Sudah berulang kali Arin merubah posisi tidurnya. Arin berusaha memejamkan matanya tapi percuma ia tidak bisa juga. Arin lalu membuka matanya, menatap langit-langit plafon. Arin berani bersumpah ia tidak bisa tidur, atas pernyataan Rafa tadi. Arin masih berpikir berulang kali, dan masih menduga bahwa laki-laki itu hanya bercanda. Tapi entah kenapa kata-kata itu seperti tembus ke dalam hatinya. Bercanda sih boleh saja, tapi kenapa ia menganggap bahwa Rafa menyatakan itu tidak dalam keadaan bercanda.
Akhirnya Arin menyadari bahwa ia tidak bisa tidur hingga menjelang pagi. Ia terlalu bodoh memikirkan kata-kata Rafa. Ia masih terlalu dini memikirkan kata-kata absurd laki-laki dewasa seperti Rafa. Rafa terlalu dewasa untuk dirinya, perbedaan umur mereka terlalu jauh. Toh, mungkin Rafa sedang bercanda kepadanya semalam. Tapi entahlah, ia mungkin menganggapnya terlalu serius.
Arin lalu melirik kearah jendela, awan hitam kini berubah menjadi biru bercampur jingga, matahari sudah menampakkan wajahnya. Oh tidak, hari ini ia tidak bisa tidur, ia pastikan mata pandanya terlihat jelas. Arin bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan menatap cermin. Ia bersyukur bahwa mata pandanya tidak terlihat, apa yang ia pikirkan.
Arin lalu bergegas mandi, agar ia kembali segar. Beberapa menit kemudian ia menatap penampilannya, ia memilih dress berwarna kuning, berleher sabrina. Ia membiarkan rambutnya terurai, karena masih terasa lembab. Arin lalu melangkahkan kakinya menuju lantai dasar.
Arin lebih memilih Breakfast pagi bersama pengunjung lainnya. Arin memilih duduk disudut ruangan, menghadap kolam renang. Ia menyesap secangkir kopi, untuk menghilangkan rasa kantuknya.
Arin terpana menatap laki-laki yang membuatnya tidak bisa tidur itu tersenyum mendekatinya. Pakaian yang ia kenakan begitu simpel, hanya kaos putih dan celana adidas hitam di atas lutut. Rafa terlihat segar, ia pastikan laki-laki itu baru selesai mandi.
Rafa mendekat, ia lalu duduk dihadapan Arin membawa trey berisi secangkir kopi dan roti manis.
"Kenapa tidak sama-sama tadi. Padahal saya sudah menunggu kamu untuk sarapan bersama" ucap Rafa.
"Maaf, saya pikir, kamu masih tidur" ucap Arin, padahal ia sama sekali tidak berniat untuk sarapan bersama Rafa.
Rafa tersenyum, sejujurnya ia terpana menatap penampilan Arin yang begitu fresh dan cantik. Ditambah dress cantik berwarna kuning sangat pas ditubuhnya.
"Saya sudah terbiasa bangun pagi" ucap Rafa lalu menyesap secangkir kopi, dan lalu diletakkanya kembali.
Arin hanya diam, ia mengalihkan tatapannya ke kolam renang.
"Setelah ini kamu mau kemana?" Tanya Rafa.
Arin mengedikkan bahu, "Tidak tahu mau kemana. Tahu sendiri, saya tidak punya paspor. Katanya mau urus paspor saya ke KBRI".
Rafa sadar, ia sudah berjanji akan mengurus paspor Arin yang hilang, "Saya hampir lupa masalah itu, yasudah nanti kita kesana".
"Iya" ucap Arin.
"Setelah ke KBRI saya akan mengajak kamu keluar, misalnya ke Royal Grand Place , atau kamu punya ide lain mau mengajak saya ketempat yang menarik disini".
"Kita ke Royal Grand Place saja, saya juga penasaran dengan tempat itu" Arib tersenyum.
"Iya saja juga" Rafa tersenyum.
"Bagaimana kerjaan kamu? Apa sudah selesai?".
"Belum, bahkan saya belum kerja apa-apa. Klien saya mengundurkan pertemuannya hingga besok" ucap Rafa, ia lalu mengunyah roti manis itu.
"Begitu ternyata, yasudah ayo kita bersiap-siap untuk ke KBRI" ucap Rafa lalu berdiri.
Arin lalu mengikuti langkah Rafa, meninggalkan sarapannya yang sisa setengah.
******
Beberapa jam kemudian Arin dan Rafa telah mengurus SPLP di KBRI, ribet memang, ia harus melampirkan surat kehilangan dari kantor polisi terdekat dan lalu kembali ke KBRI untuk menyerahkannya sebagai barang bukti kehilangan.
Arin dan Rafa naik taxi menuju Royal Grand place. Jika ke Bangkok wajib mengunjungi tempat ini. Ini merupakan tempat terindah di Bangkok. Dulunya Royal grand Place adalah tempat tinggal para raja.
Arin dan Rafa berjalan menelusuri komplek istana. Tidak lupa Arin dan Rafa mengabadikan foto mereka berdua di ruangan hall. Ruangan itu bergaya eropa dan sangat mengesankan.
Tanpa sadar Rafa meraih tangan Arin, membawanya menyelusuri setiap sudut ruangan. Rafa dapat merasakan tangan lembut Arin. Rafa sengaja menyentuh tangan lembut Arin. Karena rasa penasarannya begitu mengebu-ngebu ingin menyentuh kulit lembut Arin.
Arin hanya diam dan menikmati setiap moment kebersamaan itu. Bersama ratusan turis lainnya. Arin merasakan tangan hangat Rafa menyentuhnya, dan ia tidak menolak.
"Kamu senang?" Tanya Rafa, ia menatap wajah cantik Arin.
Wajah Arin dan Dea memang berbeda, Wajah Arin lebih dominan sang Ayah keturunan pakistan, dan kulit putihnya di turunkan oleh sang ibu. Tapi tidak dengan Dea, Dea lebih spesifikasi antara ibu dan ayahnya.
Rafa benar-benar gila, ya ia memang sudah gila. Kenapa ia mempunyai sifat serakah seperti ini. Ingin mendapatkan keduanya secara bersamaan. Oh Tuhan, kenapa ia bisa seperti ini.
"Tentu saja, siapa yang tidak senang liburan seperti ini".
Rafa tertawa, "Kamu suka traveling?" Tanya Rafa.
"Suka banget malah" ucap Arin sepontan.
"Sudah kemana saja?" Ucap Rafa, ia masih menggenggam erat jemari Arin, berjalan menikmati komplek istana.
"Sydney, KL, Brunei, India paling jauh London, itu saja sih".
"Wow, sudah banyak juga ternyata, kamu anak traveling sejati".
Arin tertawa, ia menggoyangkan tangannya, dan kembali melirik Rafa. "Kalau kamu, sudah kemana saja?".
"Kalau saya, bisa tidak dikatakan liburan. Saya memang sering keluar negri, hanya untuk urusan kerja, saya sering bolak balik Dubai, New York, Melbourne, banyak sih saya tidak bisa menyebutkan satu persatu".
"Dubai? Kamu sudah pernah kesana? Itu adalah salah satu negara yang ingin saya kunjungi. Saya mati-matian menabung untuk liburan kesana".
"Benarkah? Saya bahkan hampir sebulan sekali kesana. Hanya untuk urusan kerja, bukan untuk liburan seperti impian kamu. Saya hanya tidur di kamar hotel selebihnya ditempat kerja. Ini pertama kalinya menikmati perjalanan saya, ketika urusan kerja".
"Sebulan sekali? Wah wah, kamu hebat, ke Dubai hanya tidur dikamar hotel. Ckckckc saya tidak percaya ternyata masih ada orang seperti kamu".
Rafa kembali tertawa, "Kamu mau ke Dubai?".
"Tentu saja mau, saya tidak akan mikir dua kali jika diajak kesana".
"Bulan depan kita kesana" Rafa mengedipkan mata, menggoda Arin.
Arin nyaris tidak berkutik, ia terpana, menatap Rafa yang kini menggodanya.
******