PART 14

1012 Kata
Sudah lewat beberapa hari setelah kejadian Alex mencari Stella. Dan sudah beberapa hari juga sejak kejadian itu, Alex mendiamkannya. Stella sadar dia salah, namun bagaimana ia bisa menjelaskan kejadian sesungguhnya jika Alex selalu saja menghindarinya. Sewaktu Stella menceritakan kepada Karen, sahabatnya itu menyarankan untuk segera mengatakan semuanya pada Alex. Mungkin, suatu saat nanti Alex akan mengerti dan memaafkannya. Lagi pula keluarga Edward sudah mengetahui masalah ibunya, bukan? Lalu kenapa dia harus membuat segalanya menjadi rumit? Persoalannya adalah, bagaimana ia akan minta maaf, jika Alex terus menghindarinya. Stella berjalan mondar mandir di kamarnya. Dia merasa gugup ingin menyapa Alex terlebih dulu setelah beberapa hari mereka saling mendiamkan. Stella teringat akan saran Karen, jika Alex menghindar, maka tunggu pria itu pulang, barulah Stella mengajaknya bicara. Sejak tiga puluh menit yang lalu, Alex sudah pulang dan langsung masuk kamar. Stella menghela napasnya dalam-dalam, lalu keluar kamar dan menuju kamar Alex. Begitu tiba di depan pintu kamar pria itu, rasa gugup kembali menyerangnya. Dengan memberanikan diri ia mengetuk pintu kamar Alex, tapi tidak ada sahutan. Sekali lagi, Stella kembali.mengetuk pintu kamar itu, masih tidak ada sahutan, akhirnya ia nekad untuk membuka pintu kamar suaminya itu, yang ternyata tidak dikunci. Stella mengira mungkin Alex sudah tidur. Kamar itu tampak remang-remang, satu-satunya pencahayaan berasal dari lampu tidur yang berada di nakas. Tapi, hal itu tidak mematahkan keinginan Stella untuk bicara pada Alex. Ia berjalan mendekat ke arah ranjang, "Sebelumnya aku minta maaf padamu, Saat itu aku telah membuatmu harus mencari ku hampir ke seluruh kota. Aku benar-benar merindukan ibuku sampai lupa waktu, hingga akhirnya tertidur di sana. Aku benar-benar bukan tipe orang yang tahan untuk.mendiamkan orang lain. Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan maafmu. Sekali lagi maafkan aku!" ucap Stella dengan nada penuh penyesalan. Tidak ada sahutan dari Alex. "Dasar bodoh, dia kan sudah tidur!" rutuk Stella pada dirinya sendiri. Ketika ia akan membalikkan badan berjalan menjauh dari ranjang Alex, tiba-tiba tangannya ditarik begitu keras, hingga membuatnya terjatuh di atas kasur. "Aaaaa!!!" teriak Stella ketakutan, tidak berani menggerakkan badannya. Stella memejamkan matanya rapat-rapat, ia takut jika nanti membuka matanya yang terlihat adalah wajah hantu mengerikan. Namun setelah beberapa saat Stella mendengar suara tawa seseorang. Dengan memberanikan diri Stella membuka matanya, yang ia lihat adalah d**a bidang yang terbalut kaos oblong hitam yang tidak dapat menutupi kegagahan pria di hadapannya. Stella mendongak mencari asal suara tawa yang begitu keras. Ternyata itu suara tawa Alex. Sial, jantung Stella kembali berpacu dengan cepat. Ini pertama kalinya ia mendengar Alex tertawa dan ini tidak baik untuk jantung Stella. "Dasar menyebalkan!" kata Stella kesal sembari memukul lengan Alex, untuk menutupi degupan jantungnya. "Alex!" seru Stella dengan nada kesal, karena pria itu masih saja tertawa. Alex langsung menghentikan tawanya saat mendengar Stella memanggilnya tanpa embel-embel 'Tuan' atau 'Pak'. Ini pertama kalinya Stella memanggil namanya langsung. "Tadi kau mengatakan akan melakukan apa pun untuk mendapatkan maafku, bukan?" tanya Alex menagih janji. Stella mengangguk dengan cepat. "Maka tidurlah denganku malam ini." Stella terdiam.mendengar permintaan Alex. "Hanya tidur. Aku tidak akan melakukan apa pun. Lagi pula aku merasa kurang sehat." Mendengar perkataan Alex, Stella segera.memeriksa suhu tubuh Alex. Ia terkejut mendapati Alex benar-benar sedang demam. "Aku akan mengambilkan obat untukmu." Namun, sebelum Stella sempat melakukannya, dekapan dan perkataan Alex menghentikannya. "Jangan membantah, Stella Caelan Edward!" Stella terdiam dan tidak membantah lagi. Kini pria itu telah memeluk sepenuhnya. Dengan degupan jantung yang menggila, Stella berusaha memejamkan mata agar bisa terlelap. Membiarkan semua berjalan sebagaimana mestinya. ***** Pagi itu, Stella terbangun disambut dengan pemandangan yang bahkan tidak pernah ia bayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Ketika ia baru membuka matanya, pertama kali yang ia lihat adalah wajah tampan, Alexander Edward, suaminya. Dalam keadaan terlelap, Alex terlihat sangat polos dan tampak sangat damai. Di balik kelopak yang terpejam itu, ada mata berwarna coklat gelap yang akan mampu mengintimidasi lawannya hanya dengan tatapan. Bulu mata yang lentik menambah kesan ketampanannya, garis rahang yang kokoh dan hidung yang mancung. "Sudah puas mengagumiku?" Stella tersentak dan terbelalak mendengar suara itu. Ia pikir Alex masih terlelap. Lagi-lagi, ia tertangkap basah sedang mengagumi keindahan ciptaan Tuhan. "Ah ... bagaimana keadaanmu? Apakah sudah membaik? Terdengar dari suaranya, sepertinya kau sudah lebih baik. Kalau memang benar begitu, tolong lepaskan aku. Aku akan berangkat bekerja. Tapi jika kau masih merasa kurang ---" "Berhenti. Kau semakin membuatku pusing!" potong Alex dengan cepat saat Stella tidak berhenti berbicara. Mendengar itu, Stella kembali memeriksa kondisi Alex dan menyadari jika ternyata demamnya tidak turun. Stella melepaskan diri dari dekapan Alex dan berlari keluar kamar. Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan air di dalam wadah dan sebuah handuk kecil. Stella segera merendam handuk tersebut, dan meletakkannya di dahi Alex. Tanpa sepatah kata pun, Stella kembali keluar kamar. Alex tidak tahu apa yang dilakukan istrinya itu. Setelah beberapa.lama, Stella muncul dengan nampan berisikan semangkuk bubur dan obat penurun demam. "Aku buatkan bubur untukmu, makanlah. Setelah itu kamu harus meminum obat penurun demam ini." ujar Stella. Seketika mata Alex terbuka. "Aku benci sakit!" keluh Alex. Ia benci terlihat lemah seperti ini di hadapan orang lain. "Maka kau harus minum obat biar cepat sembuh. Ayo, makanlah." Stella menyodorkan mangkuk bubur yang ia buat sendiri untuk suaminya. Alex menerima mangkuk itu dan segera memakannya. Stella tersenyum, ada perasaan senang menyelinap di hatinya melihat Alex menghabiskan bubur buatannya. Tapi, Stella kembali menyadarkan dirinya, Alex memakan habis bubur itu karena kondisinya yang lagi sakit dan lemah. Stella memberikan obat dan segelas air pada Alex. Semua perlakuan Stella itu tidak satu pun luput dari perhatian Alex. "Aku tidak menyangka orang seperti dirimu bisa sakit. Mengingat bagaimana sikap dingin dan aroganmu saat di kantor," kata Stella. Tidak menyadari perubahan ekspresi Alex. "Jika ucapanmu itu adalah bentuk protesmu karena telah merawatku, berhentilah merawatku!! Lagi pula aku tidak memintamu untuk merawatku, aku hanya memintamu untuk tidur bersamaku semalam." "Aku tidak bermaksud seperti itu," sanggah Stella. Alex telah salah menafsirkan gurauannya. "Sudah. Keluarlah." Tanpa berkata lagi, Stella segera keluar dari kamar pria itu. Ia benar-benar tidak bermaksud menyinggung perasaan Alex. Ia hanya ingin mencairkan suasana dingin mencekam yang ada di antara mereka. Namun, ia tidak menyangka perkataannya salah yang malah menyinggung perasaan Alex. @@@@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN