KONDE CEPOL DI KAMAR MANDI

1059 Kata
Awalnya Gita tak menyadari hal itu adalah awal bencana bagi rumah tangga serta dirinya pribadi. Dan bisa jadi juga buat keluarga besarnya yaitu keluarga kedua orang tua dirinya dan Rusdi. “Ini apa ya?” kata Gita melihat ada gulungan rambut di kamar mandi saat dia hendak buang air kecil dan bersiap ambil wudhu untuk shalat subuh dini hari itu. Seperti tadi dikatakan mereka telah lima hari pindah ke rumah baru yang mereka bangun sebelum menikah. Rumah impian mereka. “Kok aneh ya di kamar mandi ada gulungan rambut seperti konde. Sedangkan aku dan A’a rambutnya enggak rontok-rontok banget. Tapi ini kok gulungan rambutnya banyak? Sebesar konde cepol yang biasa dipasang buat anak-anak nari.” Gita terus memperhatikan gulungan rambut itu dengan saksama. Kamar mandi ini berada di dalam kamar tidurnya. Penghuni rumah hanya dia dan suaminya. Tentu wajar bila dia bingung. Kalau suaminya yang bawa, kapan? Masa dia tidak tahu. ‘Rambut siapa ya? Kamar mandi ini ada di dalam kamarku, bukan kamar mandi luar,’ pikir Gita bingung. ‘Kalau pun kamar mandi di luar juga masa A’a bawa? Buat apa rambut ini A’a bawa?’ pikir Gita. Rambut Gita hanya panjang se bahu, tentu tidak panjang dan bentuknya ikal. Gita penasaran dengan konde tersebut. Dia tarik satu rambut yang terurai tapi ternyata rambut itu panjaaaaaaaaaaang sekali. Panjang dan lurus! Tentu Gita bingung karena tak mungkin rambut suaminya akan rontok membentuk cepolan konde seperti ini. Dan panjang rambut Rusdi tentu sangat pendek seperti potongan rambut laki-laki dewasa pada umumnya. “Rambut siapa ini?” tanya Gita bergumam sendirian. Tak ingin bingung sendirian, Gita membangunkan suaminya dengan paksa tak lembut seperti biasa. Gita pun memberitahu Rusdi suaminya. “A’a coba lihat, kita hanya berdua. Kok ada konde rambut di kamar mandi. Apa A’a bawa? Kapan A? Buat apa?” Gita langsung menggeret Rusdi ke kamar mandi dan menunjukkan benda yang dia maksud. Gita memberondong Rusdi dengan rentetan pertanyaan. Dia memang biasa membangunkan suaminya untuk shalat subuh. Tapi tentu bukan asal geret seperti pagi ini. “Bagaimana mungkin ada konde?” tanya Rusdi yang masih bingung bangun tidur langsung diseret istrinya. Biasanya Gita membangunkan dirinya dengan lembut hingga dia benar-benar terjaga. Bukan asal geret seperti pagi ini. “Lha ini lihat,” kata Gita sambil menunjuk gulungan rambut itu. Rusdi melihat benda yang ditunjuk oleh Gita dengan mata terbelalak tak percaya. Kalau Gita bertanya pada dirinya, artinya bukan istri tercintanya yang bawa. Sedang dia sama sekali merasa tak membawa cepol konde tersebut. Buat apa cepol konde untuk dirinya? Rusdi melihat gulungan rambut sebesar kepal tangan laki-laki dewasa persis seperti konde cepol untuk Ibu-Ibu. “Tadi ada satu yang aku tarik karena penasaran A’. Lihat deh. Panjang banget dan lurus. Aku tadi cuma pengen buktiin ini rambut aku atau bukan,” Gita memperlihatkan satu rambut lurus panjang yang tadi dia tarik. “Kok bisa ada seperti itu Yank?” tanya Rusdi memperhatikan dengan pikiran berkecamuk. Jelas rambut itu bukan milik istrinya karena rambut istrinya tak sepanjang itu dan berombak atau ikal. Bukan lurus. “Padahal rambutmu kan ikal dan se bahu. Dan juga rambut kita enggak rontok kan?” Rusdi memperhatikan rambut lurus yang panjangnya lebih dari lima kali panjang rambut istrinya. “Aku pikir A’a yang bawa ke sini, makanya aku tanya. Karena aku enggak merasa bawa,” cetus Gita. “Apa aku kurang kerjaan bawa konde? Kalau begitu jangan dipegang lagi. Itu berarti bahaya. Enggak ada orang kok bisa ada benda di kamar mandi,” Rusdi pun mengambil sapu lidi dan serok di dapur. Dia masukkan benda itu ke plastik. Dia ikat rapat. Lalu plastiknya di dobel dua dengan platik lainnya dan kembali dia ikat rapat agar tak bisa dibawa-bawa kucing atau anjing yang suka korek-korek tempat sampah. Plastik itu Rusdi buang ke tempat sampah di luar pagar rumahnya. Sehabis itu Rusdi dan Gita bekerja seperti biasa. Tidak ada kejadian aneh di kantor mau pun di rumah sampai malam tiba. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kamu siang ini jadi masak saja? Enggak ke yayasan?” tanya Rusdi pada istrinya yang pagi ini belum bersiap dengan baju kerja. Tak ada kejadian aneh sejak kemarin pagi hingga pagi ini. Rusdi dan Gita merasa kejadian kemarin hanya kebetulan dan tak mereka pikir lagi. “Enggak, aku mau di rumah saja. Karena aku siang mau masak dan sore mau ke rumah Ambu buat makan malam di sana. Jadi aku mau masak saja,” kata Gita. Istri ketua yayasan mah gampang atur waktu kerja. Tak perlu repot izin. Yang penting hari itu dia tak punya janji dengan siapa pun. “Ya sudah, jadi A’a pulang kerja langsung ke rumah Ambu saja ya,” kata Rusdi tak keberatan dengan kegiatan istrinya yang sudah minta izin sejak tiga hari lalu. “Boleh begitu, berarti aku berangkatnya naik taksi saja. Jadi kita bisa pulang bareng,” jawab Gita. Dia juga tak keberatan tidak membawa mobil untuk ke rumah Ambu. “Kamu jadi repot kalau harus naik taksi,” Rusdi kasihan kalau istrinya jadi repot. “Repot apanya? Mesan taksi enggak perlu teriak-teriak atau cari ke ujung jalan kan? Tinggal pesan lewat ponsel saja. Kalau aku bawa mobil, maka kita pulang sendiri-sendiri. Enggak pantas kan?” jawab Gita santai. “Iya sih. Oke begitu saja, aku pulang kerja langsung ke rumah ambu,” akhirnya Rusdi pun pasrah pada keadaan. “Assalamu’alaykum,” Rusdi mencium kening juga puncak kepala istrinya kemudian mengulurkan tangannya seperti biasa pada Gita. “Wa’alaykum salam,” balas Gita sesudah mencium punggung tangan suaminya. Rusdi langsung berangkat kerja diantar Gita hingga pagar rumah sekalian Gita mengunci pagar. Dia akan sibuk di dapur, takut ada orang masuk dia tak tahu. Rusdi berangkat kerja dengan tenang tanpa mengira akan terjadi sesuatu di rumahnya sehabis dia pergi kerja. Gita bukan orang yang penakut, dia terbiasa juga sendirian di kost. Enam tahun dia tinggal sendiri di kamar kost Jakarta dan Bandung. Dia tak takut dan terbiasa sendirian baik siang mau pun malam. Sampai tiba-tiba dia mencium ada sesuatu yang tidak beres di dapurnya. Dan baru kali ini Gita merasakan suatu hal yang belum pernah dia rasa sebelumnya padahal saat itu baru pukul 10.12 pagi. Gita merasakan bulu tengkuknya merinding saat dia baru saja menutup pintu depan ruang tamu setelah mengunci pagar. Gita belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Dia sering sendirian malam-malam di rumah orang tuanya juga di rumah mertuanya. Tapi perasaan ini belum pernah dia alami sebelumnya. Masa dia merinding siang-siang?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN