Bab 6. Ketakutan Ava

1574 Kata
Tatapan pria di hadapannya nampak dingin padanya, tidak sehangat Tristan yang dulu dikenalnya. Hingga membuatnya merasa ragu tentang dugaannya. "Lex, ini kakak sepupuku yang sering aku ceritakan padamu," tutur Anna mendongakkan wajahnya menatap kekasihnya itu dari samping. Pria itu pun sibuk menatap Ava hingga tidak mendengar apa yang dikatakan Anna. Kepalanya mendadak terasa berdenyut ketika melihat tatapan mata Ava yang meneduhkan meskipun raut wajah wanita di hadapannya itu nampak sendu. "Kenapa aku merasa seperti tidak asing saat melihatnya?" batinnya bergumam. Anna menatap kekasihnya itu dan Ava bergantian. "Lex," tegurnya pada sang kekasih. "Hum?" sahut pria itu yang tersadar dari lamunannya. "Mama!" panggil Ethan yang berlari menghampiri Ava dan berhasil memecah lamunan Ava saat menatap kekasih dari adik sepupunya itu tanpa berkedip. Ava menoleh dan tersenyum manis pada putranya, kemudian memeluknya. "Senyumannya ... aku sungguh merasa seperti tidak asing saat melihat senyumnya. Apa dia adalah salah satu bagian dari memoriku yang hilang?" batin pria itu lagi. "Son? Kenapa kau belum tidur? Besok pagi sudah waktunya kita untuk pulang. Kau jangan tidur terlalu larut," ucap Ava sambil menangkup wajah mungil Ethan setelah mengurai pelukan putranya. Ethan mengangguk dengan sedih, dia tahu bahwa besok dia harus kembali ke Oxford. Meskipun hatinya ingin tetap tinggal bersama keluarga besar mamanya itu, namun dia juga tidak bisa terlalu lama berada jauh dari sang mama. Dia sangat merindukannya walaupun hanya berpisah selama empat hari. "Tapi aku ingin tidur bersama Mama," rengek Ethan penuh harap. Ava kembali mengulas senyumnya yang nampak getir, membuat hati pria itu bergetar saat melihatnya. "Ayo, kita pergi ke kamar!" ajak Ava pada Ethan. Ava yang semula berlutut di hadapan Ethan, akhirnya berdiri dan menggenggam tangan mungil Ethan. "Kau mau ke mana, Kak?" tanya Anna yang nampak sedikit kecewa, karena Ava terlihat enggan untuk sekedar berkenalan dengan kekasihnya. "Maaf, Anna. Aku harus menidurkan Ethan terlebih dahulu," jawabnya kembali mengulas senyum. Namun, kali ini senyumannya nampak sangat dipaksakan. "Baiklah, Kak. Nanti setelah Ethan tertidur, kembalilah ke sini, Kak. Masih banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu," balas Anna tersenyum manis. Ava hanya mengangguk, dan pergi melewati Anna dan kekasihnya. Namun, Ava melirik kepada pasangan itu sambil berusaha mengulas senyumnya dan mengangguk kecil. Tanpa sengaja, Ava melihat tanda lahir yang ada di leher kekasih Anna itu, dan membuat langkah kakinya terhenti. Dipandanginya tanda lahir berbentuk segitiga berwarna coklat muda itu. Bentuk dan warna tanda lahir itu sama persis dengan tanda lahir milik Tristan. "Tanda lahir itu sama persis dengan milik Tristan," batinnya dengan jantungnya yang berdegup kencang. "Ya Tuhan, apa dia adalah orang yang sama? Tapi kenapa dia terlihat seperti tidak mengenalku? Tatapannya juga bukan tatapan yang selalu Tristan berikan untukku seperti dulu... dan, kenapa dia bisa bersama Anna sekarang?" "Kak!" tegur Anna saat melihat tatapan aneh dari Ava pada kekasihnya. "Hum?" sahut Ava yang tersadar dari lamunannya. "Kau kenapa?" tanya Anna. Ava hanya menggeleng sambil tetap berusaha mengulas senyum, namun kedua matanya nampak berembun. "Maaf, aku permisi," ucapnya yang dengan cepat bergegas meninggalkan Anna dan kekasihnya yang masih setia menatapnya penuh kebingungan. "Lex, apa kau pernah mengenal Kak Anna sebelumnya?" tanya Anna setelah kepergian Ava, yang langsung dijawabnya dengan gelengan kepala. "Aku juga tidak tahu aku pernah mengenalnya