7

1103 Kata
Ruangan Gerald sudah tertutup rapat. Festi dan Kirana duduk di kursi tepat di depan Gerald yang duduk di belakang meja kerjanya dengan kursi kebesarannya sebagai pemilik perusahaan. Festi menatap Gerald dengan arsa penasaran yang tinggi. Beberapa hari ini tidak masuk ke Kantor dan sekalinya masuk malah membawa wanita Kampung. Kirana memilih diam dan menunduk. Kirana merasa kurang panas berada di Kantor ini. Apalagi ia adalah orang baru yang sama sekali tidak tahu apa -apa soal perusahaan ini. "Ada apa Bapak memanggil saya?" tanya Festi samil membawa jadwal rapat yang akan dilaksanakan pagi ini. "Mulai hari ini, dia akan menjadi teman kamu. Dia saya angkat sebagai asisten pribadi saya. Jadi, kalau kamu punya urusan langsung dengan saya, harus melalui dia," ucap Gerald dengan tegas. "Ma- maksud Pak Gerald? Dia posisinya ada di atas saya?" tanya Festi memastikan. "Betul sekali. Namanya Kirana. Kirana, ini Festi, sekertars saya. Kamu bisa tanya apapun dengan dia, jiak ada hal yang tidak kamu ketahui atau janggal," jelas Gerald pada Kirana. "Baik Pak," jawab Kirana dengan suara tegas dan sopan. Kirana melirik ke arah Festi dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan dan siapa tahu mereka bia menjadi teman yang baik. "Kirana," ucap Kirana dengan suara yang begitu lembut. "Hm ... Festi." festi menjawab singkat. Kirana hanya mengangguk dan kembali meluruskan duduknya sambil menatap Gerald yang menatap keduanya secara bergantian. "Pak, Ini jadwal rapat pagi ini dan ini materinya. Mereka adalah klien lama yang cukup bagus memberikan kontribusi laba untuk perusahaan kita. Mereka meminta kita untuk menghitung ulang laba dan persentase laba unuk mereka," jelas Festi pada Gerald. "Oke. Semua bahan sudah siap?" tanya Gerald pada Festi. "Sudah Pak. Berkas dan flasdisk untuk pembicara sudah saya siapkan. Satu lagi, Tadi Bu Emilia menelepon bahwa jam makan siang, beliau akan datang," ucap Festi dengan suara tegas dan penuh penekanan sambil emnatap ke arah Kirana yang masih diam tak peduli dengan pembicaraan tak penting itu. "Oke. Nanti biar saya telepon dia. Setelah rapat saya mau pergi dengan Kirana, saya harus mulai mengajarkan dia keliling perusahaan ini agar dia lebih tahu," ucap Gerald dengan tegas. "Baik, Pak," jawab Festi sopan lalu pergi dari ruangan itu meninggalkan Kirana dan Gerald berdua saja di ruangan itu. Kirana kembali menunduk dan merasakan aura negatif dari Fesi, sang sekertaris Gerald. Gerald menatap jam yang ada dipergelangan tangannya lalu menatap jadwal rapat yang masih dua jam lagi akan dimulai. "Ayo ... " Ajak Gerald pada Kirana. Gerasld sudah berdii dan bersiap untuk keluar dari ruangannya. "Mau kemana Pak? Apakah ada kerjaan untuk saya?" tanya Kirana dengan raut wajah serius. "Iya. Saya akan ajak kamu berkeliling di area perusahaan ini. Biar kamu tahu. Waaktu saya tidak banyak, setelah ini saya harus bertemu denagn klien saya," ucap Gerald dengan suara tegas. "Baik Pak," jawab Kirana pasrah dan mengangguk lalu berdiri mengikuti Gerald. Gerald keluar dari ruangan kerjanya diikuti dengan Kirana yang berjalan membututi sang direktur yang tampan dan dingin itu. Beberapa orang melihat sikap Gerald yang begitu perhatian dengan karyawan baru itu menjadi iri termasuk Festi. Gerald menunjukkan beberapa ruangan penting di seluruh Kantor ini. Mulai dari ruang rapat, ruang aula untuk berkumpul dan pantry. Lalu diperkenalkan dengan semua OB yang ada agar mereka membantu Kirana selama bekerja di sini. *** Dua jam tak terasa sudah terlewati dengan baik. Kedua kaki Kirana terasa sangat pegal sekali berkeliling dari atas ke bawah dan berjalan dari ujung depan bangunan kantor menuju bangunan belakang bagian produksi dan kembali lagi ke kantor. Rasanya luar biasa sekali melelahkan. Rapat pagi ini sudah akan dimulai. Festi sudah menyiapkan tempat dan duduk tepat di samping Gerald seperti biasa. Gerald malah mmeberikan tempatnya untuk Kirana dan meminta Festi untuk membantu Kirana memahami apa yang mereka bahas pagi ini. Gerald sendiri duduk di depan sebagai pembicara rapat. Semua klien dan pejabat penting perusahaan juga sudah hadir dan menempati posisi duduk masing -masing. Semua mata memandang ke arah Kirana yang cantik dan terlihat berbeda dari wanita karir lainnya. "Kirana kan?" sapa seorang lelaki tampan yang jelas terlihat sangat berbobot sekali. Kirana menoleh ke arah lelaki tersebut dan ikut tersenyum ramah membalas sapaan lembutnya. "Kak Steven?" jawab Kirana agak ragu sambil mengingat lelaki yang kini ada di depannya. Lelaki itu sangat berbeda sekali. "Iya. Apa kabar kamu, Kiran? Kamu kerja di sini?" tanaya Steven begitu antusias sekali. "Hu um ... Baru hari ini masuk, Kak. Kakak sendiri?" tanya Kirana dengan senyum manis terus terbit diujung bibirnya. "Aku ... Ikut Papa. Itu Papaku. Dia pemilik tambang emas di Pulau Kalimantan. Rencananya mau ajak kerja sama perusahaan ini lagi untuk mendapatkan hasil yang lebih besar lagi. Senang bisa lihat kamu lagi, Kiran," ucap Steven pada Kirana. "Iya Kak. Rapat sudah mau dimulai. Nanti kita lanjut lagi," pinta Kirana pada Steven. Tatapan Gerald pada Kirana terlihat seperti sedang menyelidik dan tajam sekali. Festi sempat menangkap sinyal negatif dari Gerald kepada Kirana. Steven duduk tepat di seberang Kirana. Sudah lama sekali, lelaki itu jatuh cinta pada Kirana. Kirana yang terkenal sebagai bunga kampus dulu dan sulit di dekati oleh lelaki. Banyak alasan yang membuat Kirana tidak mau menjalin hubungan dengan pria di Kampus. Salah satunya karena ia merasa dirinya tak sepadan dengan teman -temannya. Mulai hari ini, Kirana berjanji akan merbah hidupnya agar tidak dipandang sebelah mata lagi seperti dulu. *** Emilia baru sja menyelesaikann sesi fotonya untuk pembuataan sebuah iklan. Ia sudah duduk di sebuah tenda darurat untuk mengganti pakaian. "Emilia ..." panggil seseorang dari belakang. Emilia menoleh ke belakang dan kembali menatap ke arah cermin untuk menghapus make up tebalnya. "Ngapain kamu kesini?" tanya Emilia ketus. "Emilia ... Maafin aku, soal kejadian malam itu," jelas Jack dengan raut wajah penuh penyesalan. "Sudah kumaafkan. Keluargaku juga sudah memaafkan kamu. Mereka menganggap maslaah ini tidak pernah ada," ucap Emilia dengan suara tegas. "Aku ingin memperbaiki semuanya," ucap Jack dengan nada memohon. "Aku sudah menikah, Jack. Aku sudah bahagia dengan seorang lelaki yang bisa menerimaku apa adanya," jelas Emilia panjang lebar. "Kamu yakin bahagia dengan Gerald?" tanya Jack to the point. "Sangat yakin. Nyatanya aku sudah menikah bertahun -tahun dengannya dan tidak ada masalah apapun. Dia baik, menghormati aku, menghargai aku, mencintai aku, dan setia!" ucap Emilia begitu lantang. "Jangan takabur, Emilia. Setiap lelaki itu memiliki kelemahan," ucap Jack setengah nyinyir. "Kelemahan? Kelemahan apa?" tanya Emilia pelan. "Soal hati, perasaan dan cinta. Kamu yakin dengan pernikahan kamu? Mana ada lelaki betah dengan istri yang super sibuk dengan kamu?" ucap Jack mengejek. "Kalau kamu dataang hanay untuk merusaak suasaan dan kehidupanku kembali. Lebih baik kamu pergi untuk selamanya!" ucap Emilia dengan tegas mengusir Jack dari tempat kerjanya. Jack hanya tersenyum sinis lalu berbalik dan keluar dari tenda itu. Emilia tak pernah berubah. Sikapnya selalu mau menang sendiri sejak dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN