Niswa menggeliat saat merasakan sedikit beban berat di atas tubuhnya, wanita itu membuka mata saat menyadari jika belaian dan kecupan lembut pada tubuhnya bukanlah sebuah mimpi.
Wanita cantik itu tersenyum lalu membelai kepala sang suami yang ada di atas dadanya, laki-laki itu mengungkung tubuh ramping sang istri yang berbaring terlentang dalam pelukan.
Ibram nyengir kuda lalu tertawa kecil saat mendongakkan kepala dan melihat sang istri sedang menatapnya.
"Maaf ya Sayang kamu jadi kebangun, abis aku haus," kata Ibram lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang sedang melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh seorang bayi.
"Emang bisa keluar airnya, buat ngilangin haus kamu?" tanya Niswa Sambil tertawa kecil, wanita itu gemas pada tingkah manja sang suami.
Sentuhan-sentuhan lembut Ibram pada tubuhnya seakan membawa Niswa melayang, semakin Ibram memperdalam decapannya semakin Niswa terasa membumbung tinggi dalam keindahan rasa.
"Aku kan bukan haus pengen minum, tapi aku haus kenikmatan yang cuma bisa aku dapatkan dari istriku tercinta," jawab Ibram lalu kembali mendecap sisi lain bagian sensitif sang istri dengan begitu lembut membuat Niswa memejamkan kedua matanya, tanpa kendali wanita itu meremas rambut lembut sang suami dan menekan kepalanya lebih lekat pada tubuhnya.
Akhirnya suara rintih dan desah menyambut pagi mereka dalam sebuah kegiatan yang begitu indah, semua yang Ibram berikan pada Niswa pagi itu membuat wanita itu sejenak melupakan segala kecurigaan, segala rasa cemburu dan rasa marahnya.
Wanita itu begitu mencintai sang suami, karena hanya Ibram lah yang bisa memberikan semua itu padanya, memberikan cinta dan segala keindahan itu untuknya.
Maka walaupun prasangka itu diam-diam selalu menyelusup ke dalam perasaannya tapi lebih besar lagi rasa ingin menampik semua rasa yang menyelubungi hati.
Sepasang suami istri itu ambruknya bersamaan ke atas ranjang setelah bersama mencapai puncak keindahan yang mereka daki bersama, keduanya menatap langit-langit dengan tubuh yang masih dibasahi peluh dan nafas sedikit tersengal. saling menoleh untuk berpandangan mata lalu melempar senyum penuh kepuasan.
"Terima kasih ya sayang, kamu bikin Minggu pagi Mas ini indah banget," kata Ibram, laki-laki itu lalu berbaring miring menghadap pada sang istri dan membelai wajahnya mengusap sedikit keringat yang masih membasahi dahi wanita cantik itu.
"Terima kasih juga Mas karena kamu bikin aku melupakan beban pikiran yang selama ini terasa berat," kata Niswa tanpa menatap sang suami, wanita itu kembali teringat akan semua yang membebani pikirannya selama ini.
"Emang kamu mikirin apa?" tanya Ibram dengan begitu lembut.
"Mikirin aku bisa nggak jadi istri dan ibu yang sempurna buat kamu dan Kama," jawab Niswa ringan, rasanya ingin sekali bertanya apa kurangnya dirinya hingga Ibram menyembunyikan sesuatu darinya tapi wanita itu tahu jika saat ini belumlah waktu yang tepat.
"Kenapa kamu jadi mikir begitu Sayang? memang di dunia ini nggak ada manusia yang sempurna, tapi kamu adalah ibu dan istri yang terbaik untuk kami, Kamu adalah ibu dan istri yang luar biasa kamu nggak perlu jadi sempurna kami sangat bahagia dan bangga memiliki kamu," kata Ibram sambil membelai wajah sang istri, Niswa hanya tersenyum mendengarnya wanita itu lalu menoleh agar bisa bertatapan dengan sang suami.
"Mas, kamu jawab jujur ya, selama ini apa kurangnya aku buat kamu?" tanya Niswa tanpa menyebutkan mengapa ia bertanya demikian.
"Kamu nggak punya kekurangan apa-apa buat aku, kamu adalah wanita yang sempurna untuk aku. aku bersyukur pada Tuhan Karena Dia sudah menciptakan kamu, seolah-olah kamu memang tercipta dengan segala yang terbaik khusus untuk aku," kata Ibram sambil menatap kedua mata sang istri dengan begitu lembut, tatapan itu selalu membuat Niswa merasa tenang tapi entah mengapa saat ini Niswa merasakan ada sesuatu yang berbeda.
Namun wanita itu segera menampik semua perasaan mengganjal itu, Niswa berusaha meyakinkan hatinya jika apa yang dia rasakan hanyalah akibat dari kecurigaan yang sedang ia rasakan saat ini, wanita itu tidak sabar menunggu waktu yang sudah wanita misterius itu janjikan untuk mereka bertemu hari ini.
"Terima kasih ya Mas karena kamu sudah mencintai aku dengan begitu luar biasa, cinta kamulah yang membuat hidup aku begitu berharga," kata Niswa sambil mengelus pipi sang suami, wanita itu langsung bangun dari rebahannya.
"Mau ke mana?" tanya Ibram sambil merangkul perut ramping Niswa seolah melarang wanita itu untuk meninggalkan ranjang mereka.
"Mau mandi terus bikin sarapan, pasti sebentar lagi Kama bangun," jawab Niswa sambil memindahkan tangan sang suami yang sedang merangkul perutnya ke atas kasur agar ia bisa menuruni ranjang tempat mereka berada sekarang.
"Kalau gitu ini bareng, ya," sahut Ibram sembari ikut bangun dan menuruni ranjang seperti apa yang sudah istrinya lakukan.
"Tapi janji dulu, cuma mandi ya Nggak ada kegiatan lain!" kata Niswa sembari berjalan menuju kamar mandi yang ada di sudut kamar itu.
"Hem ... kalau itu mas nggak bisa Janji deh!"
***
"Bunda mau pergi?" tanya Kama pada sang ibu yang memang sudah bersiap untuk pergi.
"Iya Sayang, Bunda ada urusan sama tante Febi, Kami mau mengurus tentang badan amal yang kami kelola. kami ada rapat, tapi nggak terlalu lama sih kayaknya nanti siang juga bunda udah pulang," kata Niswa sambil mengelus kepala Sang putra, Ibram yang sedang menyirami tanaman di halaman belakang tersenyum mendengar apa yang Niswa katakan.
Niswa sudah lebih dulu berpamitan pada sang suami tadi mengatakan alasan yang sama seperti yang dia katakan pada Kama, Niswa tidak tahu apakah suaminya itu mengetahui jika ia sedang berbohong atau tidak tapi sepertinya tidak mungkin juga jika wanita terduga selingkuhannya itu mengatakan kepada Ibram jika siang ini ia akan bertemu dengan istrinya.
"Yah ... tapi kan Bunda udah janji kalau hari ini kita mau ngajak Kalila main di rumah kita," kata Kama dengan kecewa, Niswa sekilas menatap sang suami Karena Wanita itu melupakan janjinya itu.
"Kama masih bisa kok ajak Kalila main ke rumah, kan Di rumah ada Ayah. nanti juga Kalila main ke sininya sama suster Rini, soalnya kemarin tante Jihan bilang kalau hari Minggu ini Tante Jihan juga ada urusan di luar. jadi Kalila bisa main sama Abang Kama!" kata Niswa wanita itu mencolek gemas hidung mancung Sang putra yang langsung tertawa ceria mendengar apa yang dia katakan.
"Beneran ayah, aku boleh ajak Kalila main di sini?" tanya Kama pada sang ayah.
"Boleh dong Sayang, asal kamu senang!" jawab Ibram singkat laki-laki itu lalu kembali menyiram tanaman sambil tersenyum melihat tingkah Sang putra.
"Ya udah kalau gitu bunda pamit ya, bentar lagi tante Febi sampai sini dia tadi udah di gerbang depan katanya," ucap Niswa akhirnya Sang putra melepas kepergiannya dengan senyum ceria karena mengetahui Kalila akan tetap bisa bermain di rumahnya.
Niswa mencium dan memeluk Sang putra
lalu mendekati sang suami untuk mencium punggung tangannya, kecupan dan pelukan mesra Ibram berikan pada sang istri sedangkan Niswa menatap laki-laki itu dengan perasaan yang selalu berusaha menguatkan hati untuk menerima kenyataan seburuk apapun yang akan ia terima nanti.
Niswa tidak salah, itu ia keluar dari rumah ternyata mobil Febi sudah berhenti di depan gerbang.
"Gimana, kita berangkat sekarang?" tanya Febi tanpa menuruni mobilnya wanita itu hanya bertatapan dengan sang sahabat dari kaca jendela yang dibukanya.
"Niswa menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, langsung aja deh takutnya macet nanti kita malah telat sampai sana," jawab Niswa, Febi tersenyum mengetahui sahabatnya itu sudah tidak sabar untuk bertemu dengan wanita itu.
"Bunda aku mau ke rumah tante Jihan ya mau ajak Kalila main ke sini," kata Kama yang ternyata mengejar langkah sang ibu keluar dari rumah.
"Halo Tante Febi," sapa Kama pada sahabat sang Ibu sambil melambaikan tangannya.
"Halo sayang," jawab Febi dengan begitu ramah, wanita itu juga sangat menyayangi putra sahabatnya itu.
"Aku antar Kama ke rumah Jihan sebentar ya Feb," kata Niswa, Febi menganggukkan kepala wanita itu tetap menatap Niswa dan Kama yang berjalan menyeberangi jalan menuju rumah tetangga mereka itu.
Belum juga Niswa mengetuk pintu rumah Jihan tapi pintu rumah itu sudah terbuka.
"Eh abang Kama, baru aja suster Rini mau ajak Kalila ke rumah Bang Kama," kata suster Rini yang sedang menggendong Kalila, sepertinya Jihan sudah mengatakan pada pengasuh putrinya itu untuk mengajak Kalila bermain di rumah Niswa hari ini.
"Ya udah kalau gitu Kama sama suster Rini ya, bunda mau berangkat dulu tuh tante Febi udah nungguin," kata Niswa pada Sang putra.
"Aku titip sama ya, sust," ucap Niswa pada pengasuh Kalila itu.
"Iya Bu," jawab suster ini dengan Senyum manisnya.
Niswa langsung meninggalkan Kama bersama suster Rini, sementara dia berjalan menuju mobil Febi dan langsung menaiki mobil itu, tanpa banyak bicara Febi langsung mengendarai mobilnya menuju sebuah restoran yang wanita misterius itu janjikan.
Beruntung jalanan tidak terlalu macet hingga mereka sampai di tempat itu pada waktu yang tepat.
"Dia yang mana?" kata Febi melihat sudah banyak pengunjung yang ada di restoran itu.
"Aku coba telepon deh," kata Niswa dengan begitu tenang padahal hatinya begitu berdebar-debar saat ini, Niswa mengambil ponselnya untuk menelepon nomor misterius itu.
Nada panggilan terdengar saat Niswa mencoba menghubungi nomor misterius itu tetapi yang terdengar malah sebuah panggilan untuknya.
"Mbak Niswa aku di sini!"
Niswa dan Feby tercengang melihat seorang wanita yang sedang melambaikan tangannya untuk memanggil Niswa.