2

1739 Kata
Pada akhirnya Aura sampai juga di Putra Company, ia sebenarnya sedikit gugup tapi ia tetap bersemangat karena saat ini dirinya sudah menjadi pegawai disini. Ia sudah menjadi anak kantoran yang sangat ia impi-impikan sedari dulu. Ia pun langsung menuju ke resepsionis untuk bertanya dimana ruang personalia. "Ada urusan apa ya mbak? Apakah sudah membuat janji?" Tanya resepsionis. "Belum buat janji sih, tapi..." Ujar Aura yang belum selesai berbicara tapi sudah di potong lebih dahulu oleh resepsionis yang tak punya rasa perduli itu. Resepsionis ini seperti tidak friendly padahal kan seharusnya resepsionis itu tidak seperti ini. Aura kini kembali berbicara kepada resepsionis itu karena ini urgent. "Mbak, apa ga bisa saya tahu dimana kantor personalia?" Tanya Aura lagi. "Maaf ya mbak, tapi kalau belum ada janji tidak bisa. Saya kan tidak tahu kenapa mbaknya mau ke ruang personalia." Ujar resepsionis menyebalkan itu. Aura masih disana dan masih mencoba untuk berpikir karena ia tadi diminta secepatnya untuk datang. Ia pun ingat pada Tania, baru saja ia ingin menghubungi Tania, tiba-tiba saja terdengar suara seperti seseorang sedang memohon. Aura dan beberapa orang yang lain pun langsung fokus ke sana. Terlihat satu perempuan yang sedang memohon kepada lelaki berjas itu. "Saya mohon pak, saya yakin sebentar lagi pasti datang." Ujar Ayu. Ya, perempuan itu memang adalah Ayu. Tadi Alfarez sudah menunggu terlalu lama hingga pergi ke ruang personalia dan ternyata belum ada sekertarisnya disana. Tentu ia marah karena sudah menunggu lama juga, hingga ia mengatakan bahwa ia akan memecat semua karyawan di bidang personalia karena hal ini. Tentu mereka semua terkejut, salah mereka juga karena membuat masalah dengan Alfarez yang sedang Bad Mood. Padahal mereka juga tidak mau sebenarnya. Itu lah mengapa Ayu masih mengikuti Alfarez karena ia harus berusaha juga. "Saya sudah bilang kan, seharusnya dia sudah ada disini sejak tadi." Ujar Alfarez yang sangat tegas dan membuat orang yang melihatnya bergidik takut. "Seharusnya sudah ada pak, mungkin sedang terjebak macet." Ujar Ayu sembari melihat pintu luar, tapi saat matanya menatap kearah depan resepsionis tiba-tiba matanya membulat tapi ia juga sembari membatin bersyukur karena ini. "Pak, sekertaris bapak sudah datang." Ujar Ayu dan Alfarez menegakkan badan menatap ke arah Ayu. Ia menatap lagi, dan tak ada kebohongan disana. "Saya permisi sebentar pak, ingin menjemput." Ujar Ayu kepada Alfarez. Ayu pun sekarang berjalan menuju ke arah resepsionis dan resepsionis itu menjadi tersenyum. Cih, rasanya Aura ingin memaki resepsionis itu. Tadi saja dengan dirinya cemberut sekali. Ini dengan orang yang sudah bekerja disini sangat sopan. "Kamu Aura kan?" Tanya Ayu dan Aura sedikit terkejut lalu mengangguk. "Aduh syukur deh, kamu dari kapan datangnya? Kenapa ga masuk-masuk?" Tanya Ayu kepada Aura dan resepsionis itu sekarang ini sedikit ketakutan karena ternyata Aura tidak berbohong, ternyata memang ia dibutuhkan di personalia. "Saya sudah dari dua puluh menit yang lalu ibu, tapi mbak resepsionis tidak mengijinkan saya untuk masuk ke dalam." Ujar Aura menguat Ayu menatap tajam ke arah resepsionis itu yang sekarang jadi ketakutan melihat wajah dari Ayu. "Dian, kamu tahu tidak? Gara-gara kamu yang menahan Aura disini, bagian personalia terancam di pecat masal. Besok lagi jangan menguat keputusan secara sepihak atau kamu yang akan di pecat dari sini." Ujar Ayu kepada Dian itu. "Iya Ibu Ayu, mohon maaf sebelumnya saya tidak tahu..." Ujar Dian, resepsionis itu yang kini giliran di potong perkataannya oleh Ayu. "Sudah, saya tidak mau mendengar alasan kamu. Aura, mari ikut saya. Pak Alfarez sudah menunggu kamu." Ujar Ayu dan Aura pun kini mengangguk. Aura belum tahu siapa yang akan jadi bosnya dan ia bahkan baru tahu beberapa saat yang lalu, sepertinya bosnya bernama Alfarez. Sepertinya juga bosnya itu sangat menyeramkan, terlihat dari bagaimana tadi Ayu panik dan sapa lagi ketika Ayu menceritakan bahwa bagian personalia hampir di pecat masal karena ia belum datang. Ia memikirkan bos seperti apa lelaki yang bernama Alfarez itu? "Hah Lo habis Lo sama Bu Ayu, makanya jangan kebanyakan iri Lo. Lihat cewek lebih cantik dari Lo digituin. Mampus Lo bakalan di keroyok sama anak personalia." Ujar Hakim yang merupakan resepsionis yang satunya lagi. Tadi Hakim tidak ikut menjawab Aura karena ia sedang mengurus sesuatu lainnya. "Ck diam deh Lo Kim." Jawab Aura dengan sangat kesal sekarang ini. Ayu masih berjalan dan ternyata Ayu berhenti di tempat dimana tadi Ayu memohon pada lelaki yang sampai sekarang masih ada disana bersama satu lelaki yang lain. Aura masih diam saja, mungkin Ayu sedang ingin menyelesaikan masalahnya tadi. Jadi ia ikut menunggunya. Sementara Alfarez menatap Aura. "Pak, ini sekertaris bapak. Maaf tadi sedikit terlambat karena padahal Aura sudah sampai sedari dua puluh menit yang lalu tapi terhadang di resepsionis. Sekali lagi saya minta maaf pak, saya pastikan tidak akan ada hal seperti ini lagi nantinya." Ujar Ayu dan Alfarez kini mengangguk. Sedangkan Aura yang baru sadar kini langsung menatap ke arah Ayu. Ternyata lelaki yang menyeramkan ini adalah bosnya? Ia akan menjadi sekertaris dari lelaki ini? Astaga, apa ia bisa? "Siapa nama kamu?" Tanya Alfarez kepada Aura dengan sangat datar. "Perkenalkan pak, saya Aura Prameswari." Ujar Aura dan Alfarez mengangguk, kini Alfarez meminta Aura untuk mengikuti dirinya juga. "Dimas, tolong kamu jelaskan kepada sekertaris baru saya tentang apa tugas pokoknya. Setelah sudah bawa dia ke dalam, karena saya akan menjelaskan tugas-tugas yang lain yang tidak ada di dalam surat kontrak itu." Ujar Alfarez. "Baik pak, akan segera saya laksanakan." Jawab Dimas dan sekarang ini Alfarez sudah masuk ke dalam. Kepergian Alfarez membuat Aura bisa bernafas lega karena dirinya tadi benar-benar takut kepada Alfarez dan nada bicaranya itu. "Takut ya pasti? Pak Alfarez emang lagi badmood hari ini. Lo tahu kan kalo dia tadi habis cerai, ga tahu deh kenapa dia bisa langsung mau kerja." Ujar Dimas dengan nada Lo - gua yang membuat Aura sedikit terkejut karena hal itu juga. "Eh, iya sama gua santai aja ya. Bisa pakek Lo - gua, btw nama gua Dimas dan gua asistennya Pak Alfarez. Mending kita duduk deh daripada berdiri kayak gini, nanti gua lihatin kontraknya." Ujar Dimas dan Aura mengangguk sekali lagi. "Ini ruangan Lo Dimas? Eh maaf.." ujar Aura yang keceplosan dengan Lo. "It's okay, panggil gitu aja. Santai aja pokoknya kalo sama gua ya." Jawab Dimas dan mereka berdua kini sudah duduk di sofa yang ada di ruangan Dimas. Aura tak menyangka bahwa ruangan Dimas benar-benar sangat besar. Jika ruangan Dimas sudah sebesar ini, lalu bagaimana dengan ruangan dari Alfarez? Terlihat sekarang ini Dimas sedang berjalan menuju ke mejanya dan ia kembali dengan satu berkas yang sepertinya itu adalah surat kontrak kerjanya. "Nah ini dia kontrak kerjanya, Lo bisa baca dulu." Ujar Dimas dan Aura mengangguk. Aura membaca semuanya dan ia tak ada masalah karena itu semua memang pekerjaan dari sekertaris. Ia pun membaca lagi dan menemukan jumlah gaji yang akan ia peroleh sebagai sekertaris dari Alfarez dan jumlah gaji itu membuat Aura melotot karena ia tak percaya, masa iya jumlah gajinya dua puluh juta? Itu tidak mungkin kan? Karena ia penasaran, ia akhirnya bertanya ke Dimas. "Ada yang mau Lo tanyain ya?" Tanya Dimas dan Aura mengangguk juga. "Ini jumlah gajinya beneran segini?" Tanya Aura dan Dimas mengangguk. "Kenapa? Kurang? Kalo gitu Lo mau berapa? Bisa kita bicarakan kok." Ujar Dimas dan Aura menggelengkan kepalanya sembari menatap tak percaya ke Dimas. Apa tadi Dimas bilang? Kurang? Kurang apanya? Ini sama sekali tidak kurang. Bahkan ini sangat amat lebih, berlebihan malah bagi dirinya juga. "Engga, maksud gua ini gajinya emang segini? Banyak banget." Ujar Aura. "Engga banyak lah, Lo kan jadi sekertarisnya Bos. Lagi pula gaji besar juga Lo harus siap dengan capeknya karena Lo harus sama kayak gua, ikut kesana kemari pas bos mau ada rapat atau apa pun itu. Sebanding lah dengan kerjanya, jadi Lo mau naikin atau ga nih?" Tanya Dimas dan Aura sedang berpikir. Dua puluh juta adalah nominal yang sudah sangat besar. Ia bisa menabung untuk menikah dan bisa juga mengirim ibu dan bapak di kampung. Jika ia mengirimkan sepuluh juta setiap bulan, pasti ibu dan bapak bisa membuat rumah disana. Ia senang. Aura memikirkan lagi, jika sepuluh juta ia kirimkan ke ibu bapak, lalu lima juta ia tabung dan lima juta untuk ia hidup sebulan bisa cukup lah. Namun ia berpikir bagaimana jika make up-nya habis? Toh dia sebagai sekertaris harus tetap on point juga kan? Nah jadi ia sepakat dengan dirinya sendiri akan mengajukan banding, ia meminta tambahan gaji. Ia pun menatap ke arah Dimas di depannya. "Okay, gua boleh banding kan? Mau minta tambah gaji." Ujar Aura dan Dimas tentu saja mengangguk karena perusahaan punya budget utama hal itu. "Boleh, mau tambah berapa? Bisa kita diskusikan." Ujar Dimas tersebut. "Mau nambah satu juta hehehe, buat beli make up biar tetep on point kalo pergi-pergi diajak sama Bos. Boleh kan?" Tanya Aura membuat Dimas mengernyitkan dahi dan itu membuat Aura salah paham dengan Dimas. "Duh kebanyakan ya? Ya udah lima ratus ribu aja deh." Ujar Aura lagi. "Bukan, bukannya gitu tapi Lo yakin cuma segitu? Dikit banget Lo bandingnya. Gua jadiin dua puluh lima aja ya." Ujar Dimas dan Aura giliran kaget. "Ehhh ga kebanyakan apa itu? Emangnya diterima?" Tanya Aura lagi. "Ya diterima lah, udah ga papa kebanyakan daripada kurang. Kalo kebanyakan kan bisa sambil nabung buat rumah kek atau nyicil mobil." Ujar Dimas. "Oke deh kalo gitu, terus gua harus tanda tangan dimana?" Tanya Aura. "Bentar, tapi setelah ini Lo juga bakalan taken kontrak sama Pak Alfarez, kontraknya beda sama ini. Jadi Lo taken dua kontrak, tapi tenang gajinya beda. Intinya Pak Alfarez punya keinginan sendiri di kontraknya dia. Lo okay?" Tanya Dimas dan Aura kini memikirkan keinginan apa itu, jangan-jangan keinginan m***m atau hal-hal negatif yang lainnya? Jika iya, dirinya tidak mau hal itu. "Tapi, kontraknya bukan kayak mengarah ke hal-hal negatif kan Dimas?" Tanya Aura membuat Dimas tertawa karena hal itu. Dimas pun menggelengkan kepalanya karena memang tidak mengarah kepada hal itu. Jadi akan aman. "Aman kok, santai aja. Jadi kalo Lo setuju Lo bisa langsung tanda tangan disini. Dan setelah itu nanti personalia bakalan urus akses card dan yang lainnya sembari Lo nanti bicara sama Pak Alfarez. Sebenarnya Pak Alfarez ga nakutin, dia cuma tegas aja. Tapi hari ini emang lagi bad mood aja karena habis cerai." Ujar Dimas dan Aura langsung tanda tangan di tempat yang di tunjuk oleh Dimas tadi. "Kalo boleh tahu, sekertaris yang sebelumnya kenapa resign ya?" Tanya Aura. "Oh itu, karena dia mau melahirkan gitu deh intinya." Ujar Dimas dan Aura mengangguk, berarti bukan karena kles dengan bosnya. Ia pun tersenyum setelah sudah mendadatangi kontrak dua puluh lima jutanya ini, ia masih tak menyangka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN