“Bohong.” Kata Affa. “Terserah Mbaknya. Tapi, Mbak, sebagai teman dan sebagai perempuan, nyong cuma mau bilang kalau ada apa-apa itu sebaiknya diungkapkan saja, Mbak. Ndak usah dipendam-pendam. Nanti jadi penyakit.” Kata Syahla. Kali ini, Affa tidak menyela. Dia memilih untuk mendengarkan saja apa yang diucapkan oleh Syahla. Ini adalah kali pertama dirinya merasa memiliki teman yang mengerti dirinya. Tanpa diucapkan ternyata Syahla sudah bisa membaca situasinya. Affa tidak tahu mengapa diantara banyaknya teman-temannya, Syahlalah yang justru memahaminya. Padahal dia sangat tidak menyukai Syahla sedikitpun. “Kalau ndak bisa diungkapin juga, Mbak bisa pakai cara menangis, Mbak. Menangis memang ndak menjamin kalau masalah yang ada pada diri kita akan selesai, namun Mbak, menan