Mereka masih menatap lekat Zea, membiarkannya berpikir untuk mengambil keputusan saat ini. Tidak lama kemudian, Zea kembali membuka suara.
“Baiklah,” ujarnya menatap mereka bergantian. Belum sempat Zea melanjutkan kalimatnya, pintu laboratorium yang terbuka hingga konsentrasi mereka pecah.
“Selamat pagi! Maaf aku terlambat. Aku berbincang sebentar dengan mereka tadi,” ujar seorang pria berseragam sama seperti mereka. Dia menghampiri timnya yang ternyata sudah berkumpul di meja utama, tempat dimana mereka mengadakan rapat atau diskusi kecil.
Pria itu, Hugo Jenkinson. Pria berusia 27 tahun dan berprofesi sama seperti timnya yang lain sebagai seorang Ilmuwan yang bekerja di laboratorium ini.
Semua orang menatapnya berjalan mendekati dr. Atlas Blakeley, dia duduk tepat di sebelahnya.
“Astaga … apa aku melewatkan sesuatu?? Lalu bagaimana tanggapan Zea mengenai ini??” tanyanya menatap mereka, lalu menatap Zea yang sejak tadi sudah memperhatikannya.
“Zea? Bagaimana?” sambung Hugo lagi.
“Kenapa kau selalu saja terlambat, Hugo.” Rega menatapnya sinis.
Hugo memutar malas bola matanya.
“Astaga, ayolah Rega … aku tidak mungkin meninggalkan mereka begitu saja. Sementara aku meminta bantuan mereka untuk memberi kejutan ulang tahun Zea,” jawabnya sambil membuka buku yang ia pegang. Dia sedikit membenarkan letak jam tangan miliknya yang terbuat dari karet khusus yang ia buat sendiri.
Zea menarik panjang napasnya.
“Baiklah, Professor, Dokter. Aku akan menguji sensitivitas dan resistensi ramuan yang kubuat terhadap mikroorganisme yang berkembang disana. Tapi … boleh aku meminta satu hal pada kalian?” tanya Zea menatap mereka semua dengan ekspresi serius.
“Boleh, katakan saja.” Axton langsung menyahutnya cepat, menatap serius Zea.
Rega ikut mengangguk kecil.
“Katakan, Zea. Kita bisa bicarakan ini jika menyangkut penelitianmu,” ujarnya menatap yang lain bergantian.
Prof. Calder dan Prof. Gil tampak mengangguk setuju. Begitu juga dengan dr. Atlas dan dr. Viona.
“Ada apa, Zea? Katakan saja. Kenapa kau harus ragu?” ujar Hugo menatapnya.
Zea tersenyum tipis dibalik masker penutup wajahnya. Ruangan utama mereka ini memang rahasia dan kedap udara. Namun, tidak cukup bagi Zea untuk menyembunyikan bahan-bahan ramuan yang masih ia teliti, bahkan belum berhasil ia temukan kadar yang tepat.
“Kalian tahu kalau mereka dan yang lainnya—” ucapan Zea terhenti beberapa detik.
Dia masih mengingat dengan jelas, bagaimana tanggapan Badan Kesehatan Dunia dan sebagian Negara yang tidak menyukai jenis penelitian baru yang ia buat. Bahkan Zea masih merasa bahwa apa yang tengah terjadi memang sengaja dilakukan untuk kepentingan suatu Negara atau kebanggaan pribadi.
“Banyak sekali yang menentang penelitianku, meskipun aku belum berhasil menemukan apa yang aku inginkan.” Zea masih menatap lurus ke arah cawan petri yang tersusun rapi di hadapan mereka.
“Aku sangat berterima kasih karena kalian semua membelaku disaat banyak orang melawan dan menentang penelitianku dan mengatakan kalau apa yang aku lakukan … pasti akan sia-sia saja,” ujar Zea dengan suara semakin mengecil di ujung kalimat.
Prof. Calder dan Prof. Gil saling menatap satu sama lain. Yah, mereka semua saling memandang. Entah kenapa, sepertinya Zea butuh dukungan penuh pagi ini. Sebab tidak biasanya Zea akan merasa putus asa seperti nada bicaranya yang terdengar sekarang.
“Tadi … sebenarnya aku baru saja menguji satu spesimen. Aku membuat beberapa kadar baru dan mengujinya langsung bersama Monodna IV-98,” ujar Zea kembali menatap mereka.
“Lalu hasilnya?” sahut dr. Viona langsung bertanya dan sangat penasaran.
Zea menoleh ke kanan, dia sempat terdiam selama beberapa detik.
“Aku … belum menemukan jawabannya,” jawabnya menggelengkan kepala.
Dia menghela napas panjang, menatap mereka semua.
“Sama seperti vaksin yang sudah diciptakan. Ramuanku hanya berguna untuk mencegah saja dan fungsinya tidak jauh berbeda dari vaksin yang sudah beredar,” sambung Zea lagi.
Axton dan dr. Atlas saling menatap satu sama lain. Termasuk Rega yang menghela napas, dia menoleh ke arah Axton.
“Aku pikir, apakah memang benar jika virus itu tidak bisa dimusnahkan?” ujar Zea masih menatap mereka.
Paham dengan keadaan Zea, sebab mereka juga sangat berharap jika penelitian Zea berhasil. Karena itu juga akan bermanfaat tidak hanya bagi tim mereka, tetapi juga untuk keluarga dan semua orang yang hidup di muka bumi ini.
“Jika Tuhan membiarkan itu terjadi, aku yakin Tuhan pasti sudah menyiapkan penawarnya. Jikapun ini adalah takdir … pasti akan ada jalan keluar yang bisa kita cari untuk menyelamatkan nyawa manusia yang tidak bersalah,” ujar Zea panjang lebar.
Sreekk…
Zea beranjak dari duduknya. Dia menarik semua cawan petri mendekat ke arahnya.
“Aku akan menguji ini. Walau sebenarnya aku yakin kalau kalian pasti tahu apa hasilnya. Tapi … mungkin memang tidak ada salahnya kalau aku mengujinya langsung,” ujar Zea lalu memilih 2 diantara semua cawan petri yang terdapat mikroorganisme di dalamnya.
Rega berdiri dan hendak membantu Zea.
“Biar aku yang membawanya ke ruanganmu,” ujarnya mengambil 2 cawan petri pilihan Zea.
“Terima kasih, Rega.” Zea mengangguk kecil lalu mengambil satu map putih disana.
Mereka semua tidak bisa berbicara banyak, sebab Zea membutuhkan waktu sendiri saat ini. Memang sebaiknya mereka harus bungkam mulut. Karena tahu bahwa suasana masih panas akibat perdebatan satu minggu yang lalu.
Sreekk…
Dr. Viona beranjak dari duduknya dan menatap Zea yang ia tahu tengah bersedih.
“Kalau kau butuh bantuan, katakan pada kami. Kami bersedia membantu,” ujar dr. Viona.
“Kau tidak sendirian, Zea. Kau masih ingat kata-kataku, bukan?” ujar dr. Atlas menatap lekat Zea.
Axton melirik tidak suka dr. Atlas. Ekspresi sengit dibalik masker penutup wajahnya tidak akan diketahui oleh siapapun.
Entahlah, dia memang tidak menyukai dr. Atlas Blakeley sejak pria itu masuk dan menjadi bagian dari tim mereka. Axton merasa kalau dr. Atlas sering mencari perhatian Zea. Apalagi sering membuatkannya makanan atau mengajaknya makan siang bersama. Sungguh, Axton sangat membenci itu. Menurutnya, sangat berlebihan sekali.
Zea mengangguk kecil. Dia menatap mereka bergantian, setelah itu menoleh ke kiri, menatap lekat Prof. Calder.
“Saya permisi masuk ke ruangan dulu, Prof. Saya akan menguji ini. Mungkin akan sampai sore dan … atau saya akan menyambungnya besok pagi,” ujar Zea kemudian berjalan dan berlalu dari hadapan mereka.
Sebenarnya Zea berniat untuk menenangkan diri setelah ia melakukan pengujian beberapa menit lalu dan hasilnya masih tetap sama, nihil. Namun, setelah ia keluar dari ruangan, ternyata mereka sudah mempersiapkan bahan baru untuk ia teliti kembali.
Bukan dia tidak suka dan lelah melakukannya, tetapi bahan yang mereka beri itu sama sekali tidak akan mendapatkan hasil yang ia inginkan. Sebab seharusnya yang ia uji adalah murni virus Monodna IV-98, bukan dicampur dengan mikroorganisme lain.
Sementara Rega mengikuti langkah kaki Zea sampai masuk ke dalam ruangan pribadinya. Dia membawa 2 cawan petri dan memegangnya hati-hati.
Rega pikir kalau dia harus menenangkan Zea sebentar saja. Sebelum akhirnya dia harus keluar dari ruangan pribadi Zea agar sahabatnya itu bisa fokus melanjutkan pengujian barunya.
*
*
Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)