BAB 3

1009 Kata
Daniel membuka pintu apartemen, ia terdiam tidak percaya apa yang dilihat. Apa ia salah masuk? Di tutup kembali pintu itu, melihat kembali nomor ruangan yang tertempel jelas di depan pintu. Tidak ada yang salah dengan nomor pintu apartemenya. Lalu Daniel melangkah masuk, benar ini apartemennya. Apartemen yang sudah lama ia tinggalkan. Daniel tersenyum, menatap ruang apartemennya kini sudah terlihat bersih, dan harum. Daniel melepaskan jaket, diletakkan di sisi sofa. Daniel tersenyum bahagia, ruangan apartemen sudah disulap oleh Ayana sedemikian rupa. Daniel sebenarnya tidak sempat membersihkan apartemen, bahkan ia baru saja sampai di Indonesia beberapa hari yang lalu, itupun ia langsung kerumah orang tuanya. Tidak sia-sia Ayana ada disini, ternyata wanita manja itu, bisa kerja keras juga. Daniel tertawa pelan, sebenarnya apa mau Ayana? Hidup dengan dirinya?. Sebenarnya beberapa jam yang lalu Daniel telah menyelidiki identitas Ayana, ia sudah melacak semua melalui sistem cepat. Ia tidak ingin hidup dengan orang yang tidak tahu asal usulnya dengan jelas. Untung saja ia memiliki banyak teman yang bekerja dibidang IT. Ternyata cukup mudah melacak identitas Ayana. Siapa yang tidak kenal Ayana. Ayana adalah putri kedua dari Darmawan Senjaya. Darmawan Senjaya adalah kepala perwakilan kedutaan besar Republik indonesia yang saat ini bertugas di Berlin. Anak pejabat itu sekarang meringkuk di atas tempat tidur. Daniel tertawa lagi, untuk apa Ayana berbohong seperti itu demi tinggal bersamanya?. Ayana tidak cukup pintar membohonginya, kuliah di kedokteran? Kedokteran bullshit, Ayana masih sangat muda, umurnya masih 22 tahun, ia tahun ke tiga kuliah di Universitas Berlin jurusan manajemen bisnis. Ya Tuhan, jika ingin berbohong, bukan dirinya menjadi tempat sasaran. Jika ingin menipu, seharusnya disusun secara rapi dan terencana. Daniel hampir tertawa sepanjang perjalanan menuju apartemennya tadi. Daniel menggelengkan kepala tidak percaya. Ayana oh Ayana, andai Darmawan Senjaya tahu tingkah anaknya seperti ini? Tidak dapat ia bayangkan reaksi kedua orang tuanya seperti apa. Kini anak bungsunya tinggal dengan seorang laki-laki dewasa seperti dirinya. Daniel mengambil remot di meja, lalu menekan tombol merah. Tv kini menyala, Daniel merebahkan punggung di sofa mencari siaran bola. Daniel melirik pintu kamar yang setengah terbuka, Ayana masih tertidur nyenyak. *** Ayan mengerjapkan matanya, membuka mata secara perlahan. Ayana menyandarkan tubunya disisi bantal. Ayana menatap estalase kaca, awan putih kini berubah menjadi gelap. Ayana melirik jam dinding di tembok kamar. Menunjukkan pukul 7 malam. Ayana menegakkan tubuh, berjalan menuju satu-satunya pintu. Ayana mendengar suara tv menyala. Tersadar ia benar-benar kini tinggal bersama dengan Daniel. Ayana merapikan rambut dengan jari-jari tangannya. "Sudah bangun?" Tanya Daniel. Ayana otomatis menoleh kearah sumber suara. Ayana menelan ludah menatap Daniel. Daniel hanya mengenakan celana adidas hitam pendek. Hingga tubuh itu dipertontonkan secara live dihadapannya. Tubuh Daniel sempurna, tubuh bidang itu ia yakini hasil olah raga teratur. Pantas saja semua wanita rela mengantri dipelukkannya. Betapa nyaman jika bersandar didada bidang Daniel. "Iya sudah". Ayana berjalan menuju lemari es, mengambil struk yang ia simpan disisi lemari. Ayana lalu menyerahkan struk-struk itu kepada Daniel. Daniel mengerutkan dahi, "ini apa?". "Ini daftar belanjaan hari ini, kamu ganti uang saya". Daniel terbelalak menatap struk, daftar list struk begitu