Part 8

1221 Kata
"Hampir jam 10 Mi, Si Neng belum pulang juga . HP na teu aktip kumaha atuh ( HPnya tidak aktif gimana dong?). Den Herman sebentar lagi ke sini." Pria itu tampak luar biasa cemas. Dari tadi ia mondar mandir tidak jelas keluar masuk ruang tamu dan teras depan. Ia berencana mempertemukan anak gadisnya yang cantik dengan pengusaha kaya yang sudah menjadi investornya. "Iya Umi juga heran. Tidak biasanya si Neng pergi lama-lama." Wanita itu masih bersandiwara. "Umi, jangan-jangan terjadi sesuatu sama si neng." Haji Rahman mulai berpikiran buruk. "Abah jangan berpikiran buruk, Umi jadi takut." Bu Sari terpengaruh. "Abah mau nelepon keluarga siapa tahu si Neng teh lagi main di salah satu sepupunya." Pria itu lalu mengambil ponsel dan mencari kontak. "Sok atuh ." Bu Sari setuju. Haji Rahman menghubungi semua keluarga dan kerabatnya untuk mencari keberadaan Mira. Sayangnya tak seorang pun tahu keberadaan anak bungsu Juragan Sapi itu. Haji Rahman terlihat stres. Kalau lapor polisi tidak mungkin karena hilangnya kan baru 4 jam. Bu Sari masuk ke kamar Mira untuk membawa sesuatu. "Abah...Abah sini Abah...ieu aya surat (Ini ada surat)." Bu Sari menemui suaminya yang duduk di ruang tamu tak tentu laku. "Si Neng teh minggat Abah. Nih baca suratnya!" Bu Sari menunjukkan sehelai kertas ke tangan suaminya. "Apa? Minggat?" Haji Rahman kaget. "Ini semua gara-gara Abah. Coba kalau Abah tidak berencana menjodohkannya, si Neng tidak akan pergi." Bu Sari menangis. Ia menyalahkan suaminya. *** Tepat pukul 1 siang. Sebuah mobil masuk ke halaman rumah Haji Rahman. " Assalamualaikum." Seorang pria tampan berkulit putih dengan tubuh tinggi atletis mengucapkan salam tepat di teras rumah. " Waalaikumsalam" Jawab tuan rumah. " Den Herman, silahkan masuk Den! Umi, ada tamu..." Haji Rahman memanggil istrinya. Tidak berapa lama wanita paruh baya itu keluar dari ruang tengah dengan tergesa-gesa. " Ada siapa Bah?" Tanyanya. Ia berbasa basi karena sebenarnya dari kemarin pun sudah tahu kalau hari ini akan kedatangan tamu kehormatan suaminya dari Jakarta. " Kenalkan ini teh Den Herman yang sering abah ceritakan tea." Sang suami tampak tersenyum lebar. Walaupun masih galau memikirkan anaknya yang minggat namun ia harus menyembunyikan masalahnya di hadapan bakal calon menantunya itu. Sebisa mungkin ia harus tenang. Bu Sari terdiam. Ia tidak percaya dengan penglihatannya. Seorang pria tampan dan gagah ada di hadapannya. Ia sedikit menggosok matanya pelan. Bukan mimpi. Itu nyata. Ia tidak menyangka pria yang sering diceritakan suaminya itu adalah sosok duda keren. Bukan pria tua bangka yang selama ini dibayangkannya. Ada penyesalan pada diri wanita itu. Mengapa ia tidak mencoba mencari tahu profilnya dulu. Cari info dari Asep. Malah gegabah menolaknya mentah- mentah karena alasan status duda beranak 2. Kalau tahu duda keren kaya raya dia pasti tidak akan menyuruh Mira bersembunyi. Nasi sudah menjadi bubur. Ya, Menyesal mah selalu di akhir. "Apa kabar Bu?" Sapanya ramah. Sebetulnya Herman sudah pernah berkunjung. Sayangnya waktu itu Bu Sari dan Mira sedang tidak ada di rumah. "Alhamdulillah kabar Umi mah Baik Den. panggil Umi aja ya biar akrab." Bu Sari mendadak ramah. Padahal sebelumnya ia sudah siap bermuka masam. "Masuk dulu yuk Den!" Ajak Bu Sari. "Iya hayu atuh. Kita sambil ngopi mengobrolnya." Haji Rahman juga menyuruh tamunya memasuki ruangan tamu. "Hayu Den di dalam sudah disiapkan banyak sekali makanan tradisional. Den Herman pasti suka." Sekali lagi Bu Sari mengajak Herman. Herman masuk ke ruang tamu beriringan dengan Haji Rahman dan istrinya. Seperti yang sudah diutarakan tadi di atas meja memang tersedia aneka hidangan tradisional sunda. "Silahkan Den dicicipi." Haji Rahman langsung membuka toples yang tersedia di meja. "Umi ambil minumnya dulu ya. Mau kopi apa teh?" "Teh panas saja tanpa gula" pinta Herman sopan. Lima menit kemudian Bu Sari sudah kembali lagi membawa minumannya. "Silahkan ya dinikmati. Umi mau nyiapin dulu makan siang." Wanita beranak 3 itu kembali masuk ke rumah bagian belakang. "Terima kasih Umi," ucap Herman. Pria itu juga langsung mencicipi opak, rangginang dan aneka makanan tradisional lainnya. Sebenarnya dia juga orang sunda hanya lahir di Jakarta dan hidup di Jakarta. Sepeninggal Bu Sari Haji Rahman mengobrol dengan Herman. Di antara keduanya sudah terjalin hubungan yang erat. "Den, Abah sudah menemukan perempuan yang cocok buat Aden." Haji Rahman mulai membicarakan hal serius. Mengenai client nya yang mencari calon istri. "O ya. Saya mau lihat fotonya Bah. Dia orang mana?" Herman antusias. "Dia orang sini. Soal foto tenang saja." Haji Rahman terkekeh namun belum membuka identitas gadis itu. "Umurnya berapa?" Duda keren itu penasaran. "24. Masih perawan." Haji Rahman terus tersenyum. "Masih muda. Dia emangnya mau dijadikan istri oleh saya." Herman setengah tidak percaya. Dia jadi teringat anak sulungnya yang baru lulus SMA. "Tentu saja mau Den. Den Herman kan ganteng." Haji Rahman memberi harapan. "Saya mau ketemu." Giliran Herman yang tidak sabaran. Pria itu memang serius mau menikah dan tidak mau main-main. Sebetulnya di Jakarta banyak perempuan cantik yang mengejarnya. Bukan hal sulit membuat para wanita tergila-gila kepadanya. Namun kebanyakan mengincar hartanya. "Mungkin minggu depan kalian baru bisa ketemu." Haji Rahman terus menumbuhkan harapan. *** Sejak Ashar tadi Herman sudah berpamitan pulang. Sepeninggal tamunya suami istri yang ditinggal minggat oleh anak gadisnya itu kembali membahas pertemuan mereka dengan sang bakal calon menantu. "Abah, Umi ga nyangka pisan kalau Den Herman teh seganteng dan sekeren itu." Bu Sari yang memang senang dengan penapilan fisik seseorang langsung mengemukakan pendapatnya. "Ya iyalah. Makanya Abah tertarik menjodohkan Neng Mira sama dia. Dia mah bukan sembarang duda. Lagian Abah ga setega itu menjodohkan Neng Mira dengan aki-aki. Mau ditaruh dimana muka Abah yang ganteng ini," Sang suami menegaskan. "Umi setuju sekarang mah si neng dijodohin sama Den Herman." Bu Sari memberikan dukungan. "Coba dari kemarin-kemarin atuh Umi dukung Abahnya. Tapi ngomong-ngomong dimana si neng sekarang ya. Kita harus lapor polisi ini mah." Haji Rahman kembali panik saat ingat keberadaan anaknya. "Maafin Umi ya Bah, sebenernya teh Umi yang udah nyuruh si neng buat ngehindar. Umi nyuruh si neng supaya tidak ketemu Den Herman" Bu Sari membongkar rahasia. "Apa? Jadi ini kerjaan Umi?" Haji Rahman melotot. Tak menyangka dipermainkan anak istrinya. Bu Sari mengangguk. "Iya. Umi minta maaf. Soal surat itu juga bagian dari sandiwara," jujur nya. "Bisa-bisanya Umi berbuat begitu sama Abah. Terus sekarang si neng disembunyikan dimana?" Haji Rahman menatap istrinya. "Lagi ke Garut ke rumah temannya," jawab Bu Sari jujur. "SGarut? Jadi dari tadi pagi dia ke Garut bukan ke pasar?" Haji Rahman lagi-lagi menggelengkan kepala. " Iya." Bu Sari takut suaminya marah. " Sekarang telepon si neng telepon. suruh pulang!" Pria itu mulai emosi. "Jangan pulang sekarang atuh Bah. Nanti kemaleman. Kalau ada apa-apa gimana." Bu Sari menolak. "Besok pagi aja dia harus sudah pulang!!" Haji Rahman memerintah. "Iya Umi mau telepon si Neng." "Ya sudah sok atuh." "Tapi Abah janji jangan marahin si Neng Mira. Umi jamin Neng Mira mau dijodohin sama Den Herman. Ingat Bah kalau Abah marah bisa-bisa si Neng malah kabur. Umi akan terus berusaha membujuknya." Bu Sari memang pandai merayu. Suaminya pun akhirnya luluh "Abah janji tidak akan marah. Umi bujuk si neng mau ya. Den Herman itu kakap Mi. sayang kalau jatuh ke tangan orang lain." Pria itu kembali melunak. "Siap Bah. Umi pasti bantu memperjuangkannya." Dengan semangat 45 Wanita yang sudah 30 tahun dinikahi pria itu berikrar. Bu Sari lalu segera mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Mira. *** TBC Kira-kira Kalau udah ketemuan,Mira mau ga ya sama Herman. Tunggu aja lanjutannya...Thank udah baca jangan lupa vote n kasih komen.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN