Kunjungan Wanita Tak Dikenal

1034 Kata
Hari-hari Ruby di penjara terasa sangat menyiksa bagaikan di neraka. Konsisi fisik yang seringkali memburuk karena pengaruh kehamilan trimester pertama, ditambah dengan perlakuan penghuni sel lain yang tak jarang semena-mena, semua itu membuat Ruby kerap berpikir untuk mati saja. Akan tetapi, setiap kali teringat pada wajah Arslan saat di pemakaman ibunya waktu itu, kemauan hidup Ruby kembali timbul. Dia seakan memiliki alasan untuk terus bertahan karena masih memiliki satu tujuan dalam hidupnya, yaitu membuat perhitungan pada Arslan dan juga Nyonya Rose. Meski saat ini belum tahu bagaimana caranya, tetapi Ruby bertekad untuk membalas semua perbuatan ibunya meregang nyawa. "Tahanan 207!" Sebuah panggilan yang cukup keras membuyarkan lamunan Ruby. Itu adalah panggilan untuknya. Semua tahanan yang berada satu sel dengan Ruby memang tak ada yang mengetahui namanya, sehingga memanggilnya hanya dengan nomor tahanan saja. Ruby mendongak dengan enggan. Sejujurnya, saat ini dia sedang sangat malas melayani perundungan dalam bentuk apapun. Dia berniat tak akan merespon meski dirinya mulai diganggu lagi. "Sejak tadi kau tak menyentuh jatah makananmu. Kau sudah tahan lapar sekarang, ya?" tanya seseorang yang tadi memanggil Ruby. "Kalau kau mau, silakan saja," sahut Ruby sambil menggeser baki berisi jatah makan miliknya. Sepotong roti keras dan sup encer tampaknya menjadi menu makan siang kali ini. Hanya dengan melihatnya saja, perut Ruby terasa mual. Apalagi harus menyantapnya. "Heh, aku hanya sedang mengingatkanmu, bukannya sedang berusaha mengemis jatah makan siangmu." Perempuan bertubuh gempal itu merasa tak senang dengan jawaban Ruby. Padahal, hampir setiap hari wanita itu menjarah makanan milik Ruby, apalagi jika menunya cukup enak. Ruby hanya melirik sekilas, lalu kembali larut dalam pikirannya. Dia tak menghiraukan wanita itu. Yang ada dalam pikiran Ruby saat ini adalah bagaimana caranya ia bisa keluar dari dalam penjara secepatnya agar bisa melakukan balas dendam secepatnya. "Apakah sekarang kau sedang mengabaikanku?" Wanita bertubuh gempal itu bertanya dengan kesal. Ruby tak menjawab. Dia sedang sangat malas berseteru, tetapi hal itu tampaknya membuat teman satu selnya itu merasa semakin kesal. "Sepertinya karena beberapa hari ini aku sedikit lembut padamu, kau jadi bersikap kurang sopan padaku, ya?" "Kenapa aku harus bersikap sopan padamu? Memangnya kau siapa?" tanya Ruby dingin. Sontak saja ucapan Ruby tersebut membuat terkejut para penghuni sel yang lain. Sepertinya situasi akan berubah menjadi buruk. Bahkan, saat Ruby tak melawan saja, wanita bertubuh gempal itu seringkali murka, apalagi sekarang Ruby menjawab perkataannya. Selama ini, sejujurmnya Ruby tidak pernah merasa takut sedikitpun setiap kali wanita bertubuh gempal itu menghardiknya. Hanya saja, Ruby terlalu malas menanggapi sehingga lebih banyak diam dan tak melawan saat dirundung. Tapi kali ini sepertinya sesekali dirinya harus menunjukkan sikap, meski awalnya tadi dia malas untuk berseteru. "Kenapa kau harus bersikap sopan padaku?" ulang wanita bertubuh gempal itu. "Tentu saja harus, jika kau tak ingin merasakan kesulitan selama berada di sini." Wanita itu menumpahkan sup ke atas kepala Ruby hingga membuat wajah Ruby penuh dengan kuah sup yang terasa menjijikan bagi Ruby. Perut Ruby sontak merasa mual karena mencium aromanya. Hal itu tentu membuat watita bertubuh gempal itu terkekeh senang. "Itu peringatan karena kau sudah berani bersikap tak sopan padaku. Kau harus ingat untuk menjaga sikapmu ke depannya." Wanita itu tersenyum miring, penuh dengan ejekan. Mata Ruby menatap nyalang. Cukup sudah dia menahan perlakuan buruk wanita itu selama ini. "Apa? Kau tidak terima?" Wanita itu menantang Ruby dengan memperlihatkan senyum mengejek. Tampaknya dia benar-benar merasa senang karena telah membuat wajah Ruby dipenuhi kuah sup. Tanpa diduga, Ruby memukul kepala wanita berbadan gempal itu dengan segenap tenaga–menggunakan nampan tempat makanan, sehingga menghasilkan bunyi yang cukup nyaring. Para tahanan lain jelas terkejut dengan apa yang Ruby lakukan. Jika sudah begini, maka perkelahian tidak akan bisa dielakkan lagi. "Kau? Berani-beraninya kau!" Satu pukulan hendak menyasar ke wajah Ruby, tetapi Ruby lebih dulu menahannya dan memelintir lengan wanita bertubuh gempal itu ke belakang, sehingga wanita itu menjerit kesakitan. Ruby mendorong wanita bertubuh gempal itu hingga terjungkal ke belakang, sehingga Ruby bisa menduduki tubuhnya dengan leluasa. Setelah itu, Ruby menghajar bagian wajahnya dengan membabi buta tanpa ada yang berinisiatif melerai, membuat semua orang yang melihat merasa ngeri. Teriakan minta tolong dari wanita yang biasanya merundung Ruby membahana, memenuhi sel tahanan. Dua orang sipir akhirnya datang dan menyingkirkan Ruby dari atas tubuh teman satu selnya tersebut. "Dia gila! Wanita ini benar-benar gila!" Wanita yang dihajar Ruby menuding sembari mengarahkan telunjuknya pada Ruby. Ruby akhirnya digiring keluar dari sel tahanan itu karena telah membuat teman satu selnya babak belur. Dia tak berusaha membela diri meski dirinya bukanlah orang yang memulai keributan. Padahal, selama ini wanita bertubuh gempal itu selalu merundung Ruby, tetapi sipir tak ada yang memberikan hukuman. Akan tetapi, saat Ruby melawan dan membalas perlakuan kasarnya, ia malah diamankan di ruangan isolasi karena dianggap membahayakan tahanan lain. "Begini lebih baik." Ruby berkata pada dirinya sendiri karena tak perlu berbagi sel dengan siapapun. Jika bagi yang lainnya, sel isolasi terasa sangat menakutkan dan menyesakkan karena sangat sempit, tetapi bagi Ruby ini menenangkan Sekarang dia bebas berpikir tentang rencana balas dendamnya tanpa ada orang yang akan mengganggu. Akan tetapi, tak peduli sebanyak apapun Ruby memikirkan dengan keras setiap harinya, tetap saja yang dia temukan hanya jalan buntu. Tak ada celah baginya untuk keluar dari penjara sebelum masa hukuman habis. "Tahanan 207!" Sipir memanggil Ruby yang saat itu juga sedang duduk sembari memeluk kedua lututnya. Sudah beberapa hari sejak dia dipindahkan ke ruangan isolasi, setiap hari kerjanya hanya melamun. Ruby mendongak tatkala pintu selnya dibuka oleh salah seorang sipir. "Ada yang ingin bertemu denganmu," ujar sipir itu sebelum Ruby sempat bertanya. "Aku tak ingin bertemu dengan siapapun," sahut Ruby kemudian. Terakhir kali, orang yang datang untuk menemuinya di penjara adalah Arslan dan Nyonya Rose, itupun untuk nenyampaikan sesuatu yang mengejutkan sekaligus menyakitkan untuk Ruby. Dia tak siap jika harus bertemu kedua orang tersebut hari ini. "Orang itu bilang, katanya dia teman baik ibumu," ujar sipir itu lagi. Ruby tampak menatap ke arah sipir tersebut dengan penuh tanda tanya, "teman baik ibuku?" Aneh sekali. Rasanya Ruby tak pernah tahu jika ibunya memiliki seorang teman baik. Karena penasaran akan sosok itu, akhirnya Ruby pun bersedia menemui sosok yang berkunjung tersebut. "Ruby ....." Seorang wanita paruh baya tampak bangkit dari duduknya saat melihat kedatangan Ruby. Ruby tercenung sejenak. Dia sama sekali tidak mengenal wanita yang barusan memanggil namanya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN