06
-1 tahun 6 bulan kemudian-
Dua orang pria keluar dari pintu terminal kedatangan bandara Sydney. Mereka berhenti sesaat untuk memindai sekitar. Kemudian keduanya menghampiri seorang laki-laki berseragam safari hitam yang spontan berdiri tegak dan memberi hormat.
Mukti, ketua pengawal area Australia dan New Zealand menyalami bos PG dan rekannya sesama ajudan PBK. Mereka bercakap-cakap sebentar, lalu melangkah menjauhi area tersebut.
Dari arah yang berlawanan, seorang perempuan jalan sambil menggendong anak laki-laki berparas separuh luar negeri. Seorang pria asli Australia keluar dari pintu kedatangan untuk menyambangi mereka dan memeluk keduanya dengan erat.
Jourell spontan menghentikan langkah. Dia memutar badan untuk mengamati pasangan tersebut dan anak kecil yang berada beberapa meter darinya. Pria berkemeja putih pas badan, tercenung karena mengenali perempuan berambut ikal, yang sedang berbincang dengan pria bercambang.
Jourell mengerjap-ngerjapkan mata. Dia meminta Dedi dan Mukti untuk berhenti. Sementara dirinya menghampiri perempuan berjaket jin biru yang tengah membelakanginya.
"Vlorin," panggil Jourell.
Perempuan yang disebut seketika terdiam. Dia merasa mengenali suara itu, lalu dia berbalik dan sontak terkejut menyaksikan orang yang selama ini dibencinya, ternyata telah berada di hadapannya.
"Halo, Vlo. Apa kabar?" tanya Jourell sambil mengulurkan tangan kanan.
Vlorin yang masih terpaku, sama sekali tidak menghiraukan tangan Jourell yang masih menggantung di udara. Perempuan bermata besar menjengit ketika lengan kanannya disentuh pria bercambang dan Vlorin sontak menoleh.
"Siapa dia?" tanya Nicholas.
"Ehm, orang yang dulu pernah menjalin bisnis dengan Russel," terang Vlorin.
Nicholas mengulurkan tangan kanan dan menjabat Jourell dengan tegas. "Hello, aku, Nicholas, tunangan Vlo," ungkapnya yang mengagetkan Jourell.
Pria berkulit putih mengamati Nicholas, lalu dia mengangguk sopan. "Aku, Jourell. Teman Russel dan Vlorin."
"Senang bertemu denganmu."
Jourell mengulaskan senyuman. Dia mengarahkan pandangan pada perempuan yang masih memandanginya saksama. Jourell hendak kembali menyapa, tetapi bocah laki-laki dalam gendongan Vlorin mengalihkan tatapannya.
"Ini, anakmu?" tanya Jourell sembari memegangi lengan sang bocah yang menatapnya penuh minat.
"Ya," sahut Vlorin. "Ehm, kami harus segera pergi. Permisi," tukasnya.
"Tunggu, Vlo. Bisa kita bicara sebentar? Berdua saja."
"Aku tidak punya waktu. Maaf."
Vlorin bergegas menjauh dengan diiringi tatapan penuh tanya kedua pria. Nicholas memerhatikan Jourell sambil mengira-ngira penyebab Vlorin terlihat gusar saat berjumpa pria tersebut.
Nicholas terkejut kala Jourell mengejar Vlorin. Pria bercambang bergegas menyejajarkan langkahnya dengan Jourell, lalu menahan lelaki tersebut.
"Untuk apa kamu mengejarnya?" tanya Nicholas.
"Ada hal penting yang harus kami bicarakan," jelas Jourell.
"Tentang apa?"
"Aku tidak bisa memberitahumu."
"Aku tunangannya, jadi aku berhak tahu."
"Ini bukan urusanmu."
"Kalau begitu, aku tidak akan membiarkanmu menemuinya."
Nicholas memutar tangan Jourell dengan gerakan cepat, hingga bisa mengubah posisi badan Jourell menghadap ke samping kanan.
Mukti dan Dedi bergerak maju untuk membantu sang bos, tetapi Jourell menggeleng sebagai isyarat mencegah mereka mendekat.
"Siapa kamu sebenarnya, dan apa hubunganmu dengan Vlorin?" tanya Nicholas.
"Hanya teman," sahut Jourell. "Aku berasal dari Indonesia. Dulu, kami pernah bertemu di Brisbane," lanjutnya.
"Dulu, kapan?"
"Sekitar dua tahun yang lalu."
"Apa setelah itu kalian pernah berjumpa kembali?"
"Tidak. Aku beberapa kali berkunjung ke sini, tapi tidak sampai ke Brisbane."
Nicholas terdiam sambil berpikir cepat. Kemudian dia melepaskan pegangan dari Jourell yang langsung mengusap pergelangan tangannya yang sedikit sakit.
Nicholas memutar tubuh dan jalan menyusul Vlorin tanpa berkata apa pun. Jourell mengamati pria yang badannya lebih tinggi darinya. Kemudian dia memperhatikan Vlorin yang telah berada di seunit mobil SUV putih bersama seorang perempuan lainnya.
Jourell memusatkan pandangan pada anak laki-laki yang balas menatapnya dari balik kaca mobil. Jourell spontan melambaikan tangan kanan yang dibalas hal serupa oleh sang bocah.
Jourell masih berdiri di tempat itu hingga mobil yang ditumpangi Vlorin menghilang dari pandangan. Dia benar-benar penasaran dengan sosok perempuan tersebut dan anak laki-laki berbaju hitam.
Pria berparas manis bertekad untuk mencari tahu tempat tinggal Vlorin di Sydney, dan akan mendatangi perempuan yang terlihat tidak senang berjumpa dengannya.
***
"Aku sudah tanya ke Russel, dan dia bilang, Vlorin tidak tinggal di sini. Tetap di Brisbane," jelas Keven sambil membaca pesan dari rekannya.
"Ehm, kalau dia menetap di sana, kenapa bisa ada di sini?" tanya Jourell.
"Oh, kata Russel, Vlorin hendak menghadiri pernikahan sahabatnya yang tinggal di sini. Dia cuti seminggu."
"Nama dan alamatnya, bisa tolong ditanyakan, Mas?"
Keven mengamati rekannya. "Kenapa kamu kayaknya penasaran banget sama dia?"
Jourell terdiam sejenak. Dia menimbang-nimbang dalam hati sambil memandangi Keven, Bryan dan Hansel Arvasathya yang balas menatapnya lekat-lekat.
"Dia punya anak laki-laki yang ... wajahnya mengingatkanku pada seseorang," jelas Jourell.
"Siapa?" desak Keven.
Jourell tidak menyahut, melainkan mengambil ponsel dari meja dan mencari sesuatu, lalu menunjukkan satu foto seorang anak kecil pada ketiga rekannya.
Bryan mengambil ponsel Jourell, lalu memperhatikan foto itu dengan intens. "Ini, siapa?" tanyanya.
"Aku," terang Jourell. "Itu kalau nggak salah, waktu aku umur tiga tahunan," lanjutnya.
"Memang mirip sama anaknya Vlo," sela Hansel sambil mengakurkan satu foto di ponselnya, di mana Vlorin dan lelaki kecil ikut berfoto bersama Russel, Hansel dan Timothy, yang diambil akhir tahun lalu di New Zealand.
Keven mengamati Adik Tristan, lalu dia bertanya, "Apa anak Vlorin merupakan anakmu?"
Jourell kembali terdiam. "Ehm, aku nggak tahu, Mas. Karena itu aku harus ketemu dia buat memastikannya."
"Bentar," sela Bryan. "Bagaimana bisa itu anak Jourell?" tanyanya.
"Apa kalian pernah pacaran?" desak Hansel.
"Ehm, bukan pacaran, tapi ... one night stand," ungkap Jourell.
Ketiga pria yang lebih tua kompak berseru. Sementara Jourell meringis sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya dengan canggung.
"Kalau benar itu anakmu, maka kamu dalam masalah," cakap Hansel.
"Kenapa, Mas?" tanya Jourell.
"Russel pernah bilang jika dia menemukan Ayah dari anak Vlorin, maka dia akan menghajarnya habis-habisan."
Jourell kembali meringis. "Tapi, aku nggak tahu kalau Vlorin hamil. Kalau tahu, pasti kunikahi dia dari dulu."
"Gimana kamu bisa nggak tahu?" tanya Bryan.
"Kami ... lost contact. Aku nggak bisa nelepon Vlorin karena nomorku kayaknya diblokir. Semua akun sosial medianya pun diprivate," terang Jourell.
"Alibimu lemah," ledek Keven.
"Beneran, Mas. Aku pernah nyoba nelepon dia, tapi nggak bisa," kukuh Jourell.
"Zaman canggih kayak sekarang, banyak cara untuk mencari tahu."
"Ehm, ya, Mas benar. Tapi, dua tahun belakangan aku memang sangat sibuk. Jadi ...."
"Jo, kalau kamu memang niat nyari dia, harusnya kamu bisa ngomong ke aku ataupun nyewa detektif swasta."
Jourell tertegun sesaat. "Mas benar, aku nggak kepikiran tentang itu."
"Jujur, aku kecewa kalau kenyataannya anak Vlorin benar-benar anakmu. Karena dia berjuang sendirian saat hamil. Melahirkan anaknya pun prematur."
"Prematur? Maksudnya?"
"Vlorin sedang berbelanja, saat keluar dari toko itu dia terpeleset di tangga dan jatuh. Dia langsung dilarikan ke rumah sakit dan melahirkan beberapa jam kemudian."
"Ehm, apa Mas tahu, waktu lahirannya?"
Keven memandangi Adik angkatnya. "Hansel, kamu tahu nggak?" tanyanya.
"Bentar, aku lagi nanya ke Bethany," sahut pria asli luar negeri sambil memandangi ponselnya.
"Jo, apa kamu punya ide untuk menemukan Vlorin?" tanya Bryan.
"Aku tadinya mau nanya ke Russel, tapi mungkin dia akan curiga," cetus Jourell.
"Ya, dan dia pasti akan mencecarmu."
"Ehm, aku sepertinya harus ke Brisbane dan mendatangi Vlorin di apartemennya."
"Seingatku, dia tidak tinggal di tempat yang lama," timpal Hansel.
"Mas tahu rumah barunya?" tanya Jourell.
Hansel menggeleng. "Aku sudah lama nggak ketemu dia dan Russel. Terakhir, tahun lalu. Mereka datang ke New Zealand untuk berlibur dan ketemu aku sama Papa. Tapi kami memang nggak sempat ngobrol lama. Info kalau Vlorin sudah pindah dari unit lama, kudapat dari Bethany."
"Mas bisa tolong tanyakan ke Bethany?"
"Dia masih belum menjawab chat-ku."
"Coba kamu yang tanya, Jo," sela Bryan.
"Ehm, aku nggak punya nomornya. Lagi pula bingung alasannya apa. Masa tiba-tiba aku nanya tentang Vlorin," tukas Jourell.
"Nomor, minta ke Hansel. Bilang saja, kamu tiba-tiba ingat Vlorin dan pengen ngobrol. Lalu, kamu minta nomor telepon Vlorin dan tanya langsung tentang anaknya."
"Kayaknya alasan kayak gitu nggak bakal dipercaya."
"Kamu pikirinlah idenya."
Jourell menunduk, lalu meremas-remas rambutnya sambil memejamkan mata. "Otakku tiba-tiba nge-hang," keluhnya. "Semua terlalu tiba-tiba. Mana pas ketemu kemarin, Vlorin menatapku tajam, kayak yang benci gitu," sambungnya.
"Gimana nggak benci? Kamu nyuekin dia!" desis Keven.
"Harusnya dari dulu kamu hubungi dia," imbuh Hansel.
"Ya, betul. Andai kamu dulu berbaik-baik, pasti nggak ada cerita begini," lontar Bryan.
"Mas bertiga, tolong bantu mikir. Jangan ngomelin aku terus," rengek Jourell sembari menengadah dan membuka mata.
"Tadi aku udah ngomong, kamu sewa detektif," usul Keven.
"Mas punya kenalan?"
"Ya." Keven mencari kontak seseorang, kemudian dia memberikan ponselnya pada Jourell. "Kamu langsung telepon dia," tambahnya.
Jourell mengangguk dan langsung mengerjakan permintaan Keven. Selama beberapa menit selanjutnya, dia berdiskusi dengan laki-laki bernama Clay, yang menyanggupi untuk mencari informasi tentang Vlorin Pearce.