Trinity berdiri di ruang besuk. Di atas meja, buah - buahan yang dibawanya tergeletak begitu saja. Aku menutup pintu, suaranya membuat Trinity berbalik dan berlari menghambur ke pelukanku. Trinity menangis terisak - isak. Kubalas pelukannya dengan erat. Betapa aku merindukan perempuan ini. Setelah tangisnya reda, Trinity melepaskan pelukannya. Memandangi wajahku, mengelus rahangku. Trinity berjinjit mengecup bibirku. "Aku kangen, Gi. Kangen banget." Isaknya lagi. "Aku minta maaf untuk semua kata - kata yang terlontar waktu itu. Aku minta maaf." Aku membawanya ke kursi untuk duduk. Alih - alih duduk, Trinity malah duduk di pangkuanku. Ia menenggelamkan wajahnya di leherku. "Aku tahu rasanya jadi Anis sekarang. Aku tahu. Maafin aku, Gi." Seketika, tubuhku menegang. "Aku sudah dapat ba