Jean melangkah dengan perasaan bercampur aduk. Kesal, marah, takut, itulah yang dia rasakan saat ini. Perasaan teriris saat Dominic memperlakukannya selayaknya seorang pemuas nafsu saat dirinya sedang marah. Jean tahu dirinya salah telah berteriak didepan Dominic, tapi itu semua dia lakukan karena kesal Dominic menyuruhnya untuk melupakan perasaannya, yang memang entah sejak kapan sudah ada.
Tapi seberapa kerasnya Dominic menyuruhnya untuk membuang perasaan itu, semakin besar Jean akan terus mempertahankan perasaan nya dan juga berjanji akan membuat Dominic jatuh cinta padanya.
Setidaknya untuk saat ini saja, jiwa membara untuk membuat Dominic takluk. Tapi setidaknya dia akan terus mencoba meskipun hasilnya nol.
Jean sudah mengganti pakaiannya yang sudah terkoyak karena Dominic. Jean mencari keberadaan Dominic, tapi tentu saja sudah tidak ada. Baginya, rumah adalah pemuas nafsu hasrat nya saja, setelah selesai pergi entah kemana. Tidak ada kehangatan sedikitpun dari sang empunya rumah atau apapun itu. Atmosfer panas yang di didapat dari sang pemilik rumah membuat suasana menjadi suram.
"Permisi, Mrs Archer. Mr Archer menyuruh saya untuk memberikan anda ini." Salah satu meid mendatangi Jean dan memberikan sesuatu untuk Jean.
Setelah Jean lihat, itu adalah vitamin. Jean menatap itu dalam diam dan berpikir jika Dominic memiliki sisi hangat didalam nya. Hanya saja dia menutupinya dengan dendam yang tidak ada habisnya.
"Begitu sulitkah mengeluarkan sisi itu? Tidak kesemua orang, tapi tidak bisakah sisi hangat itu hanya untuk ku saja?" Gumam Jean.
"Ya Mrs?" Tanya meid itu yang mendengar gumaman Jean dengan bingung.
"Tidak, terimakasih." Ucap Jean tulus dengan senyum tercetak diwajahnya.
"Saya mohon pamit." Meid itu menunduk hormat kepada Jean. Sebenarnya Jean kesal karena tidak ingin diperlakukan seperti itu, terlebih meid itu umurnya jauh diatas Jean.
****
Dominic mengendari mobilnya dengan kecepatan tinggi pergi kesuatu tempat yang belum diketahui arahnya. Tangannya mencengkam erat kemudi, gas ia injak dalam-dalam, tidak peduli ramai nya jalan dan kelakson sana sini karena gilanya Dominic mengendarai mobil.
Setelah beberapa menit mengendari seperti orang kesetanan, Dominic sampai disuatu rumah bergaya klasik Jepang. Saat ingin masuk, Dominic dicegah oleh penjaga rumah itu.
"Bilang kepada tuanmu, Dominic Archer datang." Dominic memberitahu siapa dirinya dan mengatakan kepada penjaga itu dengan menekankan nama Dominic.
Seorang penjaga berbicara melalui headphone yang dia kenakan. Dominic yakin penjaga itu sedang berbicara dengan orang yang ada didalam.
"Silahkan masuk." Penjaga itu membukakan gerbang depan untuk Dominic.
Setelah masuk kedalam, Dominic disambut oleh Yamazaki. Dengan senyum tawa yang dibuat-buat.
"Ah.. Dominic Archer, maafkan atas kelancangan penjagaku yang dengan sengaja menahanmu di depan." Yamazaki mendekat dan merentangkan tangannya, seolah meminta untuk memeluk Dominic. Tapi karena Dominic dengan sikap cuek acuh tak acuh, tidak menghiraukan Yamazaki, bahkan bibirnya sama sekali tidak terangkat satu centi pun.
"Berhenti mengganggunya." Kata Dominic to the poin.
