Alea Azuria mahespati, wanita cantik dan cerdas, bertubuh tinggi dengan kulit putih dan rambut hitam yang panjang dan lurus.
Sebelum memutuskan menikah dengan Reyhan Fadila, Alea pernah menjalin hubungan cukup lama dengan seorang pemuda tampan bernama Dimas.
Alea menjalin hubungan dengan Dimas ketika masih berstatus mahasiswi, namun cinta meraka tak bisa bersatu atas perbedaan keyakinan yang mereka anut.
Orang tua Dimas menang sangat menyukai Alea, bahkan ibunya sudah menganggap Alea seperti anak kandungnya sendiri, Karena selama ini orang tua Dimas memang hanya memiliki satu anak yaitu Dimas.
Orang tua Dimas buka tidak merestui hubungan Alea dengan putranya namun, sungguh, hubungan dengan perbedaan agama sangat tidak mungkin dilakukan, terlebih orang tuanya juga pernah berada di posisi itu sebelum akhirnya ibunya Dimas memilih berpindah keyakinan sesuai keyakinan suaminya, meski resikonya ia harus terbuang oleh keluarganya sendiri.
Namun Alea tidak senekat ibunya Dimas, meski ia sangat mencintai Dimas, Alea tidak bisa menanggalkan keyakinannya hanya untuk ambisi memiliki, dan akhirnya Alea memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Dimas yang sudah mereka jalin lebih dari empat tahun dan mereka sepakat untuk menjadi sahabat, meski akan sedikit canggung namun itu lebih baik dari pada harus membenci, atau bersikap seolah mereka tidak saling mengenal.
Dari hubungan itu Alea cukup mampu mengenal bagaimana watak dan sifat Dimas, Dimas tidak akan bersikap bodoh dengan memfitnah seseorang, apalagi orang itu adalah Reyhan suaminya, tapi hati dan nurani Alea seolah menolak segala ucapan yang Dimas katakan beberapa hari yang lalu.
Dilema, sungguh Alea merasa dilema antara bingung dan tidak percaya.
Berhari-hari Alea mengabaikan apa yang di katakan Dimas, meski dalam hatinya ia mulai merasa kegundahan setiap melihat suaminya berangkat kerja.
Alea selalu menyibukkan dirinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang akan mengalihkan perhatian dan pikirannya dari prasangka buruk akan suaminya.
Dia kembali membuka dompetnya, mengambil secarik kertas yang di berikan Dimas ketika meraka bertemu beberapa hari yang lalu, dimana tulisan di kertas itu berupa sebuah alamat, yang sialnya alamat itu sama persis dengan alamat rumah tempat meraka tinggal hanya saja berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya dan tentu itu membuat nya semakin tidak percaya, bagaimana mungkin suaminya mengkhianatinya dengan orang yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumah tempat tinggalnya, dan tak satupun orang yang mengetahui hubungannya itu, atau mungkin Alea yang kurang pandai bergaul dengan lingkungan tempat tinggal meraka, sehingga sudah enam bulan Reyhan mengkhianatinya dia bahkan mengetahui berita itu dari orang yang sungguh sangat jauh dari yang seharusnya tau.
Hari itu, dua minggu setelah ia menerima kenyataan yang sangat pahit, ia bermaksud menyelidikinya sendiri, ia tidak mengatakan ataupun bertanya pada siapapun, bagaimanapun dia ingin privasi suaminya tetep terjaga, jika sampai apa yang sedang mengganjal pikirannya itu ternyata tidak benar, tapi jika sampai berita itu benar, ia akan tetap diam merahasiakan semua ini, baik dari orang yang belum mengetahuinya taupun orang yang memang sudah mengetahuinya, termasuk suaminya sendiri.
Memang benar akhir-akhir ini suaminya lebih sering piket malam, meski sejujurnya dia tidak pernah sedikitpun merasa ada kejanggalan dari tingkah laku sang suami.
Hari itu, Alea menelpon seorang sahabatnya yang juga bekerja di rumah sakit yang sama tempat Reyhan suaminya bekerja, meski tidak di bangsal yang sama tentu tidak sulit untuk hanya mencari tahu segala aktivitas medis sang dokter.
Alea menanyakan apakah malam nanti ada jadwal piket untuk Reyhan suaminya, tentu saja sahabatnya itu tidak tau karna benar , mereka piket di bangsal yang berbeda, tapi Alea cukup lega karena sahabatnya itu mengatakan, akan menanyakannya pada salah satu perawat yang mungkin bertugas di bangsal yang sama dengan Reyhan.
Siang itu Alea tak pernah sekalipun melepaskan ponsel dari tangganya. menunggu informasi yang ia bahkan tidak tau apakah informasi itu penting untuk dirinya atau malah akan membuatnya semakin di rundung kebingungan.
Alea yang sedang duduk di meja kerjanya, masih fokus dengan beberapa laporan yang harus ia selesaikan, sebelum akhirnya ponselnya berbunyi, menandakan panggilan dari seseorang, tertera nama Zoya di layar ponselnya, lalu dengan hati yang was-was ia mulai menganggat dan menggeser gambar telpon berwarna hijau untuk menerima panggilan, kemudian menempelkannya ke telinganya yang berbalut jilbab peach.
"Hallo," sapa Alea lebih dulu.
"Ya hallo Lea, aku udah nanyain jam piket untuk dokter Reyhan, aku juga sampe melihat jam hadir nya, sepertinya beberapa bulan ini dokter Reyhan tidak pernah ada jadwal piket malem, tapi lebih banyak mengambil jadwal piket pagi sampai siang," ucap Zoya di seberang telpon.
"Oh ya, makasi ya zoy," bales Alea ramah, dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya dari sahabat baiknya itu.
"Emangnya ada apa sih? Tumben banget kamu nanyain jadwal piket suami sendiri, padahal kan kamu bisa tanya langsung sama dia," ucap Zoya lagi.
"Gak, tadi ada temen kantor yang nanya, katanya dia mo cek up ma suami aku, tapi dia cuma bisa malem aja, soalnya dari tadi aku telpon mas Reyhan tapi gak di jawab, mungkin dia sedang tidur jadi gak denger ponselnya berbunyi." Alea berbohong agar sahabatnya itu tidak curiga atau malah nanti dia bisa heboh dan mencak-mencak gak jelas, padahal apa yang dia khawatirkan belum terbukti kebenarannya.
Hari itu, Alea sudah tau jika malam nanti tidak ada jadwal piket suaminya, tapi Alea memilih diam dan tak menanyakan lebih pada sang suami.
Alea menyiapkan jaket hitam yang sengaja dia ambil dari lemari suaminya, untuk ia kenakan nanti, ia menaruh jaket berpenutup kepala itu di nakas dekat pintu samping agar suaminya tidak menyadari jaket yang dia keluarkan dari lemari suaminya itu.
Hingga malam tiba, hatinya justru semakin gelisah, dia tetap melayani suaminya makan malam kemudian meyelesaikan shalat issa berjamah dengan suaminya, tak pernah ia lupa mencium punggung tangan suaminya usai sholat berjamaah, ia juga berusaha selembut mungkin dengan suaminya, meski hatinya sedang di rundung gelisah.
"Jam berapa mas berangkat piket?" Tanya Alea dengan manja sambil memeluk tubuh suaminya sembari tidur di pangkuan sang suami , meski ia tau suaminya tidak ada jadwal piket malem , tapi Alea sengaja menanyakannya pada sang suami.
"Jam sembilan," jawab Reyhan singkat, namun mampu memporak porandakan keyakinannya akan ketidak jujuran suaminya.
"Ooh,"
"Kenapa sayang,"
"Tidak kenapa-kenapa, kepalaku hanya sedikit pusing, mungkin cuma butuh istirahat saja,"
Apa perlu aku ambilkan obat penghilang nyeri?"
"Boleh," jawab Alea sambil tersenyum, ia tidak ingin suaminya menaruh sedikit saja rasa curiga pada nya atau semuanya semakin rumit untuk ia pecahkan.
Lalu Reyhan bangun dari duduknya setelah memindahkan kepala istrinya pada bantal yang dia ambil di samping tempat tidurnya, kemudian berlalu meninggalkan Alea, Alea masih memandang dengan sorot mata terluka, ke arah punggung suaminya yang menghilang di balik pintu.
Selang beberapa menit, Reyhan kembali dengan membawa segelas air putih dan dua butir obat yang sudah dia buka kulitnya, satu berwarna putih dengan butiran yang sedikit besar dan satu berwarna kuning dengan butiran yang jauh lebih kecil, tapi Alea tau jika satu di antara dua obat itu juga ada obat tidur yang akan diberikan suaminya.
Alea bangun dari tidurnya, kemudian menerima segelas air yang suaminya bawa, bersamaan dengan dua butir obat yang sudah berada di tanganya, kemudian Alea mulai memasukkan dua butir obat itu kedalam mulutnya dan menegak sedikit air yang ia pegang.
Tentu saja Alea tidak menelan obat itu, ia menekan kedua obat itu di bawah lidahnya, dan memuntahkannya setelah suaminya mengalihkan pandangannya.
" Mas, aku tidur lebih awal ya, nanti kalo mas mau berangkat piket, mas kunci saja pintunya lewat luar dan bawa serta kuncinya, aku masih punya kunci cadangan, lagi pula mungkin aku tidak akan bangun sampai subuh, jadi sekalian kunci juga gerbangnya ya, " ucap Alea pada sang suami.
Jam menunjukkan angka 9:00pm, akhirnya sang suami Reyhan Fadila pun berangkat menunaikan tanggung jawabnya sebagai dokter yang akan berjaga malam, malam ini.
Tak lupa Reyhan menuruti permintaan istrinya untuk mengunci pintu dari luar dan membawa serta kunci rumah bersamanya.
Reyhan mulai menghidupkan mobilnya dan meninggalkan bagasi dan turun dari mobilnya untuk menutup dan mengunci pintu gerbangnya lagi.
Reyhan sama sekali tidak menaruh curiga pada sang istri, ia yakin istrinya kini sedang tertidur sangat lelap karna pengaruh obat penenang yang juga ia berikan tadi.
Sebelumnya Reyhan pergi ke rumah sakit tempat ia bekerja, memasukkan mobilnya di bagasi khusus para dokter dan keluar dengan menggunakan sepeda motor metic yang juga sudah dia sediakan beberapa bulan yang lalu untuk kendaraan keduanya, tentu tanpa sepengetahuan Alea istrinya.