panjang, lalu melihat nominal paling akhir, "5 juta???". Ayana mengedikkan bahu, "ya begitulah, saya terpaksa memakai tabungan saya, untuk mengisi apartemen kamu yang kotor ini, karpet ini, gorden itu, taplak meja, isi lemari es kamu, sabun, laundry, dan saya tidak bisa menyebutkan satu persatu". Daniel menggelengkan kepala, "kamu bahkan belum 24 jam tinggal dengan saya, sudah menghabiskan 5 juta dalam beberapa jam saja, saya bisa bangkrut jika begini terus setiap hari". "Ini juga untuk keperluan kamu, bukan saya". "Saya tidak ada uang tunai, saya transfer saja bagaimana". "Transfer sekarang". Ayana memperlihatkan nomor Rekening yang ia simpan di kontak ponsel. "Iya, iya" Daniel mulai mengetik, mentransfer dengan mobile banking. "Saya sudah mentransfer. Sekarang kamu bisa mengecek" ucap Daniel. Ayana mengecek notifikasi masuk melalui email. Isi email itu menyatakan uang transfer masuk. Ayana menggulung rambut hingga ke atas. Ayana melirik Daniel duduk di sofa satu-satunya tempat yang bisa ia duduki di apartemen sempit ini. "Kamu sudah makan?" Tanya Daniel. "Belum" Ayana berjalan membuka lemari es. Ia mengambil beberapa buah apel, meletakkan apel itu di atas meja, tangan kanan itu mengambil talenan dan pisau yang tadi ia gantung sedemikian rupa. Daniel beranjak dari sofa, berjalan menghampiri Ayana yang sedang asyik memotong apel. "Kamu kuliah dimana?" Tanya Daniel, ia sengaja mengikuti alur cerita yang dibuat Ayana, Daniel menahan tawa, dan ia mencoba setenang mungkin, agar tawa itu tidak pecah. "Hemmm UI". "Wow, pintar sekali bisa masuk UI, kedokteran lagi". "Ya begitulah" Ayana melirik Daniel. Daniel mengambil buah yang dipotong Ayana. Memasukkan buah itu kedalam mulutnya, "kanapa beasiswa kamu dicabut?". Ayana melirik Daniel, mulai berpikir, "hemmm tidak tahu, itu kebijakan dari kampus". "Saya bisa, membantu agar beasiswa kamu tidak dicabut. Saya punya akses penting di UI untuk mendapatkan beasiswa kamu kembali itu sangat mudah, jika kamu mau". Daniel menatap Ayana, Ayana terperangah. Apel yang di pegangnya hampir jatuh kelantai, Ayana menahannya. Ayana gelagapan mendengar ucapan Daniel. "Benarkah?". Ayana mundur tertur, ia menghindari Daniel, buah yang ia iris telah berpindah kepiring, Ayana membawanya menuju sofa. "Iya, papa dan mama saya donatur tetap disana, saya bisa membantu kamu" Ucap Daniel asal. Daniel mengikuti Ayana hingga ke sofa. Daniel melirik Ayana yang mulai berpikir keras, "hemmm boleh deh" akhirnya Ayana bersuara, suara itu nyaris tidak terdengar. Tawa Daniel hampir meledak melihat reaksi Ayana. "Ya, bagus, kalau begitu saya tidak lagi menanggung kuliah kamu lagi bukan". Ayana menaikan alis sebelah, "kamu tetap harus tanggung, tidak bisa begitu". Daniel menatap lekat-lekat wajah Ayana, jika dilihat secara dekat seperti ini wajah Ayana terlihat lucu dan menggemaskan. "Saya akan tanggung jawab, buktinya saya akan membantu mendapatkan beasiswa kamu kembali". Ayana mencoba mengelak, "tapi saya perlu uang". "Tempat tinggal sudah saya kasih, uang untuk hidup saya akan transfer, dan kamu tidak akan terlantar. Beasiswa kamu akan saya urus secepatnya, apa masih kurang tanggung jawab saya?". Ayana terdiam dan tersadar, kini posisinya benar-benar sangat dekat dengan Daniel. Daniel berbicara tepat dihadapannya, hembusan nafas Daniel terasa dipermukaan wajah. Daniel menyunggingkan bibir, menahan piring dengan tangan kiri. Jika saja Daniel tidak menahan piring, ia pastikan piring berisi irisan apel akan jatuh ke lantai. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN