak berkedip sama sekali. Selesai makan, pria itu mengikatnya lagi, membuat Susan merasa diperlakukan lebih buruk daripada seorang yang dipenjara. Ternyata, demikian seterusnya. Bahkan saat Susan hendak ke toilet atau membutuhkan hal lain. Ikatannya hanya akan dibuka sementara saja. Susan benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mungkin dia akan bisa melepaskan diri selain dengan cara pasrah. Akankah Adrian benar-benar mau mengeluarkan uang untuk menebus dia dan anak-anak? Ataukah suaminya itu justru akan memanfaatkan hal ini untuk membuang mereka? *** Adrian berangkat ke kantor pagi itu dengan kepala sangat pusing. Semalam, dia menenggak minuman untuk menghilangkan kesedihan. Bagaimanapun juga, tanpa teman dan tanpa keluarga adalah kondisi terburuk yang bisa dialami oleh seseorang. Tak ada Evita yang duduk di meja sekretaris. Wanita itu sangat cerdas dengan tak menampakkan diri kali ini. Bila sampai dia datang, mungkin Adrian akan kehilangan kesabaran. Evita sudah bisa dipastikan akan menjadi pelampiasan dan kambing hitam. Terlepas dari kesalahan Adrian sendiri, tak akan mungkin dia puas dengan menghajar diri sendiri. Adrian membuka pintu ruangan dengan malas. Pekerjaan menumpuk, akan tetapi dia sama sekali tak ingin menyentuhnya. Bila hal ini berlangsung terus menerus, hanya tinggal menunggu waktu mengenai kapan Lucas Ferdinand, pemilik perusahaan periklanan yang dia pimpin saat ini, akan memecatnya. Tiba-tiba sebuah kesadaran membuyarkannya. Dia tak boleh bermalas-malasan. Ada anak istri yang masih harus dia nafkahi. Masih ada harapan keluarga mereka untuk kembali bersatu. Jangan sampai dia mengacaukan keadaan yang tengah kacau ini. Akhirnya, Adrian pun kembali menyentuh kertas-kertas dan dokumen lain di mejanya. Dinyalakan pula laptop untuk mengecek semua email masuk. Tanpa seorang sekretaris yang membantu, cukup sulit semuanya dia lakukan sendiri. Karena itulah, Adrian meminta seseorang dari departemen administrasi untuk membantu pekerjaan dia hari itu. "Pak, ada telepon dari seseorang yang menolak untuk disebutkan namanya. Namun ...." Lisa dari departemen administrasi yang menggantikan pekerjaan Evita hari ini menyampaikan telepon masuk dengan ragu. "Dia bilang, dia bersama dengan anak-anak dan istri Anda." Wajah Lisa memucat saat menyampaikan. Siapa pun akan tahu apa yang dimaksud oleh pihak penelepon. Apa kalau bukan penculikan dan pastinya akan berujung meminta tebusan? "Hubungkan aku dengannya!" perintah Adrian segera. Dia tak ingin menunda lagi urusan sepenting ini. Pekerjaan akan dia selesaikan nanti. Keluarga adalah yang utama. "Baiklah, Pak!" jawab Lisa dengan gemetar. Benar saja. Yang menelepon adalah salah satu dari komplotan penjahat yang menculik Susan dan anak-anak. Dia meminta tebusan yang sangat banyak kepada Adrian. "Tujuh juta dolar tunai dan kau akan mendapatkan mereka bertiga dalam keadaan utuh," ujar suara itu dengan nada datar. Tak ada suara-suara mencurigakan di sekitarnya sehingga Adrian dapat mengira bahwa dia tak sedang bersama Susan dan anak-anak. "Kutunggu sampai besok pagi!" "Bagaimana mungkin aku mendapatkan uang tunai sebanyak dan secepat itu?" bentak Adrian tak terima. Namun, penjahat itu tertawa. "Kamu pikir kami tidak tahu seberapa besar gajimu dalam setahun? Ayolah, kami hanya minta sepertiga saja. Apa artinya bila dibandingkan dengan wajah mulus istrimu dan kelucuan putra dan putrimu?" Inilah kadang yang membuat Adrian sangat membenci bagaimana majalah bisnis mengekspos perkiraan gaji para CEO dalam setahun. Mereka membuat seolah-olah para CEO mempunyai ruangan berisi uang tunai hingga bisa membuat mereka mandi uang setiap saat. CEO tampan itu menelan ludah membayangkan betapa sulitnya pekerjaan dia hari ini. Bila memungkinkan, dia memang ingin meminta penundaan. Namun, siapa yang hendak dia ajak bernegosiasi? Penjahat bengis yang bahkan hanya tahu cara membuat orang lain menderita. "Sebutkan alamatnya! Pastikan istri dan anak-anakku selamat sentosa!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN