Novan meraba perutnya yang terbalut kaos hitam. Luka tusuk yang menganga di perutnya kini diganti dengan jejak jahitan yang mengular sepanjang 10 cm. Luka tersebut sudah dalam proses penyembuhan tahap terakhir, hanya saja rasa pedih seakan masih terasa menjalar di perutnya. Seakan luka tusuk itu tak pernah membaik. “Udah sarapan?” Kepala Widya menyembul dari balik pintu. “Kutebak pasti belum.” Novan meringis. “Belum. Tadi langsung ke sini dari mess.” Widya membuang napas tipis dan menyodorkan plastik putih berlogo makanan cepat saji yang cukup terkenal. “Nih.” “Kok, ayam, sih? Aku harus makan makanan yang lembut dan gampang dicerna, Wid.” “Berisik. Mau enggak? Kalau enggak mau biar aku aja yang makan!” “Enak aja, ‘kan, udah dikasih. Masa mau diminta lagi.” “Lagian, lebay bang