"Wah.. Santai saja, bagaimana dengan minum teh, atau sesuatu yang sudah kusimpan sejak lama?" Yamazaki berbasa-basi menawarkan minum untuk tamunya.
"Aku tidak suka mengulur waktuku dengan orang sepertimu." Tidak ada keramahan tamahan dari Dominic. Tidak ada rasa takut juga di wajah Dominic karena sudah datang ke kandang lawannya.
"Haha!! Oke, jadi mau mu apa, Dominic Archer?" Kini wajah Yamazaki menjadi serius, tidak seperti saat pertama Dominic datang.
"Jangan mengusiknya, karena ini urusan kita. Dan tidak bisakah kau mengakui kekalahanmu?" Dominic menatap tajam Yamazaki tanpa ada rasa takut.
"Kenapa kau sangat percaya diri jika kaulah yang menang." Wajah Yamazaki memang terlihat biasa saja, tapi terlihat jelas jika tangannya mengepal dengan kuat, tanda dia sedang menahan amarahnya.
Kini bibir Dominic terangkat karena melihat Yamazaki terpancing karena ucapannya.
"Kau seperti baru dari dunia perdagangan, Yamazaki. Kalah dan menang adalah hal biasa, right? Anggaplah kerugianmu itu sebagai batu loncatan agar kau bisa mengalahkanku dilain kesempatan. Dan aku akan mengalah untuk dikesempatan itu, dengan syarat, jauhi dia, jangan pernah berani menyentuhnya sedikitpun, kalau kau tidak mau kalah berulang kali denganku." Dominic menegaskan kepada Yamazaki jika dirinya tidak akan mudah untuk kalah, terkecuali dirinya memang sengaja untuk mengalah.
Dan Dominic akan mengalah untuk Yamazaki demi Jean? Benarkah seperti itu? Lalu untuk apa Dominic sengaja mengalah?
"Haha... Itu bukan dirimu yang sebenarnya, Dominic Archer, sejak kapan kau memasukan perasaan dalam politik menguntungkan?" Yamazaki tertawa kencang dihadapan Dominic yang tidak menanggapi pria paruh baya itu.
"Jadi hanya itu negosiasi terbaikmu?" Yamazaki menyunggingkan smirk nya.
"Kau mau apa dariku? Apa kau berharap aku mengencani putrimu?" Skak, Dominic mengeluarkan kelemahan Yamazaki, yaitu putrinya yang tergila-gila kepada Dominic dan berakhir dengan kehilangan kewarasannya.
"Dominic." Suara dari belakang membuyarkan kedua pria yang sedang panas karena saling menyerang dengan ucapan.
"Yuki." Yamazaki tersentak melihat Yuki, putrinya yang datang dan melihat Dominic.
Ini menjadi hal yang bagus untuk Dominic.
"Hai Yuka, long time no see you." Dominic mendekati Yuka yang mematung karena Dominic berbicara padanya.
Yuka, putri satu-satunya Yamazaki yang tergila-gila kepada Dominic Archer, musuhnya. Semua berawal dari acara pembukaan club malam nya dan Dominic hadir sebagai tamu. Yuka kagum akan sosok Dominic Archer yang sempurna. Tapi karena Yamazaki tidak mau anaknya terjerat pesona Dominic yang luar biasa, terlebih Dominic juga musuhnya, Yamazaki menjauhkan Yuka dari setiap akses nya untuk melihat Dominic. Tapi karena Yuka sangat menginginkan Dominic, tanpa sepengetahuan Yamazaki, Yuka mendatangi Dominic dan memohon untuk meminta agar Dominic mau tidur bersama.
Dominic memang awalnya tidak mau, tapi Dominic pria normal yang seperti kucing diberikan ayam dengan cuma-cuma. Yuka dan Dominic melakukan seks dan di ketahui oleh Yamazaki yang tentu marah besar.
Yuka yang memang sudah jatuh hati terhadap Dominic pun dengan memohon kepada ayahnya untuk bertemu dengan Dominic. Tapi Yamazaki malah mengurung Yuka sampai dia kehilangan akal warasnya karena terlalu menginginkan Dominic.
"Jauhi dia." Yamazaki menatap nyalang Dominic yang dengan berani menyentuh pipi Yuka di depan Yamazaki, ayahnya.
"Kau terlalu keras kepadanya, Yamazaki." Dominic sengaja memancing amarah Yamazaki.
"MENJAUH.." Teriak Yamazaki menggelegar.
Para penjaga langsung mengacungkan senjata kearah Dominic. Tapi Dominic dengan santai menggenggam tangan Yuki dan malah mencium punggung tangannya.
"Kau mau menembakku? Tapi aku rasa sebelum aku mati, anakmu yang akan lebih dulu terbujur kaku." Dominic kini mengacungkan senjata yang ia ambil dari saku jasnya ke pelipis Yuka.
Tangan Yamazaki bergetar karena saat ini anaknya dalam bahaya. Dia pun memberi kode kepada para pengawalnya untuk menurunkan senjatanya.
"Kau daddyable, Yamazaki." Dominic sangat tahu dimana kelemahan Yamazaki.
"Apa maumu." Yamazaki kini merasa tersudut.
"Simple, jauhi dia, atau kau tahu akibatnya." Ucap Dominic. Dia belum menurunkan pistol yang dia beli dipelelangan dari pelipis Yuka.
"Baik." Satu kata dari Yamazaki membuat Dominic menyunggingkan senyum kemenangan.
"Sekarang jauhkan benda itu dari putriku." Yamazaki meminta Dominic untuk menurunkan senjata yang masih menempel dipelipis Yuka.
"Kau tidak sabaran." Dominic pun menurunkan pistolnya.
"Kau harus menepati janjimu." Ucap Dominic sebelum pergi dari rumah bergaya klasik Jepang.
Dominic pun pergi dengan senyum mengembang diwajahnya.
****
Dirumah, Jean terduduk di balkon kamar tempat favoritnya untuk melamun. Selain karna pemandangan dari balkonnya yang indah karena tepat dibawahnya sebuah taman yang ditumbuhi beberapa bunga dan ada kolam ikan dengan air mancur.
Suara mobil terdengar masuk kehalaman mansion itu. Jean mengira jika itu adalah Dominic. Tapi setelah terlihat jelas mobil itu, ternyata bukan mobil yang dipakai Dominic.
Jean pun mengerutkan keningnya melihat siapa yang datang ke mansion itu. Dia pun bergegas turun untuk melihat siapa yang datang ke mansion nya. Setahu Jean, jarang sekali ada tamu datang berkunjung, selain Eliot dengan Delia. Karena mereka berdua sedang ditugaskan di China, rumah serasa sedikit sepi karena tidak ada celotehan dari Eliot yang menyebalkan.
Entahlah, Jean harus merasa bersyukur atau sedih karena tidak mendengar ocehan manusia tanpa tulang itu atau tidak.
Bell rumah berbunyi, tanda tamu itu sudah berada di depan pintu. Dengan langkah ragu dan sedikit takut, tapi rasa penasaran lebih mendominasi daripada rasa takut itu. Jean pun memberanikan diri untuk membuka pintu.
"Siapa?" Pria itu membelakangi Jean, tapi Jean tahu dari postur tubuh pria itu.
"Chan?" Panggil Jean.
"Hai.." Chanyeol pun membalikan badan. Dengan senyum mengembang begitu lebar dan buket bunga besar ditangannya.
"Untukmu." Chanyeol menyodorkan bunga itu kepada Jean.
Jean senang Chanyeol datang, tapi dia lebih takut jika Dominic datang dan mengetahui kedatangan Chanyeol. Mengingat amarah Dominic pun membuat Jean bergidik ngeri.
'Aku harap dia tidak datang.' batin Jean berharap Dominic tidak menampakan diri saat ini juga.
________________________