Kemarahan Nalini nyatanya bukan sekedar merajuk seperti biasanya. Bertahun-tahun berteman layaknya saudara baru kali ini Lini semarah itu sampai memblokir nomor Deva. Bukan berarti pertemanan mereka selama ini selalu adem ayem. Tak jarang kok mereka bertengkar, tapi hanya sehari dua hari sudah akur lagi.
Ok, Deva akui keputusannya semalam membawa Leora pulang memang terlalu gegabah. Bukan, bukan cuma membawa pulang, tapi mereka juga sempat b******u panas dan tidur seranjang. Masalahnya yang b******n itu Faris. Dia tidak mungkin setega itu meninggalkan Leora yang teler di night club. Terlebih setelah menyaksikan sendiri setoxic apa keluarga Wiryamanta memperlakukan Leora.
Namun, di lain sisi Deva merasa bersalah ke Nalini. Wajar kalau dia semarah itu, karena sudah berkorban banyak membantunya untuk balas dendam. Dan setelah sejauh ini usaha mereka mencari posisi penting di Golden Grove, justru dirinya yang blunder dengan melibatkan diri dalam permasalahan Leora dan keluarganya.
“Besok harus selesai, karena pagi kita bakal meeting untuk pembahasan lebih lanjut dengan pimpinan!” titah Leora usai mereka berdiskusi hampir satu jam di ruang kerjanya.
“Ok,” angguknya membereskan berkas dan ipadnya. Itu berarti harus lembur lagi. Padahal niatnya pulang kerja dia akan menemui Nalini buat minta maaf. Terutama soal di lift tadi.
“Kalau begitu saya permisi dulu, Bu!” pamit Deva beranjak bangun dari duduknya.
“Dev ….”
Sialnya panggilan lirih itu menyulut desir panas yang mengingatkan Deva akan desahan Leora semalam. Dia menoleh menatap wanita berwajah ayu yang duduk dengan raut bersalahnya.
“Iya …, ada yang perlu disampaikan lagi, Bu?” tanyanya formal seperti biasanya.
“Terima kasih tadi pagi kalian sudah menolongku saat di lift. Tapi, tidak seharusnya kalian melibatkan diri dalam urusanku,” ucapnya terlihat benar-benar sungkan sekaligus malu sudah ribut di depan Deva dan Nalini.
“Tidak apa, yang penting mereka berhenti menuduh.”
Terlihat ragu, akhirnya Leora melontarkan juga pertanyaannya. “Kamu yang meminta Nalini mengaku?”
“Iya.” Deva terpaksa mengangguk.
“Kenapa harus gitu? Itu justru membuatku semakin tidak enak hati ke Nalini. Aku yang bikin ulah, dia yang direpotkan sampai harus memintanya berbohong di depan papa dan kakakku,” lontar Leora.
Deva bingung. Iya, kenapa juga tadi dia meminta Nalini mengaku? Dirinya yang ceroboh cari masalah, malah menyeret Lini untuk membereskan gaduhnya.
“Tadi hanya spontan karena mereka terus memojokkan Anda. Kalau saya yang mengaku, permasalahannya akan lebih ruwet lagi. Soal Nalini nanti biar saya yang bicara dengannya.”
Deva pun langsung beranjak keluar dari sana. Satu jam berduaan dengan Leora sudah cukup membuat jantungnya kelicatan. Padahal mereka hanya membahas soal kerjaan dan bersikap formal seperti biasanya. Apa daya mata dan otak Deva tidak bisa diajak kerjasama. Sintingnya lagi tubuhnya terus bereaksi hingga rasanya berdenyut tak karuan. Sialan, bukan?!
Begitu kebetulan saat membuka pintu sosok pria yang pernah beberapa kali dilihatnya mesra dengan Leora itu berdiri di sana. Mendecih pelan, Deva hanya menggeram kesal ketika dengan tidak sopannya mantan Leora itu nyelonong masuk dan menyenggol berkasnya hingga jatuh.
“Siapa yang mengizinkan kamu masuk?! Keluar!”
Hanya itu yang Deva sempat dengar ketika menutup pintu dan kembali ke ruangannya. Sementara Leora yang duduk di meja kerjanya menatap sinis pria yang hampir tiga tahun menyandang status sebagai pacarnya itu. Dua hari yang lalu hubungan mereka hancur berantakan setelah dia memergokinya makan malam dengan wanita lain.
“Ayo kita bicara! Jangan kekanakan begini, Leora! Kamu tidak tahu sepanik apa aku semalam, saat teman dan juga papamu menelpon menanyakan apakah kamu datang mencariku! Bisa-bisanya kamu sampai mabuk di night club. Kemana kamu menghilang semalam?” cecar mantan Leora itu terlihat marah, tapi Leora justru tertawa sinis.
“Siapa kamu sok peduli!”
“Leora!”
“Apa perlu aku ingatkan kita hanya mantan?!” lontar Leora.
“Aku tidak pernah mengiyakan keinginanmu untuk putus!” sanggah Gading
“Dan aku tidak butuh persetujuanmu! Kita sudah tidak punya hubungan, jadi jangan seenaknya nyelonong masuk kesini tanpa seizinku! Sekali lagi kamu lancang, aku akan memanggil security untuk menyeretmu keluar!” tegas Leora dengan tatapan lekatnya.
Bohong kalau dia tidak sakit hati, karena tiga tahun bukan waktu sebentar mereka pacaran. Gading bukan cuma ganteng, tapi juga baik, perhatian, dan selalu ada saat dia terpuruk karena kondisi keluarganya yang tak harmonis. Siapa sangka pria ini diam-diam justru memainkan drama pengkhianatan yang kemudian dipergoki sendiri oleh Leora.
“Jangan seperti ini, Leora! Aku sudah bilang semua tidak seperti yang kamu lihat. Aku mengajaknya keluar makan untuk memberi penegasan ke Lyla, kalau aku tidak bisa melanjutkan perjodohan dari orang tua kami!” jelasnya membela diri.
“Kamu pikir aku percaya?! Kalian bahkan sudah tujuh bulan bertunangan dan kamu bohong ke orang tuamu sudah tidak berhubungan lagi denganku. Setelah kepergok kamu beralasan dinner romantis karena ingin mengakhirinya. Apa aku terlihat segoblok itu?!” balasnya kasar melempar ponselnya untuk menunjukkan chat dari tunangan Gading.
Dia juga tidak tahu darimana wanita itu mendapatkan nomor teleponnya, tapi isi chat wanita bernama Lyla yang memaki seolah dirinya jadi pihak ketiga di pertunangan mereka membuat Leora naik pitam. Dia juga korban dari pria k*****t ini, tapi malah dianggap pelakor.
Muka Gading berubah gugup saat membaca makian kasar dan ancaman dari tunangannya yang akan mempermalukan Leora, jika mereka masih berhubungan. Dia meletakkan ponsel Leora, lalu menatap dengan penuh rasa bersalahnya.
“Maaf, tapi aku benar-benar terpaksa menerima permintaan orang tuaku. Aku pikir bisa membuat Lyla tidak betah dan pilih mundur setelah aku cuekin, tapi nyatanya dia sekukuh itu.”
“Demi warisan. Iya, kan?” tebak Leora terkekeh menggeleng. Diamnya Gading sudah cukup memberinya jawaban.
“Kamu yang berkhianat dan aku yang dicaci maki. Kalau setakut itu dicoret dari pewaris, harusnya kamu mengakhiri semua secara baik-baik. Bukannya malah bohong dan membuatku dihujat begini. Pengecut!” makinya muak melihat pria di depannya itu.
Menghela nafas kasar, Gading menyandarkan punggungnya dan membalas tatapan marah Leora.
“Iya, aku salah. Aku terlalu pengecut. Untuk itu aku minta maaf. Entah siapa yang sudah mengadu ke orang tuaku, tapi mereka tahu semua tentangmu, Leora. Itu kenapa kemudian papa dan mama memintaku menyudahi hubungan kita. Bahkan, tak lama setelahnya memaksaku untuk menerima perjodohan dengan Lyla.”
Mata Leora mengerjap. Panas merambat di wajahnya begitu mendengar apa yang barusan Gading katakan. Kalau memang benar seperti itu, berarti ada campur tangan keluarganya yang sengaja ingin melihat dia dan Gading pisah
“Tidak perlu mengkambinghitamkan orang lain hanya untuk mencari pembenaran atas perselingkuhanmu!”
“Aku tidak bohong! Kalau saja tidak ada yang membocorkan tentang statusmu, orang tuaku juga tidak mungkin memaksaku putus sama kamu dan menerima perjodohan dari mereka,” sahut Gading tidak terima dipojokkan begini.
“Dan aku bersyukur ada yang mengadukan statusku ke orang tuamu, jadi tahu seperti apa wajah aslimu! Yang kamu bilang menerimaku apa adanya itu hanya bualan. Kalau memang cinta, kamu pasti akan berjuang untuk mendapatkan restu orang tuamu. Bukan malah membohongi semua orang dan berkhianat di belakangku!” tegas Leora sama sekali tidak menampakkan sakit hatinya.
Cukup dia bertindak bodoh meratapi pria sampah seperti ini, yang justru membuatnya semakin terpuruk karena terjebak di ranjang Deva dan malu di depan Nalini.
“Ok! Kalau sekarang aku bicara dengan orang tuaku dan mengusahakan restu untuk menerimamu, apakah kamu siap kita menikah?” tantang Gading, karena selama ini Leora selalu menghindar setiap kali membahas soal pernikahan.
“Tentu saja tidak! Aku tidak setolol itu mau menghabiskan sisa hidupku dengan pria b******k, pengecut dan penghianat sepertimu! Masih banyak pria baik di luar sana yang lebih pantas dijadikan suami. Kamu tidak seistimewa itu, sampai aku rela memungut lagi sampah sepertimu!” jawab Leora dengan angkuhnya.
Gading tertawa sumbang dengan wajah memerah menahan marah. Dia tahu sepedas apa mulut Leora jika sudah kesenggol, tapi tidak menyangka wanita yang dia cintai mati-matian selama tiga tahun ini menganggapnya sampah. Padahal akar sebab orang tuanya menentang hubungan mereka dan menyodorkan perjodohan adalah status Leora sendiri.
“Sampah, katamu?! Kamu masih tidak sadar diri kalau titik masalahnya adalah asal-usulmu. Papamu memang kaya, tapi bukan berarti bisa membuat setiap orang menunduk tidak mempermasalahkan statusmu untuk dijadikan calon istri ataupun menantu. Aku memilih, bukan dipilih. Paham!” desisnya emosi merasa terhina oleh perkataan Elora.
“Dan aku menolak meski sudah kamu pilih. Paham!” balas Leora menyeringai sinis.
“Kamu ….”
“Aku tidak semenyedihkan itu, sampai harus memaksa berada di tempat yang tidak menginginkan kehadiranku. Apalagi demi penghianat sepertimu!” sela Leora, tapi pria menyebalkan itu tersenyum mengejek.
“Iya, kah?! Bukankah kehadiranmu juga tidak diinginkan di keluarga Wiryamanta? Nyatanya kamu masih memaksa bertahan disana. Demi apa? Uang, kan? Jadi apa bedanya kamu denganku yang terpaksa menerima dijodohkan dengan Lyla, karena mereka mengancam akan mencoret namaku dari keluarga?!” olok Gading.
Menghela nafas panjang. Leora beranjak menuang kopi di cangkirnya yang sudah kosong. Entah sudah berapa gelas kopi dia minum dari pagi, untuk mengenyahkan rasa kantuknya. Belum lagi kepalanya yang cenat-cenut efek alkohol yang diminumnya semalam. Sialnya mereka justru datang silih berganti merecokinya, sedang kesabarannya sudah mentok di batas akhir.
“Kalau saja bisa pergi dari sana, kamu pikir aku akan bertahan sampai sekarang? Aku tidak gila harta sepertimu, karena bagiku waras itu jauh lebih penting. Terlepas mereka yang membenci keberadaanku, setidaknya aku tetap berhak tinggal disana karena aku juga anak Sofian Wiryamanta. Tidak ada yang bisa mengusirku, kecuali papaku!” ucap Leora, lalu meneguk kopinya.
“Ayolah, Leora! Singkirkan egomu. Aku sudah bilang terpaksa menerima perjodohan itu. Bahkan, sejak awal aku sudah bilang ke Lyla untuk tidak berharap banyak karena sudah punya kamu,” bujuk Gading setelah barusan mengungkit tentang aib Leora yang tidak diketahui orang luar.
“Tidak, pantang bagiku balikan dengan pengkhianat sepertimu. Kesalahan apapun mungkin masih bisa ditolerir, tapi tidak dengan perselingkuhan. Urusan kita sudah selesai. Jangan datang mengusikku lagi dan bilang ke tunanganmu, untuk tidak mencari masalah denganku. Kamu pasti tahu aku bukan orang sabar yang terus diam diinjak!” tegas Leora memberi peringatan terakhir untuk mantannya itu.
Gading menegakkan punggungnya. Mencondongkan badan supaya bisa lebih dekat menikmati wajah cantik mantannya yang begitu keras kepala.
“Bagaimana kalau aku membongkar aibmu?” ancamnya dengan bibir mengulum senyum.
“Silahkan! Aku bahkan tidak peduli!” tantang Leora tertawa menatap mantannya yang mendengus karena gagal mengintimidasi dirinya.
Padahal Gading tahu, sejak dulu dia selalu berontak ke papanya supaya bisa keluar dari rumah itu. Bahkan kalau bisa, pergi sejauh mungkin dan tidak bertemu mereka lagi.
“Kalau aib keluarga Wiryamanta terbongkar, itu kesempatanku untuk bisa lepas mereka. Jadi berhenti mengancam dengan lelucon yang justru sudah sejak lama aku tunggu-tunggu!”
“Leora! Aku hanya tidak ingin pisah dari kamu. Berhenti merajuk! Setelah ini aku akan bicara dengan orang tuaku dan orang tua Lyla. Ya?” Gading melunak, belum menyerah berusaha meluluhkan Leora yang masih marah.
“Cukup! Aku bilang pantang balikan dengan pria pengecut dan penghianat sepertimu. Bagian mana yang tidak kamu pahami?!” bentak Leora jengah menghadapi Gading yang terus ngotot.
“Leora ….”
“Keluar sekarang atau aku memanggil security untuk menyeretmu?!” bentaknya mengusir pria itu.
Mendecak tidak suka, tapi mau tidak mau pria itu akhirnya pergi dari sana. Leora mengusap mukanya kasar. Kurang banyak apa beban yang ditanggungnya selama ini. Hidupnya bukan makin mudah, justru terbentur masalah demi masalah yang tidak ada habisnya.
Kalau saja dulu dia tidak dipaksa tinggal di rumah itu, mungkin hidupnya jauh lebih tenang biarpun selalu dicibir. Leora sama sekali tidak menduga, demi bisa menguasai harta peninggalan mamanya, paman dan bibinya tega menyerahkan dirinya ke keluarga Wiryamanta.