atau tidak. Kau kan tahu, aku belum bisa mengingat apa pun tentang masa laluku," jawabnya dengan dingin. Seperti biasanya, Anna hanya menghela napas pelan saat menghadapi sikap dingin pria yang dia nggak kekasihnya itu. "Tapi rasanya tidak mungkin Alexander mengenalnya. Dia kan warga negara Perancis. Kak Ava pun tinggal di Oxford beberapa tahun belakangan ini. Dia hanya pernah tinggal di Paris selama satu bulan untuk persiapan kontes balet sampai akhirnya dia mengalami cedera," gerutu Anna dalam batinnya. Sementara itu, saat tiba di dalam kamar, Ava menitikkan air matanya yang sudah tak sanggup lagi dibendungnya, "Mama kenapa?" tanya Ethan saat menyadari sang mama menangis. Ava segera menghapus air matanya dan menggeleng cepat. "Tidak apa, Son. Mata Mama hanya sedang sedikit iritasi," jawabnya tersenyum getir. "Mama ... kenapa Uncle yang tadi mirip sekali dengan foto Papa yang pernah Mama tunjukkan padaku?" tanya Ethan dengan polosnya yang membuat kedua mata Ava kembali mengembun. "Maaf, Son, Mama ke toilet sebentar. Kau tidurlah, besok pagi-pagi sekali kita harus pulang ke Oxford," jawab Ava yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Ethan. Ethan tak ada pilihan selain menuruti perkataan mamanya. Bocah tampan itu hanya berjalan menuju walk in closet dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, kemudian membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Di dalam toilet, Ava menumpahkan tangisnya sambil menutup mulutnya agar Ethan tidak mendengar suara isak tangisnya. "Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Bahkan Ethan pun menyadari hal yang sama denganku," gerutunya dalam batin di bawah guyuran air shower yang menyala. "Aku harus bagaimana jika dia benar-benar Tristan, sedangkan sekarang dia sudah menjalin hubungan dengan Anna." Di taman belakang mansion, Jeanice yang tengah mencari Ava dan Ethan pun menghampiri Anna. "Anna, apa kau melihat Ava dan Ethan?" tanyanya dengan raut wajah cemas. "Tadi Kak Ava dan Ethan naik ke kamarnya, Aunty," jawab Anna dengan senyuman yang ramah. "Oh, thank you, Anna," ucap Jeanice tersenyum, kemudian bergegas menyusul putri dan cucunya ke kamar. Ketika tiba di kamar Ava, Jeanice tidak mendengar sahutan dari dalam setelah dia mengetuk-ngetuk pintunya beberapa kali. Akhirnya dia pun membuka pintunya yang ternyata tidak dikunci, dan mendapati Ethan yang sudah terlelap di atas tempat tidur. "Di mana Ava?" gumamnya sambil menelusuri pandangannya ke sekeliling, mencari keberadaan putrinya itu. Terdengar sayup-sayup suara gemericik air dari dalam toilet, Jeanice pun duduk di tepi tempat tidur sambil tersenyum memandang lekat cucu semata wayangnya. "Mom?" panggil Ava yang tengah berjalan menuju walk in closet saat menyadari kehadiran Jeanice di kamarnya. Wanita cantik beranak satu itu hanya mengenakan bathrobe berwarna putih dan sebuah handuk kecil yang dipakai untuk menutupi rambutnya yang basah. Jeanice yang menyadari mata Ava yang nampak sembab pun segera menghampirinya, lalu menangkup wajahnya. "Ada apa denganmu, Sweetheart?" tanyanya. Ava hanya menggeleng, namun air matanya jatuh tak tertahan, lantas berhambur memeluknya. "Hei, why?" Jeanice semakin cemas mendengar isak tangis Ava yang pecah dan memenuhi ruangan itu. Namun, hingga tangisnya mereda, tak ada jawaban apa pun dari Ava. "Mom, apa Daddy ada di bawah?" tanya Ava yang akhirnya mengeluarkan suaranya. "Daddy-mu dan Theo masih di Jepang. Mereka baru akan kembali besok siang," jawab Jeanice. "Baiklah, aku harus ke bawah untuk memastikan sesuatu, tolong jaga Ethan sebentar untukku, Mom," ucap Ava sambil menghapus air matanya. "Sesuatu? Tentang apa itu?" tanya Jeanice lagi yang semakin penasaran tentang apa yang terjadi pada putrinya itu. Alih-alih menjawabnya, Ava bergegas pergi mengganti pakaiannya dengan sebuah dress bermotif bunga kecil berwarna krem dan rambutnya yang di kuncir seperti ekor kuda, kemudian keluar dari kamarnya itu, dan pergi ke taman mansion di mana anggota keluarganya masih berkumpul di sana. Ava bersembunyi di balik dinding dan menyapu pandangannya untuk mencari keberadaan pria itu. Saat di dalam toilet tadi, dirinya memutuskan untuk memastikan tentang identitas pria itu. Dia harus bertanya langsung padanya. "Di mana dia?" gumam Ava ketika tak mendapati keberadaan pria itu. Dari kejauhan, terlihat hanya ada Anna yang tengah bercanda gurau dengan Leo dan Lucas. Akhirnya Ava memutuskan untuk mencarinya ke toilet. Mendengar suara air keran yang mengalir di wastafel dari dalam toilet itu, Ava memutuskan untuk menunggu siapa orang yang ada di dalamnya. Ketika pintu toilet terbuka, sesuai dugaannya, sosok pria yang sangat mirip dengan Tristan itulah yang ada di dalam toilet tadi. Pria tersebut mengernyitkan dahi saat menatap Ava dan menatapnya dengan tatapan dingin. Tanpa berkata apa pun, Ava mendorong tubuh atletis itu kembali masuk ke dalam toilet itu, dan mengunci pintunya. "Hei!" tegur pria itu dengan tatapan tak suka pada Ava. "Kau Tristan, 'kan?" tanya Ava to the point. "Ya! Namaku lengkap ku memang Tristan Alexander Edwards!" jawabnya jujur. "Tapi, bagaimana kau bisa tahu nama depanku? Bukankah tadi Anna hanya memperkenalkanku dengan nama Alexander Edwards?" Tristan mulai mencecarnya. Ava tersenyum miring, "Apa maksudmu melakukan ini? Kenapa kau bersikap seolah-olah tidak mengenalku, huh?" Tristan semakin mengernyitkan dahinya, dia sungguh tak mengerti apa yang dimaksud Ava. "Apa maksudmu?" tanyanya. "Kau sudah menghancurkan hidupku, dan sekarang kau berpura-pura tidak mengenalku? Benar kata Daddy, kau sungguh hanya laki-laki b*rengsek, Tristan!" jeritnya dalam batin. Ava tertawa sumbang, "Kau yakin kau tidak mengenalku?" "Aku hanya tahu kau itu adalah kakak sepupu Anna," jawab Tristan tanpa tersirat kebohongan pada sorot matanya. Wajah Ava seketika berubah menjadi merah padam dengan napas yang memburu karena amarahnya yang tengah bergejolak. Kedua tangannya yang menggantung di kedua belah sisi pahanya pun mengepal dengan kuat. Tristan yang semakin tak paham dengan raut wajah Ava, semakin menatapnya penuh kebingungan. "Mengapa kau menatapku seperti itu? Apa kau pernah mengenalku di masa lalu?" Baru saja Ava ingin menjawabnya, mendadak terdengar suara ketukan high heels yang beradu dengan lantai, dan suara panggilan dari Anna. "Lex! Apa kau di dalam?" tanya Anna lembut setelah mengetuk pintunya dengan pelan. Kedua mata Ava pun terbelalak mendengar suara Anna. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tercekat di tenggorokan, rasanya seperti orang yang baru saja tertangkap basah sedang berselingkuh dengan kekasih orang lain. Terlebih tempat dia dan Tristan berada sekarang adalah toilet. Sudah pasti Anna akan salah paham pada mereka berdua. "Iya, aku di sini!" sahut Tristan. Ava menatapnya dengan tatapan memohon penuh harap sambil menggelengkan kepala, berharap Tristan tak mengatakan jika dirinya ada di dalam toilet itu juga. "Aku tadi mendengar kau berbicara dengan seseorang, apa kau sedang menelepon seseorang?" tanya Anna yang terdengar sedang mencurigainya. Tristan menatap lekat kedua mata Ava yang nampak ketakutan. Ava terlihat semakin memohon padanya sambil menggelengkan kepalanya dan mengucap kata 'tolong' dengan gerakan bibir tanpa suara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN