Bab 3. Berita yang Mengejutkan

960 Kata
Andri mencoba menutupi kegelisahannya dengan alasan yang dia harap dapat diterima oleh Laras. Ia menarik napas dalam, berusaha untuk terlihat tenang meskipun hatinya penuh kekhawatiran. "Ada proyek yang harus aku kerjakan di luar kota," katanya, berusaha meyakinkan Laras. "Aku ... nggak bisa memberi tahu lebih banyak karena harus segera diselesaikan. Maaf aku nggak bisa menghubungimu lebih awal." Laras memandang Andri dengan ragu. Meskipun alasan itu terdengar masuk akal, ada sesuatu dalam cara Andri berbicara yang membuatnya merasa tak sepenuhnya meyakinkan. Namun, dia memilih untuk tidak menanyakannya lebih jauh, khawatir Andri akan semakin tertekan. "Tapi kamu baik-baik aja ‘kan?" tanya Laras, masih dengan cemas, sambil menggenggam tangan Andri. "Kamu terlihat berbeda, seperti ada yang mengganggu pikiranmu." Andri mengangguk, mencoba meyakinkan Laras. "Aku baik-baik saja, Sayang. Hanya sedikit lelah, itu semua." Namun di dalam hati Andri, ada penyesalan yang mendalam. Dia merasa seperti ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan. Keputusan untuk meninggalkan Laras semalam, bahkan meski ia masih kebingungan tentang apa yang sebenarnya terjadi, membuat hatinya berat. Laras, yang melihat Andri masih tampak gelisah, berusaha menenangkan suasana dengan senyum lembut di wajahnya. Ia langsung memeluk lengan Andri dengan hangat, mencoba memberi dukungan yang Andri butuhkan. "Ayo, kita sarapan bersama," kata Laras dengan suara penuh kelembutan. "Kamu pasti lapar setelah perjalanan panjang, ‘kan? Aku sudah menyiapkan semuanya." Andri terkejut sejenak dengan pelukan Laras, namun kemudian merasakan ketenangan yang ditawarkan oleh kehangatan wanita itu. Meskipun hatinya masih dipenuhi penyesalan dan kegelisahan, pelukan Laras memberi rasa aman yang sulit dijelaskan. Perlahan, Andri merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Sayang," jawab Andri, mencoba tersenyum meskipun dalam hati masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Laras menarik Andri ke meja makan, di mana sarapan sudah disiapkan dengan penuh perhatian. Laras adalah sosok wanita yang sederhana dan penuh keikhlasan. Dibentuk oleh kerasnya hidup di panti asuhan, ia tumbuh menjadi pribadi yang lugu namun tangguh. Sejak menikah dengan Andri, Laras tidak pernah meminta lebih dari apa yang diberikan kepadanya. Baginya, cinta dan kebersamaan adalah hal yang paling berharga. Sebagai istri, Laras memilih untuk mengurus rumah tangga seorang diri, meskipun Andri sebenarnya mampu menyediakan asisten rumah tangga untuk meringankan pekerjaannya. Namun, Laras menolak dengan alasan ia merasa lebih nyaman mengurus semuanya sendiri. Dari memasak, mencuci, hingga membersihkan rumah, semua dilakukan Laras dengan sepenuh hati. Baginya, melayani suami adalah bentuk kasih sayang dan tanda terima kasih atas cinta yang telah diberikan Andri. Walaupun ia tidak pernah mengeluh, ada kalanya ia merasa lelah, terutama saat Andri sering terlihat sibuk dan menjauh. Namun, Laras selalu menyikapinya dengan sabar dan percaya bahwa kehadiran dirinya cukup untuk membuat Andri merasa nyaman di rumah. Ketulusan Laras membuat banyak orang terkesan, tetapi di balik kelembutannya, ada perasaan tidak percaya diri yang terkadang mengganggunya. Ia merasa latar belakangnya sebagai gadis panti asuhan tidak setara dengan kehidupan mewah yang kini ia jalani bersama Andri. Namun, Laras tidak pernah menunjukkan kelemahan itu di depan suaminya. Ia terus berusaha menjadi istri yang terbaik, meskipun tanpa ia sadari, ada awan gelap yang perlahan mulai mengancam kebahagiaannya. *** “Sebenarnya apa yang sudah terjadi semalam?” tanya Andri pada dirinya sendiri dengan suara pelan, tapi masih cukup terdengar. Malam itu, Andri duduk seorang diri di tepi kolam renang, dikelilingi oleh keheningan yang hanya dipatahkan oleh suara riak air yang tenang. Lampu kolam yang redup memantulkan cahaya lembut, menciptakan bayang-bayang yang menari di permukaan air. Angin malam yang sejuk menyapu wajahnya, namun tidak cukup untuk mengusir kegelisahan yang menggerogoti hatinya. Andri menatap kosong ke dalam air, pikirannya kembali mengingat apa yang terjadi semalam—pertemuannya dengan Rina, kebingungannya, dan rasa bersalah yang terus menghantuinya. Ia merasa seperti dua dunia yang sangat berbeda sedang menariknya ke arah yang berlawanan. Di satu sisi, ada Laras, yang penuh perhatian dan kasih sayang. Di sisi lain, ada bayang-bayang masa lalu yang sulit diabaikan. Rasa penyesalan terus menghantui Andri, tetapi ia juga merasa terjebak. Tindakan yang dilakukan semalam, yang begitu kabur dalam ingatannya, membuatnya semakin bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Apakah ia telah melukai Laras tanpa disadari? Ataukah ini sekadar ketegangan sementara yang akan segera berlalu? Dengan satu napas panjang, Andri memejamkan mata, berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. Ia tahu bahwa ia harus mengambil keputusan, tetapi keputusan itu terasa semakin sulit dengan perasaan yang saling berbenturan di dalam dirinya. Suara ponsel yang tiba-tiba berbunyi memecah keheningan malam itu. Andri melihat layar ponselnya, dan nama Rina muncul di sana. Rasa cemas yang sudah menggelayuti dirinya seketika semakin besar. Tanpa berpikir panjang, Andri langsung menerima panggilan itu. "Rina?" suara Andri terdengar penuh kekhawatiran. "Ada apa dia menghubungiku malam-malam begini.” "Aku akan segera datang, Rina," jawab Andri, suaranya terdengar tegas meski hatinya masih kacau. "Tenang saja, aku akan datang untuk membantu." Andri segera memutuskan sambungan telepon itu, lalu menatap kosong ke arah kolam renang. Sebentar lagi, ia akan kembali ke rumah Rina, namun bukan untuk alasan yang ia inginkan. Tugasnya kali ini adalah untuk anaknya—meski segala perasaan dan kebingungannya tentang Rina tetap mengganggu. Andri berjalan cepat ke arah kamar, kegelisahan yang tak dapat disembunyikan jelas terlihat di wajahnya. Ia merasa terburu-buru, tapi dalam pikirannya masih ada rasa bersalah terhadap Laras yang semakin mendalam. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Laras keluar dari kamar mandi, mengenakan pakaian tidur yang sederhana. Melihat ekspresi Andri yang panik, Laras langsung bertanya dengan cemas. “Mas, kenapa kamu terlihat begitu panik? Ada apa?" tanya Laras, matanya penuh perhatian dan kekhawatiran. Andri terhenti sejenak, merasa seperti terjebak antara dua pilihan. Ia tidak ingin membuat Laras semakin khawatir, namun ia juga tidak bisa berbohong. Dengan napas yang masih terengah-engah, Andri menjawab dengan hati-hati, mencoba meredam kekhawatiran yang muncul. "Aku akan segera kembali, Sayang. Aku janji," kata Andri, mencoba memberi kepastian meskipun hatinya terasa berat. "Aku hanya butuh waktu sebentar." Andri langsung mencium kening Laras dan segera melangkah pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN