Reyhan terbangun dari tidurnya, sebenarnya Reyhan tidak tidur, ia hanya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dengan mata terpejam, namun kesadarannya memang tidak terenggut dunia alam mimpi.
Reyhan terbangun karena mendengar isakkan istrinya yang tergeletak di atas sajadah dengan masih terbungkus mukenah.
Reyhan memang tau jika istrinya tidak pernah meninggalkan shalat Sunnah dua rakaat kala matahari menampakkan keanggunannya dan mulai memberi cahaya terang bumi setelah kegelapan malam.
Istrinya tidak terlalu pasih akan semua ilmu agama. Bahkan katanya dulu Alea juga sering lalai dengan shalat wajibnya, tentu karena kesibukan dan tanpa pengawasan orang tua di sekitarnya. Alea bukan muslim dengan aurat yang tertutup sempurna, tapi tidak juga berpakaian yang mencolok dengan kesan sexi. Alea hanya wanita sederhana baik secara pemikiran ataupun penampilannya. Tapi dia tau istrinya itu adalah wanita yang sangat lembut dan baik, ia juga sadar jika istrinya itu adalah istri yang sangat berbakti pada suaminya. Sekarang dia tak pernah sekalipun meninggal kewajibannya sebagai seorang muslim untuk menunaikan sholat lima waktunya, kecuali jika memang sedang ada halangan. Reyhan tau jika selama ini istrinya juga sering menyumbangkan sedikit riski nya pada orang yang membutuhkan, dan menyumbang sedikitnya lagi untuk pembagunan masjid di tempat orang tuanya tinggal. Meski dia tidak memberitahukannya , tapi Reyhan tetap bersyukur istrinya masih ingat jika harta mereka juga perlu di zakat kan, itu sebabnya ia tidak melarang istrinya melakukannya.
Alea selalu mengatakan dulu aku banyak meninggalakan kewajiban ku sebagai seorang muslim, jadi akau hanya ingin sedikit demi sedikit menutup lubang dari kelalaian-ku dulu. Entah caraku benar atau tidak, aku tau Tuhan selalu punya cara memaafkan hambanya bukan.
Reyhan menatap punggung istrinya di balik mukenah putih yang ia kenakan. Reyhan mulai bertanya dalam hatinya, "apa do'a yang sedang isterinya itu ucapkan dalam hati sehingga ia terisak begitu memilukan di atas sajadahnya, atau kah sakit kepalanya kembali ia rasakan?"
Reyhan menghampiri istrinya yang tergeletak di atas sajadah, dan memeluk tubuh yang masih terbungkus mukenah putih itu, lalu berkata, "kenapa kamu menangis sayang? Apakah do'a itu sangat spesial sehingga membuatmu terisak sesedih ini?" Reyhan menghapus air mata sang istri dengan kedua tangan lembutnya, kemudian mencium kedua kelopak mata indah yang berbulu lentik milik Alea istrinya itu.
Alea tak mampu berucap banyak, ia semakin pilu di pelukan sang suami, meski suaminya lah yang telah menorehkan luka di relung hati terdalamnya.
Reyhan masih memeluk sang istri, hanya saja dia tidak tau apa yang membuat hati istrinya itu tiba-tiba pilu.
"Apa kau tidak kekantor hari ini?" Tanya Reyhan pada sang istri, ia ingin sekali mengajak istrinya jalan-jalan, hanya untuk merileksasikan pikiran dan kekalutan yang mungkin istrinya rasakan.
Alea menggeleng. ya, sebelumnya Alea sudah memberitahukan pada beberapa pegawainya, bahwa dia tidak akan datang hari ini, karena tiba-tiba kepalanya sedikit sakit. Tentu saja , ia sangat sakit, bahkan sakitnya jauh lebih sakit dari tergores ribuan pedang, karena yang sakit adalah bagian terdalam dari jiwanya.
"Kalau begitu kita jalan-jalan ya, kita sudah lama tidak bersantai, bila perlu kita akan menginap di hotel hanya untuk merileksasikan pikiran dan hati kita," tawar Reyhan pada sang istri. Dan tentu saja Alea menerima ajakan sang suami.
"Aku akan minta ijin dua hari untuk tidak masuk dan meminta dokter lain yang menggantikan jam kerjaku," sambung Reyhan sambil tersenyum pada sang istri. Sementara Alea hanya tersenyum, entahlah antara senyum bahagia atau senyum yang hanya untuk menutup lukanya akibat penghianatan yang dilakukan sang suami.
"Kamu bersiaplah kita akan langsung berangkat setelah aku meminta ijin." Ucap Reyhan kembali.
Alea akhirnya mengganti pakaian nya, ia menggunakan celana jeans biru tua dengan tunik model kemeja kotak-kotak, dan jilbab yang senada.
Alea juga membawa beberapa baju ganti untuknya dan untuk suaminya, karena tadi Reyhan mengatakan akan menginap selama dua hari di sana, entah kemana Reyhan suaminya itu akan membawanya, tapi yang jelas ia akan tetap mengikuti kemanapun suaminya membawanya.
Alea melihat suaminya sedang menelpon seseorang di taman belakang rumah, terlihat suaminya berkacak pinggang dan terlihat kecemasan di wajah tampannya, ia tau jika yang di telpon itu pasti istri kedua suaminya, karena jika hanya kerabat atau rekan sesama dokter, Reyhan tidak perlu sejauh itu milih tempat untuk menelpon dan meminta ijin pada rekannya, tapi Alea tetap bersikap tenang.
"Sudah selesai mas minta ijinnya?" ucap Alea, ketika Reyhan tampak sudah berada di belakang punggungnya.
"Sudah, apa kamu sudah siap?" Tanya Reyhan balik menyadari istrinya sudah rapi dan melihat ada koper kecil juga yang istrinya bawa, dan Reyhan yakin di koper kecil itu Alea juga membawa serta pakaiannya.
"Sudah mas," jawab Alea sembari tersenyum penuh kehangatan.
Kedua suami istri itupun berlalu meninggalkan rumahnya yang sebelumnya mereka sudah kunci dan amankan lewat kamera CCTV yang memang sengaja mereka pasang di bagian depan dan samping rumah.
********
Di lain tempat Devina sangat kesal ketika mendapatkan telpon dari suaminya yang mengatakan jika suaminya akan pergi selama dua hari bersama istri pertamanya, karena itu artinya dia akan tidur sendirian selama dua malam itu.
Devina memang sudah mengetahui jika Reyhan suaminya itu telah memiliki istri, namun dia tetap menerima lamaran Reyhan kala itu, bahkan Devina sendiri bersedia dinikahi secara siri oleh Reyhan, dan dia pula yang mengarang cerita pada ayahnya jika Reyhan sedang dalam proses perceraian dengan istrinya, "karena status Reyhan yang seorang dokter tentu tidak mudah mengurus surat cerainya," tutur Devina pada ayahnya kala itu, selain statusnya yang juga seorang janda Devina akan kesulitan jika harus menuntut Reyhan untuk menikahinya secara sah.
Devina dan Reyhan dulu adalah pasangan kekasih, namun karena hubungan mereka tidak direstui oleh ibunya Reyhan, akhirnya Devina dan Reyhan putus, dan Setelahnya Devina menikah dengan pria lain, namun tidak bertahan lama Devina bercerai, setelah beberapa bulan Devina bercerai, ia kembali bertemu dengan Reyhan, entah sengaja atau hanya kebetulan, akhirnya mereka menjalin hubungan terlarang itu hingga memutuskan untuk menikah , meski hanya menikah siri.
Devina kesal, ia bertekad untuk menggagalkan liburan mereka, ia sungguh tidak rela jika istri pertama suaminya itu bersenang-senang sementara dirinya harus sendirian berdiam diri di rumah seorang diri.
Devina sudah tau kemana suami nya itu akan membawa istri pertama itu liburan, karena sebelumnya dia tadi juga bertanya tujuan suaminya akan mengajak istri pertama berlibur, entah Reyhan yang terlalu jujur pada istri keduanya atau Reyhan terlalu bodoh sampai tidak tau cara menjaga perasaan istri pertamanya.
"Kita sebenarnya mau kemana sih mas?" Tanya Alea pada suaminya yang sedang fokus menyetir.
"Rahasia dong, nanti juga kamu tau," jawab Reyhan sembari tersenyum hangat pada istrinya dan membelai pipi mulus istrinya dengan sebelah tangannya.
Alea pasrah, ia membiarkan suaminya fokus pada jalanan, sementara dia sudah terlelap di sebelah suaminya.
Reyhan melirik ke arah Alea, tampak sedikit berbeda dalam tidur istrinya itu, wajahnya sedikit sembab, terlihat ada kegelisahan di raut wajah yang biasanya tenang setenang air itu, sesekali napas Alea terdengar mendesah, desahan yang sangat berat, seolah ada beban yang teramat berat di pundaknya.
Reyhan kembali membelai puncak kepala istrinya yang tertutup jilbab, berpindah membelai pipi sang istri dan menggenggam tangan yang lembut selembut hatinya.
Dua jam perjalanan akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka tuju.
Sebelumnya Reyhan sudah memboking kamar lewat aplikasi yang memang menyediakan layanan pesan penginapan di salah satu situs online.
Reyhan turun dari mobilnya dan di susul istrinya yang sudah ia bangunkan dari tidurnya, kemudian berjalan kearah resepsionis untuk melakukan cek in, Reyhan menunjukan resi yang sudah dia pesan sebelumnya lewat aplikasi online di ponselnya, dan menunjukkannya pada resepsionis yang bertugas di sana. Tidak menunggu lama sang resepsionis langsung memberikan card sebagai akses beserta nomer kamar yang mereka pesan, setelah sebelumnya ia menyerahkan kartu tanda penduduk miliknya dan milik sang istri.
"Ayo sayang," ucap Reyhan pada istrinya sambil menggandeng tangan sang istri dan mengambil alih koper kecil yang sebelumnya Alea geret, mereka berjalan menuju kamar yang mereka pesan dengan di pandu salah satu stap hotel.
"Ini kamar tuan dan nyonya, semonga tuan dan nyonya nyaman dengan pelayanan kami," ucap stap yang menuntun mereka ke kamar mereka, sebelum akhirnya stap itu pergi meninggalkan pasangan suami istri itu untuk menikmati kebersamaan mereka.
Reyhan mulai membuka pintu kamar itu dengan card yang di berikan resepsionis tadi, dan setelah nya kembali menutup pintu itu dengan dorongan sebelah kalinya.
Reyhan langsung memeluk istrinya itu dari belakang, memeluknya erat sambil mencium aroma tubuh istrinya di balik jilbabnya, seolah tidak ada hari esok untuk mereka bertemu lagi.
"Mas," suara Alea sedikit tertahan
"Aku merindukan saat-saat bulan madu kita dulu sayang," ucap Reyhan sambil menyandarkan dagunya di sebelah pundak istrinya. Alea hanya terdiam, ia sadar sudah cukup lama mereka tidak pernah menghabiskan waktu berdua mereka, "sejak Reyhan suaminya lebih sering piket malem, atau mungkin setelah Reyhan menikah lagi," batin Alea, namun buru-buru ia menepis perasaan yang membuatnya terluka itu, dia hanya tidak ingin menghancurkan suasana yang suaminya ciptakan hanya untuk menenangkan hati dan pikirannya. Dia akan berusaha setenang mungkin, selama Reyhan tidak menyakiti dan melakukan tindakan kasar padanya dia akan berusaha bersikap damai dan baik-baik saja meski hatinya mungkin tidak akan bisa melakukan semua itu.