Pov : Rained
Tadi malam jam 12 malam aku meminta Sutaji untuk mengantarkan pakaianku ke hotel. Sutaji adalah supir yang biasa mengantar Bude dan Pakde kemana-mana, Romeo nggak mengizinkan pakde menyetir sendiri, aku pun tidak! Kami cukup trauma kehilangan kedua orang tua kami dalam kecelakaan beruntun lima belas tahun lalu.
Oke, langsung saja aku mengganti baju basecap di dalam mobil di parkiran Royal Hotel, tempat acara akad dan resepsi berlangsung. Terbayang bentukan jasadku dibunuh kakak perempuan aku. Duh, serem banget dia.
Sepatuku mana ? oh ini ternyata di bawah jok. Melihat mobil bergoyang, orang-orang yang lewat melirik dengan curiga, dasar rakyat jelata pasti mereka berpikir aku sedang berbuat dosa di dalamnya, nggak tahu aja aku lagi tafakur mencari kaos kaki yang aku buang sembarangan semalam. Seandainya Mila nggak grasak-grusuk menyerang lebih dulu di dalam mobil, pasti nggak akan seribet ini nyariin kaos kaki doang.
Terakhir obat kumur untuk menghilangkan bau alkohol sisa semalam! Jangan ada yang komentar aku harus mandi dan bla-bla. aku kasih tahu kalian semua, sesungguhnya pria tampan hanya butuh parfum, kami tidak perlu mandi setiap hari.
Pas buka hp ada dua belas telpon dari Austin. Aku bener-bener harus nyiapin mental menghadapi keluargaku, terutama kak Jullie. Perempuan itu nggak menelpon sama sekali, itu artinya dia sudah murka tingkat Olympus.
"Tenang.Tenang.Tenang" Aku menghela nafas, aku sisir rambut kembali rapih-rapih, aku pake kacamata hitam.
Aku berjalan dengan tampan di lobi hotel, meski nyawaku terancam aku tetap saja melangkah dengan kepercayaan diri. Jadi, kamar hotel super president suite itu berpintu hitam dop, pintu itu terbuka dan para pekerja hotel hilir-mudik keluar-masuk dari kamar tersebut.
Aku memperbaiki jas, sedikit memberikan senyuman kecil khas playboy pada seseorang yang menyapa dan membuka pintu. Alhamdulillah aku tidak menemukan kakak perempuanku.
"Kampret emang lu ya!" teriak Bang Handi, dia sedang duduk di sofa dengan tangan membentang di sepanjang punggung sofa. Gayanya sudah seperti Raja Namrud "Mampus lo, beneran dipotong adik lo sama Jullie"
"Gak takut gue"
Bang Handi ini adalah anak tunggal dari pakde dan bude, dia sudah berkeluarga dan seumuran kak Jullie. Bang Handi hanya geleng-geleng memandangiku. Dia itu tercebol di keluarga kami, tubuh kecilnya adalah turunan dari bude.
“Gue tahu lo juga menghindari dia mangkanya di sini kan?” Alisku turun naik menuntut jawaban “iya” darinya.
“Nggak juga, gue lagi ngindarin istri,” jawabnya sambil lalu.
Aku meringis saja melewatinya, males lama-lama ngobrol sama Bang Handi, dia garing dan rese, suka bertanya, “lo kapan?” pertanyaan yang membuat sekelompok orang seharusnya dibinasakan dari bumi ini.
Aku masuk ke kamar dimana saudara laki-lakiku sedang dibantu berpakaian.
Melihat saudara laki-lakiku, best bodyku mengenakan pakaian jawa, sudah siap melenggang ke kehidupan yang keras, siap berperang melawan waktu untuk mengabadikan cinta dalam sebuah ikatan. Kakak laki-lakiku sudah siap mempersunting perempuan itu, perempuan yang mungkin tidak akan pernah ada untukku. Dia sedang bersiap mengambil tulang rusuknya, hawanya.
"Jangan jatuh cinta sama aku Rain, aku bentar lagi beristri"
Ya sudah seperti itu dulu perasaan kagumku.
"Nauzubillah," yang bergumam adalah adikku Austin. Dia sudah cakep dengan beskapnya, dia terlihat segar seperti biasanya.
Di tengah interaksi kakak beradik penuh cinta ini, datanglah kak Jull yang langsung saja membuat bulu kudukku meremang.
Dia datang bersama orang WO. "Sudah harus turun," orang WO mengingatkan. Dia menunggu di luar kamar.
Sepertinya aku sudah tidak dianggap adik oleh kakakku, buktinya dia melengos saja jalan melewatiku."Adik solehku." Matanya berkaca-kaca menatap Romeo.
Kebetulan printilan pakaian pengantin sudah selesai dipasangkan di tubuh Romeo. Saudara laki-laki ku itu terlihat tampan dan berseri.
Romeo mengangguk tersenyum membuat Kak Jull jadi berkaca-kaca. "Aduh aku mau nangis." Dia mengibas-ngibas tangan ke wajahnya.
Romeo menangkap tangan kak Jull dan menciumnya. "Terima Kasih Kak udah jagain aku," katanya.
Aku tersengal, memalingkan wajah karena rasanya tiba-tiba ada bawang dicocol ke mataku.
"Terima Kasih udah gantiin mama, rela diganggu kami bertiga setiap waktu."
Kak Jullie terisak kecil, tidak rela make up nya rusak.
Romeo mengusap pipi kakak perempuanku dengan gerakan yang manis. "Udah kak," bisiknya lalu mengecup singkat pipi kakak. “Papa dan mamaku pasti bangga sama Kak Jull karena bisa membuatku berpakaian seperti ini. Kakak dan Abang merubah pikiranku tentang pernikahan, kalian membuatku yakin bahwa pernikahan layak kok untuk dijalani,” ekor mata Romeo mencariku, dia tersenyum kecil. “Kak dulu aku pikir nggak ada yang bisa menerimaku, riuh sekali isi pikiranku sepeninggal papa dan mama, lalu kakak datang memelukku, mengatur semua kehidupanku dari A sampai Z. Ternyata aku punya rumah kak, kamu dan Abang, Bude dan Pakde. Kalian membuat isi kepala yang riuh itu jadi tenang. Ternyata aku nggak sendirian, aku punya keluarga. Kakak pernah bilang, carilah pasangan yang ridho dan mampu menerima kekuranganmu. Allah mendatangkan Lintang kak, dan aku yakin itu berkat doa kakak.” Untuk terakhir kalinya dia mencium kedua tangan kak Jullie
Tidak ingin menangis karena ucapan terimakasih yang manis itu, aku mendekati Romeo dan menepuk pundaknya “Bangga gue sama lo.”
Ujung mata kak Jull itu runcingnya seperti ujung tombak Patimura. Tapi karena suasana yang dibangun Romeo dengan ucapan terimakasihnya itu membuat tatapan kak Jull menumpul, menjadi manis dan penuh sayang. Alih-alih marah dia menepuk pipiku pelan “Lo juga akan menemukan perempuan yang ridho dengan diri lo.” Senyumnya manis sekali. “Nah, coba mulai hari ini cari-cari di Tinder, kalau perlu ditulis di profil lo, pemabuk dan pemain handal, bisa cek-in cek-out di semua hotel indonesia.” Cepat sekali senyum manisnya berubah masam
“Perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik.” Austin mengangkat alisnya. “Taubat, perbaiki dirimu kakakku.”
Lihatlah siapa yang bicara.
Austin bangkit dari duduknya dan melengos keluar kamar. “Kita sudah diminta keluar, kan?”
Mataku mengikuti punggungnya. Begini banget rasanya dibully satu keluarga. Ya Allah seberdosa itu kah hamba ?
“Tuh anak nggak akan nikah sebelum gue nikah” bisikku pelan, bermaksud bicara pada diri sendiri eh nyatanya didengar oleh kak Jull,
Dan ditanggapi, “Amin, mangkanya cepet dong. Aku carikan ya!”
Aku bergidik serem. “Salah ngomong gue.”
Aku mengikuti Austin keluar dari kamar Romeo.
***