Dominic hanya memandang Jean dalam diam. Matanya menatap tajam setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Jean. Jean pun hanya diam melihat reaksi Dominic.
Ini sudah yang kedua kalinya Jean mengatakan kepada Dominic, tapi rasa panas diwajahnya tatap ada. Jean tidak berharap banyak Dominic akan membalas ucapannya, karena Jean tahu Dominic tipe yang tidak mau bicara jika tidak dia sukai. Dan Jean sudah terbiasa dengan itu, dan mencoba biasa saja.
"Kau selalu mengejutkan ku." Diluar dugaan, Dominic menjawab di dalam lingkup topic itu. Tapi ucapannya membuat Jean bingung menjawab apa.
"Kenapa kau selalu berbicara semaumu." Dominic menatap Jean dari jarak yang cukup jauh.
"Kau sudah tahu jika hubungan kita tidak bisa melibatkan apapun." Lanjutnya lagi.
"Aku tahu, sangat tahu tentang itu. Tapi, apa kau tahu jika perasaan itu datang dengan sendirinya tanpa dia cegah? Jika kau tidak menginginkan perasaanku, kau hanya perlu diam, dan anggap semua yang kau dengar itu tidak ada." Jean tersulut emosi.
Dominic tidak menjawab untuk beberapa saat. Mungkin dia berpikir jika yang dikatakan Jean ada benarnya. Tidak ada yang pernah tahu perasaan datang kapan dan untuk siapa. Tapi Dominic disini hanya tidak ingin mencampuri urusan apapun dengan yang namanya cinta.
"Apa kau yakin, jika yang kau rasakan itu cinta?" Dominic kembali bertanya.
Kali ini Jean terdiam. Dia memikirkan ucapan Dominic tentang itu. Apakah dia mencintai Dominic? Apakah perasaan yang dia rasakan itu benar cinta?
"Bisa saja perasaan itu hanya rasa kagum belaka. Atau rasa itu bukan rasa cinta, melainkan rasa kepada orang yang sekarang dekat denganmu." Dominic mengatakan dugaannya.
Jean tetap diam, dia sekarang bingung, sangat bingung. Bisa saja yang dikatakan Dominic benar adanya. Perasaan yang dikiranya cinta ternyata hanya rasa kagum terhadap sosok Dominic, bukan karna yang lain.
"Apa kau tahu siapa aku sebenarnya?" Dominic mendekati Jean yang sedang menunduk karena sedang berpikir. Dominic mengangkat dagu Jean agar dapat melihat wajahnya.
"Jika kau tahu, aku sangat yakin jika perasaan yang kau rasakan bukan cinta." Ujarnya seraya menyapu bibir ranum Jean dengan ibu jarinya.
"Siapa kau sebenarnya?" Jean bertanya.
'Kau seorang petarung? Aku sudah tahu itu. Dan aku tetap menyukaimu.' batin Jean.
Dominic menyunggingkan senyumnya dan mengecup bibir Jean. Hanya menempel beberapa detik. Tapi sukses membuat jantung Jean berdetak cepat.
"Kau akan mundur jika kau benar-benar mengenalku. Untuk saat ini, biarkan seperti ini dulu, karena aku masih membutuhkanmu." Setelah mengucapkan itu, Dominic meninggalkan Jean dengan terpaku.
Jean merasa bodoh, dia lupa jika saat ini dirinya hanya alat untuk Dominic mendapatkan sesuatu. Jean yakin jika yang dirasakan saat ini benar perasaan cinta, bukan hanya rasa tertarik.
Jean berlari menghampiri Dominic yang sudah turun kebawah dengan cepat karena kaki panjangnya.
"Jika benar ini cinta, kau mau apa?" Teriak Jean dari lantai atas mansion.
Dominic tidak langsung menjawab. Tapi beberapa detik kemudian, Dominic menjawab dengan pasti.
"Buang perasaan itu, karena aku tidak suka berkomitmen." Ucapan Dominic membuat hati Jean terasa teriris. Dominic mengatakan itu dengan gampang. Apakah sebuah perasaan hanya sebatas debu yang mudah dihilangkan hanya dengan hempasan angin?
"Lalu apa bedanya kau dengan ayahmu jika seperti itu." Jean berteriak lantang. Kemarahan nya benar-benar sudah diambang batas.
Hidup Jean seolah seperti boneka sejak dulu. Pertama harus diam melihat ibu tirinya dengan pria lain, lalu dijadikan wanita lelang, lalu sekarang Jean harus patuh kepada Dominic. Sekarang Jean tidak peduli dengan kemarahan Dominic. Ini adalah perasaannya, siapapun tidak berhak untuk mengatur itu.
Di bawah, Dominic mengepalkan tangannya mendengar ucapan Jean yang membandingkan dirinya dengan Adam, ayahnya yang sangat ia benci. Dengan langkah lebar dan berat, Dominic kembali menghampiri Jean.
"Ucapkan sekali lagi." Perintah Dominic. Wajahnya memerah menahan amarah terhadap Jean yang sudah berani mengatakan hal seperti itu.
Tangan Jean bergetar menahan takut karena aura Dominic yang begitu menakutkan di depannya. Tapi amarah Jean pun sama besarnya sehingga dia kembali mengulangi ucapannya.
"Kau sama saja dengan ayahmu." Jean mengucapkan itu dengan lirih. Sungguh, saat ini Jean seperti membangunkan singa yang sedang tidur.
"Lagi." Tantang Dominic.
"KAU SAMA SAJA DENGAN ADAM, YANG SUKA MEMAINKAN PERASAAN WANITA." Teriak Jean tepat di wajah Dominic.
Dominic diam, menahan amarah yang teramat sangat terhadap Jean. Kalau saja itu bukan Jean, sudah dipastikan orang yang berani membuatnya marah akan berakhir dirumah sakit atau dipemakaman.
"Kau pikir kau siapa berani menyuruh seseorang untuk membuang perasaan yang tidak tahu datangnya dari mana. Aku tidak mau membuangnya, kau mau apa?" Tantang Jean. Dengan wajah tak kalah tajamnya dia menatap Dominic tanpa takut.
"Kau memang harus di beri pelajaran." Dominic menarik Jean dengan kasar dan membawanya kedalam kamar.
Cekalannya ditangan Jean begitu keras. Jean yakin nanti akan berbekas karena genggaman tangan Dominic ditangannya begitu kuat.
"Sakit." Ringis Jean. Tapi Dominic seolah menuli akibat amarahnya yang membuncah.
Dominic membawa Jean ke kamar mandi. Dominic juga menghempaskan Jean dengan kuat, tanpa memperdulikan Jean yang mengaduh kesakitan karena terbentur kran shower.
"Kau harus diberikan hukuman karena sudah membuatku marah." Ucap Dominic sambil menyobek pakaian yang dikenakan Jean dengan kasar sampai baju itu terkoyak tidak berbentuk.
Dominic seperti sedang kesetanan karena sekarang dia membuka semua benang yang menempel di tubuh Jean tanpa tersisa. Tidak hanya itu, Dominic juga membuka celana dan briefnya sampai manampakan 'miliknya' yang sudah tegap tanpa Jean melakukan apapun. Dominic menyalakan shower. Air membasahi tubuh mereka.
Jean menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak menangis. Jujur, Jean saat ini sangat takut dengan Dominic yang sedang marah. Teringat saat Dominic sedang bertarung, meskipun tertutup topeng yang menutupi wajahnya.
Dominic menarik pinggang Jean sedikit kuat hingga tubuh Jean membentur d**a Dominic yang masih berbalut kemejanya.
Tanpa menunggu persetujuan Jean, Dominic menerkam Jean yang masih ia gigitnya dengan menggebu dan terkesan kasar. Jean yang belum siap atau karena takut dengan kuat mendorong tubuh Dominic.
Tapi tetap saja, Dominic lebih kuat daripada Jean. Tanpa menghiraukan isakan Jean dan air mata yang sudah membanjiri pipinya, tidak menghentikan aktifitas Dominic menjelajahi bibir Jean.
"Aku sudah memperingati untuk tidak bertindak jauh." Kata Dominic setelah melepas lumatan nya.
Jean menangis, tapi sebisa mungkin dia meredam suaranya agar tidak terdengar. Tapi tetap saja Dominic bisa melihat betapa besarnya Jean menahan isakan nya.
"Berjongkok." Perintah Dominic tanpa memperdulikan Jean.
Sikap dominant Dominic mulai muncul. Jean merasa de ja vu saat pertama melakukan dengan Dominic.
Dengan ragu, Jean menyentuh 'milik' Dominic. "Do it." Dominic sudah mulai tidak sabar.
Hanya air mata yang jatuh tengah deras membasahi wajah Jean meski tertutup dengan air shower yang menyala.
Dominic melakukan itu sampai sampai dan menyelesaikan semua.
"Telan." Dominic menyuruh Jean untuk menelan semua miliknya. Awalnya Jean tidak ingin, tapi tatapan tajam dari Dominic membuatnya takut.
"Ini hanya peringatan. Jika kau kembali melakukan itu, aku tidak akan segan melakuan lebih dari ini." Setelah mengatakan itu, Dominic meninggalkan Jean sendiri dibawah guyuran air.
Air mata Jean jatuh dengan derasnya setelah sepeninggalan Dominic. Dia sekarang benar-benar takut dengan Dominic yang seperti itu.
Tapi meskipun takut dengan Dominic yang seperti itu, Jean tidak akan berhenti untuk mencintai Dominic. Dan tekatnya untuk membuat Dominic takluk kepadanya semakin besar.
"Aku akan membuatmu bertekut lutut, Dominic Archer." Ucapnya dengan mata tajam menatap pria yang sudah tidak ada dihadapannya.
________________________