Tuan Muda dan Upik Abu - 14

1154 Kata
Handoko segera masuk ke dalam mobil setelah Sajid datang dan berlari membukakan pintu untuknya. Sosok tuan besar itu bersiap untuk memulai aktivitasnya hari ini. Seperti biasa, ada beberapa ajudan yang berbaris rapi di belakangnya. Sesaat setelah Handoko masuk ke dalam mobil, mereka juga bergegas masuk ke mobil di belakangnya untuk mengawal perjalanan sang tuan besar. “Kenapa kamu terlambat?” tanya Handoko yang duduk di bangku belakang. Sajid tersenyum canggung. “M-maat Tuan, saya tadi ketiduran setelah selesai membersihkan mobiil.” Handoko memerhatikan Sajid perlahan. Akhir-akhir ini sopir kepercayaannya itu terlihat lesu. Tatatapan matanya juga seperti tak ber-gai-rah seperti biasanya. “Kamu sakit, tah?” tanya Handoko. Sajid melirik tuan besar sekaligus temannya itu dari pantulan kaca di depannya. “Ndak Tuan. Saya hanya kurang tidur. Kemarin rumah saya kebanjiran. Jadinya saya ndak tidur karena harus membereskannya.” Handoko menghela napas panjang. Sebenarnya dia sudah pernah menwari Sajid untuk tinggal di kediamannya saja. Toh, para pekerja di kediaman Sanjaya memang mempunyai tempat tinggal khusus yang terletak di seberang danau mini buatan yang ada di taman belakang. “Lah, kamu saya suruh pindah ke rumah saya malah nolak.,” sergah Handoko. Sajid tidak lagi menjawab. Dia meremas setir mobil itu lebih kuat sembari menahan perasaannya sendiri. Ia menahan diri untuk secuil harga diri. Bagaimanapun juga Sajid tidak ingin terlihat menyedihkan di mata Handoko. Meskipun sepertinya … Handoko memang selalu memandangnya seperti itu. Mobil terus melaju. “Bagaimana dengan tawaran pindah sekolah itu? Apa kamu juga menolaknya?” Handoko kembali bersuara. “S-saya sudah membicarakannya dengan Aya dan dia mengatakan akan memikirkannya,” jawab Sajid. “Baguslah … jangan sia-siakan kesempatan ini. Lihatlah sekarang … kamu bahkan sudah mulai sakit-sakitan. Jangan tersinggung dengan perkataan saya, tapi saya memang selalu blak-blak-an seperti ini. Kamu tahu sendiri bukan?” Sajid tersenyum. “Iya. Saya tahu.” “Karena itu … kamu harus berpikir realistis. Dan sebagai teman kamu … hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membantu kamu,” jelas Handoko lagi. Sajid mengangguk-anggukkan kepala. “Terima kasih, Tuan… nanti saya akan membicarakannya lagi dengan putri saja. Oh iya, saya juga mau bertanya … nama SMA-nya apa Tuan? Kemarin itu Aya bertanya … tapi saya ndak tahu.” Handoko melotot. “Kamu sudah bekerja dengan saya sejak lama… tapi kamu tidak tahu nama yayasan dan sekolah yang saya dirikan?” Glek. “M-maafkan saya Tuan.” “SMA Sanjaya! Mungkin putri kamu juga mengetahui SMA itu.” “Baik Tuan.” Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh lima menit, akhirnya mobil itu berhenti di depan teras gedung perkantoran SG alias Sanjaya Group yang menjulang tinggi. Seorang staf yang berdiri di luar langsung membukakan pintu untuk Handoko. Tapi sebelum keluar, dia kembali bersuara. “Hari ini kamu tidak usah menjemput saya!” Eh. Sajid sedikit kaget. “Kenapa Tuan?” “Kamu boleh pulang lebih cepat dan beristirahat.” Blam. Sajid masih termangu, sementara Handoko sudah keluar dan pintu mobil itu pun sudah ditutup lagi. Sajid mengembuskan napas panjang. Ada garis lengkung yang perlahan terbentuk di wajahnya. Kondisi fisiknya memang terasa sangat lemah. Akhir tahun memang identik dengan musim hujan yang berkepanjangan. Dan selama itu juga Sajid sering kehujanan tatkala pulang di malam hari. Sajid tersenyum lagi. “Dia masih belum berubah. Selalu terlihat kasar, tapi juga peduli dalam waktu yang bersamaan.” . . . “Kita mau ke mana?” tanya Riski saat dia ditarik paksa oleh Alfian menuju parkiran mobilnya. “Udah lo diem