Bukan Arthur Dominic Tetapi Arthur Grey

247 Kata
Melihat gelagat Hayden saat di kamar Arthur tadi, Ruby sempat berpikir jika lelaki itu mungkin akan meminta dirinya untuk melakukan kewajiban sebagai seorang istri di malam pertama. Tetapi, rupanya Ruby yang berpikiran terlalu jauh. Hayden hanya memintanya membuat panggilan sayang, kemudian mempersilakan Ruby untuk tidur setelah cukup puas dengan panggilan yang Ruby berikan. Hal itu cukup melegakan untuk Ruby. Jujur saja, dirinya masih belum siap dengan sebuah hubungan baru, apalagi harus melibatkan sentuhan fisik layaknya sepasang suami istri yang sesungguhnya. Meski sebelumnya, Hayden telah menegaskan jika pernikahan mereka bukan pernikahan palsu, tetapi rupanya lelaki itu tak buru-buru. Ruby cukup menghargai upaya Hayden yang seolah memberikan dirinya ruang untuk beradaptasi. Keesokan harinya, Ruby bangun pagi-pagi sekali saat Hayden masih terlelap. Segera dia mandi dan berganti pakaian, lalu pergi ke kamar Arthur untuk memberikan asi pada bayinya itu. Saat dia kembali ke kamarnya bersama Hayden, lelaki itu telah duduk sambil menyeruput segelas kopi. "Kamu sudah bangun lebih dulu rupanya," gumam Hayden tanpa melirik ke arah Ruby. Ruby jadi merasa sedikit tak nyaman karena lagi-lagi meninggalkan kamarnya tanpa mengatakan apapun pada Hayden. "Aku baru saja memberikan asi pada Arthur," sahut Ruby. "Apa kamu merasa keberatan? Aku sudah berniat untuk terus memberinya asi setidaknya sampai dia berumur satu tahun." "Tidak masalah." Hayden meletakkan cangkir kopinya, kemudian menatap ke arah Ruby. "Bukankah mulai sekarang dua adalah putraku? Mana ada ayah yang keberatan anaknya sendiri diberi asi oleh ibunya." "Ya?" Untuk ke sekian kalinya, Ruby tak tahu harus menanggapi ucapan Hayden seperti apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN