Trinity tidur memunggungiku. Sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit, ia membisu. Sementara kata - katanya tadi, masih terekam jelas di kepalaku. Kuusap rambutnya yang mulai memanjang. Terdengar napas tersendat istriku, lalu isakan pelannya. "Trinity? Sayang? Ssshhh." Airmata sudah membanjiri wajahnya. "Hei, Trinity. Sudah...sudah, Sayang." Kuraih kepalanya ke d**a, Trinity menangis tersedu - sedu. Tangisan yang kutahu penuh luka. Luka yang kutorehkan sendiri di kepercayaannya. "Maafkan aku, Trinity. Maaf karena melukai kepercayaanmu." Trinity menggelengkan kepalanya, degukan tangisnya mereda. Sambil menghapus airmata dia menatapku. "Aku--aku yang jahat sama kamu--uuuu..." dia kembali menangis. "Sshhh, enggak. Kamu gak jahat, aku yang salah." Mengatur napas, dia kembali berbi