aja dan jangan banyak tanya!” Riski memutar bola matanya malas. Apalagi yang akan dilakukan tuan muda gabut itu hari ini? Alfian segera membawa mobilnya keluar dari pekarangan sekolah dan kemudian menghentikan mobil itu di tepi jalan. “Loh … ngapain berenti di sini?” Alfian tidak menjawab. Matanya fokus tertuju pada gerbang sekolah di depan sana. “Lo nungguin siapa?” tanya Riski lagi. Alfian tetap tidak mengacuhkan pertanyaan kacungnya itu. “Yeyeye … gue diem deh! Percuma yekan, buang-buang air liur. Terserah lo dah! Mending gue molor.” Riski menatap kesal, lalu perlahan menutup matanya. Tapi saat itu juga Alfian menyalakan mobilnya lagi dan membuat Riski terkejut. “BUSET! Lo ngapain, sih?” bentak Riski. Alfian menatap ke depan sana dengan tatapan mata tajam. Riski pun akhirnya juga menatap ke depan sana. Terlihat sosok Rahma yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan berdiri di sana untuk menanti angkotan umum yang lewat. Deg. Riski melotot. “Lo mau ngikutin Bu Rahma?” “Iya.” “Lo nggak punta rencana yang aneh-aneh, kan … lo nggak berencana buat menab-rak Bu Rahma atau semacamnya, kan?” Riski bergidik ngeri. Karena ia tahu betul watak Alfian yang bisa menggila saat ada yang berani menentangnya. “Gue cuma mau tahu latar belakangnya dan gue bakalan bermain-main dengan itu.” Alfian tersenyum penuh arti. “J-jadi sekarang kita akan menyelidiki latar belakang Bu Rahma, gitu?” “Iya. Gue pengen tahu siapa adiknya dan ngebales semua ke adiknya itu.” Riski mengerutkan kening. “Adiknya? Bu Rahma punya adik?” “Iya. Dia punya adik perempuan yang sama menyebalkannya dengan dia,” jawab Alfian. Riski mengangguk tanda mengerti. “Dia udah masuk ke angkot tuh!” teriaknya kemudian. Alfian pun mulai melajukan mobilnya mengikuti Rahma. Sepanjang jalan saat mengikuti Rahma, sepanjang itu juga Alfian tidak henti-henti menatap geram. Dia sepertinya memang sangat dendam kepada sosok guru muda itu. Sosok guru muda yang awalnya hendak ia permainkan, tapi ternyata Rahma menolaknya. Masih teringat jelas di benak Alfian saat Rahma pertama kali masuk ke kelasnya. Kala itu semua murid lelaki menjadi heboh karena Rahma memang sangat cantik. Sosok guru bertubuh mungil dengan senyum yang cantik itu membuat para siswa beramai-ramai untuk mencari perhatiannya saat itu. Termasuk Alfian. Ya, Alfian cukup berani untuk menggoa guru-guru muda di sekolahnya. Terakhir kali sebelum Rahma muncul, Alfian pernah terlibat skandal dengan seorang guru muda. Foto Alfian yang sedang ber-ciu-man di dalam mobil bersama guru itu tersebar luas dan membuat kehebohan. Foto itu sendiri diambil oleh Alfian secara diam-diam. Dan… Dia juga yang sudah menyebarkannya. Alasannya adalah karena sang guru tidak mau lagi menjadi pelampiasan naf-su darah muda sosok tuan muda yang sedang menggebu-gebu itu. Semua menjadi sangat kacau. Tapi pada akhirnya sang guru itulah satu-satunya yang menjadi oknum dalam skandal itu. Entah bagaimana ceritanya, sang guru tiba-tiba mengakui bahwa dia lah yang sudah menggoda Alfian. Sang guru juga dipecat dari sekolah dan hingga saat ini tidak tahu lagi di mana keberadaannya sekarang. Dan Alfian … juga ingin melakukan hal yang sama kepada Rahma, tapi sosok itu menolaknya. Itulah penyebab titik konflik yang tidak berkesudahan itu. Mobil terus melaju. Di depan sana terlihat Rahma sudah turun dari angkutan umum dan berjalan memasuki sebuah gang kecil. Alfian pun segera mengikutinya lagi. Laju mobil itu sangat lambat. Hingga akhirnya dia melihat Rahma memasuki sebuah rumah sederhana dengan halaman yang sangat sempit. “Itu rumahnya,” bisik Riski. Alfian menyeringai jahat. “Jadi dia tinggal di sini ….” . . . Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN